BAB 8

19.2K 1K 20
                                    

Jennie.

Apa Lisa bilang? Dia mengatakan bahwa dia melakukan sandiwara di depan ayahku, untuk membantuku keluar dari situasi yang menurutnya menyebalkan karena ayahku memintaku untuk berkencan buta.

Dia sangat tahu betapa aku sangat benci itu. Tetapi dia harus tahu, betapa aku lebih benci mengetahui dia hanya bersandiwara di depan ayahku.

Aku sudah berpikir terlalu jauh, membiarkan diriku memiliki keinginan untuk mencoba berkencan sungguhan dengannya.

Tapi apa?

Sandiwara.

Ide kencan itu juga tampaknya bukan hanya keinginanku. Ayahku lebih bersemangat tentang itu. Dia selalu bertanya, mengirim pesan, mengatakan apakah kencanku berjalan lancar dengan Lisa.

Dan aku tidak pernah menjawabnya sampai dia terus mengirim pesan padaku dan aku terganggu. Sial, aku harus menemui Lisa dan membahas tentang ini.

Semuanya salah Lisa karena mengatakan itu di depan ayahku. Seharusnya, jika dia tidak berniat kencan sungguhan denganku, jangan berani mengatakan itu di depannya.

Tanpa berpikir dua kali, aku menerobos masuk ke studionya saat siang hari. Aku kesal dengan gangguan ayahku hari ini.

“Sial,” Aku mengutuk saat aku melihat seseorang tampak sedang berlutut di depan Lisa.

Sudut pandangku sangat buruk sehingga itu terlihat seperti seseorang sedang memberi blowjob pada Lisa.

Mataku melebar, melihat Lisa menunduk. Apakah dia menikmatinya?

“Itu dia.” Lisa mengutuk.

“Apa-apaan, Lisa?” Aku berjalan mendekat ke arahnya.

Lalu aku berkedip, melihat Lisa tampak terkejut dengan kehadiranku, begitu juga dengan wanita lain di dalam studionya.

“Jennie? Apa yang terjadi?” Tanya Lisa bingung melihat kemarahanku.

Setidaknya aku menghela nafas lega karena ternyata itu bukan seperti yang terlihat. Wanita itu keluar menjauh dari kaki Lisa setelah mengambil pulpen yang jatuh.

Salahkan saja sudut pandangnya itu. Salahkan juga Lisa, mengapa dia tidak menjauh saat wanita itu pergi mencari pulpen?

“Kamu sedang sibuk?” Tanyaku akhirnya, duduk begitu saja di samping Lisa.

“Aku sedang membahas tentang pemotretan. Apa yang terjadi?” Tanya Lisa lagi, menekan tengkukku. Segera, aku lebih rileks.

“Apakah dia pacarmu?” Tanya wanita itu, tatapannya tertuju pada Lisa.

Lisa melepaskan tangannya dari tengkukku segera, aku cemberut. Meraih tangannya lagi ke tengkuk, terlalu menikmati sentuhannya.

“Dia sahabatku.” Lisa menjawab dengan yakin.

“Ah, tentu, sahabat.” Wanita itu terlihat tak yakin saat Lisa kini berpindah mengusap bahuku dan aku bersandar di pundaknya. “Aku Yuna, tim kreatif dari bazaar.”

“Aku sudah mendengar tentangmu.” Kataku tersenyum tipis.

Aku berharap kami hanya berduaan saja di sini. Aku sangat ingin membahas tentang kencan kami. Mendapati wanita lain di ruangannya agak menggangguku.

“Baik, Lisa. Sepertinya aku akan kembali lagi besok di jam yang sama, ya?” Yuna kembali mengalihkan pandangannya pada Lisa.

“Tentu. Terima kasih, aku sangat menunggu teleponmu.”

Keningku berkerut mendengar jawabannya. Lisa berdiri, mengantar Yuna pergi dari studionya dan aku melihat sekeliling.

Memperhatikan setiap foto yang tergantung di ruangan ini sampai Lisa kembali masuk dan aku berbalik. Mendorong Lisa duduk dan aku mengangkangi pangkuannya.

JENLISA - Lili bite me (gip) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang