Alina Dewira

36 1 0
                                    

"Alina Dewiraaaa!!!"

Septa berteriak dari tempat duduknya. Siswa berpakaian rapih serta rambut yang dikuncir dengan banyak cabang itu bertolak pinggang kesal.

Alina. Sebagai tersangka hanya terkekeh memamerkan senyum kemenangan. Ia berhasil membuat mahakarya di rambut Septa yang semula orangnya sedang tidur.

Gevinci, teman sekelas yang kebetulan kursinya sedang ia pinjam juga ikut tertawa melihat dua teman di kelasnya.
Alina yang melihat Septa sudah selesai melepaskan semua ikatan cabang yang ia buat tadi bersiap untuk menghindar. Septa sudah pasti akan mengejarnya dan memberikannya jambakan maut milik gadis itu.

"Alina!" Septa sudah keluar dari lingkar kursinya. Mata siswi dengan rambut yang mengembang dan acak-acakan itu terhunus tajam pada Alina.

"Apa sayang?" dengan santai Alina menjawab.

"SINI LO, SETAN!" bersamaan dengan teriakan itu, Septa mengejar Alina yang sudah lari terlebih dahulu.

Kedua remaja itu saling mengejar dengan salah satu menghindar. Alina terus berlari, menaiki kursi, meja bahkan tidak segan menjadikan tubuh teman sekelasnya sebagai tameng.

Septa yang kesal karena Alina tidak juga tertangkap, akhirnya meleparkan sebuah botol bekas yang ada di atas meja yang di yakinin milik Gusti.

Lemparan itu meleset. Kesempatan yang ada Alina ambil untuk lari keluar kelas. Septa mengikuti gadis dengan rambut berkuncir satu itu yang sudah keluar kelas.

Di perbelokan, Alina tidak sengaja menabrak tubuh seseorang. "Maaf, Bar, maaf!" katanya sambil berlari.

Orang itu memperhatikan Alina dan juga Septa yang baru saja berlari melewatinya begitu saja seperti seekor kucing dan tikus.

Seseorang di samping Akbar menggeleng heran. Ia ikut terkekeh melihat aksi teman sekelasnya yang memang ajaib.

"Pacar lo ada aja tingkahnya, Bar." ujar Jovan sambil menepuk pundak Akbar.

Akbar acuh. Dengan wajah masa bodonya lelaki itu pergi meninggalkan Jovan yang masih diam di tempat.

***

Di depan toilet, Septa berhasil membekuk Alina. Gadis itu menarik rambut Alina berulang kali dan berulang kali juga Alina berteriak meminta ampun. Tetapi Septa belum juga melepaskan tangannya dari rambut Alina.

Sambil meringis tawa, Alina berusaha melepaskan tangan Septa, tapi tenaganya kalah besar dengan tenaga milik Septa.

"Ta, ampun, Ta!" Alina memohon.

"Ga ada ampun-ampunan buat lo!" kekeuh Septa. Gadis itu mencoba membalas perbuatan Alina dengan cara mengacak-acak rambut milik temannya. Septa ingin buat rambut Alina seperti sapu ijuk.

"Septa tai! Rambut gue baru gue catok semalem, setan!" erang Alina. Gadis itu mendorong Septa kesal. Keduanya terpisahkan.

Alina menatap kesal Septa sementara Septa menatap Alina puas.

Septa bangun dari duduk lesehannya. Membenarkan seragam dan juga tatanan rambutnya yang sudah tidak karuan.

"Bangke lo!" maki Alina yang masih terduduk.

"Apa sih Lin. Pagi-pagi udah ngereog aja?" seseorang keluar dari bilik toilet yang ada di dekat mereka.

Baik Alina atau Septa terkejut melihat satu teman mereka yang tiba-tiba muncul.
"Lah, sejak kapan lo ke kamar mandi, nyet?" Vivi menatap heran Alina yang bertanya.

"Lah, tadi kan gue bilang sama lo, Lin. Gue mau nabung."

"Nabung tai aja bangga!" sambil menimpali ucapan Vivi, Septa membantu Alina yang masih terduduk malas di atas lantai.

Tragedi Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang