BAB 7

21.3K 1K 21
                                    

Vote komen berkurang!!

Ayo tingkatkan biar lebih semangat nulis!!

.
.

Lisa

Panik menyergapku ketika dengan cerobohnya aku mengatakan pada ayah Jennie bahwa aku akan berkencan dengannya. Sejelas kepanikanku, aku berjanji akan menjelaskannya pada Jennie.

Tetapi, Jennie tidak memberi hak untuk membahas tentang ini karena begitu kami tiba di apartemen, Jennie mendorongku ke sofa dan melakukan seks sepanjang malam.

Aku bangun dengan Jennie di sampingku, lagi. Tubuhku kaku setelah semalaman di jadikan sandaran untuknya tetapi aku tidak mengeluh.

Pergi ke dapur, aku membuatkan sarapan. Telur dadar sederhana dan roti panggang tersaji di meja makan tak lama kemudian. Terdiam, aku memikirkan apa yang akan di katakan pada Jennie jika dia bertanya tentang kencan.

Aku tahu, Jennie tidak suka ide itu. Dia membenci kencan romantis, menetap dalam waktu yang lama, apalagi label pacar, itu sepertinya terlalu jauh untuknya.

Aku juga bukan tidak ingin pergi kencan dengannya. Tetapi, aku menjaga diriku agar tetap aman. Aku tidak ingin mendengar perkataan yang mungkin akan membuat diriku sendiri terluka.

Mendengar langkah malasnya, aku tersenyum melihat Jennie masih menggunakan gaun tidurnya. Payudaranya menantang, belahannya terlihat jelas, putingnya mengerang.

Astaga, mungkin aku harus berhenti memikirkan tentang ini.

Ada hal yang lebih penting yang harus di tangani sekarang.

“Selamat pagi, Lisa.” Jennie ambruk dalam pelukanku, bersandar dengan malas di dadaku. Pipinya di tekan, membuatku terkekeh.

“Pagi, pemalas.” Jawabku, mengangkat dagunya untuk ciuman kecil.

“Hm, kamu membuatku lelah semalam.” Gumam Jennie, duduk di pangkuanku.

“Seingatku, kamu yang memohon agar aku tidak berhenti.” Aku menyeringai, lalu mendengus ketika mendapatkan pukulan dari sikunya.

Tanganku mengelus punggungnya, yang membuat dia semakin bersandar padaku. Matanya hampir terpejam lagi, pantatnya bergerak di pangkuanku.

Mendesis pada gerakan itu, aku berhenti. Jennie membuka matanya, seolah segar dan kantuknya hilang.

“Kamu keras.” Dia tersenyum menggoda.

“Dengan kamu yang muncul tanpa pakaian dalam? Tentu saja.” Kataku menangkup payudaranya, mencubit puting yang keras itu.

“Sial,” Jennie mendesah.

Aku berdiri, membiarkannya duduk dan aku mengambil tempat lain di depannya. Tidak ingin membiarkan diri kami kelaparan di pagi hari, aku mendorong semangkuk sarapan.

Cemberut, Jennie memaksa diri untuk mengambil sarapannya dan melahap dengan cepat.

Aku menatapnya dalam sarapan. Otakku tidak berhenti berpikir untuk menjelaskan apa yang terjadi kemarin. Jennie belum mengungkitnya tapi pasti akan.

Sebelum Jennie dapat bicara lagi, aku harus memberanikan diri.

“Apa aku berhasil menyelamatkanmu semalam?” Tanyaku dengan cepat, pertanyaan terlontar begitu saja.

“Dengan seks yang menakjubkan? Ya, tentu saja. Kamu punya penis besar yang membuatku bahagia.” Jennie menjawab blak-blakan.

“Ya Tuhan,” kepalaku terlempar ke belakang. “Bisakah sekali saja kamu berhenti memikirkan tentang seks?”

JENLISA - Lili bite me (gip) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang