[72] 𝑩𝒓𝒆𝒂𝒌

137 14 0
                                    

Sudah hampir seminggu kejadian pelecehan itu terjadi. Sejak saat itu juga Kanes menutup diri dari siapapun. Gadis itu hanya duduk melamun di ranjang rumah sakit setiap hari.

Menolak siapapun yang ingin berkunjung bahkan Ayah nya sendiri tidak di perbolehkan masuk oleh gadis itu.

Sejak mereka berhasil meringkus Raina beberapa hari yang lalu, beban mereka sedikit berkurang karena setidaknya para pelaku sudah di berikan hukuman walaupun hal itu tidak bisa mengubah apapun.

Mereka bergantian menjaga Kanes dari luar ruangan, tetapi tanpa Kalandra. Setelah kejadian malam itu, Kalandra seakan menjauh. Enggan untuk hanya bertemu dengan mereka.

"Kenapa kita malah pecah kaya gini ya?" tanya Romeo tersenyum miris.

Raja menghela nafas panjang, "Gue ngga pernah nyuruh Kalandra buat ngejauh, gue cuma kecewa sama dia,"

Azran menepuk bahu Raja pelan seraya tersenyum kecil. Pemuda itu bangkit lalu menatap kearah Raja.

"Biar gue ngomong sama Kalandra, titip Kanes bentar ya,"

Kedua pemuda itu menatap punggung Azran yang menghilang di balik tembok. Atensinya beralih saat Miko tiba dengan wajah lelahnya.

"Om," sapa Raja seraya bangkit dari duduknya.

Miko hanya tersenyum kecil, matanya menatap sendu pintu ruangan yang terus tertutup. Hanya seorang suster yang bisa masuk sejak kejadian malam itu.

Bahkan untuk menatap wajah sang putri saja Miko tidak bisa. Berulang kali hatinya mengatakan bahwa ini adalah salahnya. Miko tidak bisa menjaga permata kecil peninggalan sang istri.

"Sabar ya om, pasti Kanes baik-baik aja. Dia cuma butuh waktu untuk sendiri," ucap Romeo berusaha menenangkan Miko.

Miko terduduk lesu, "Saya udah gagal jadi Ayah buat semua anak-anak saya,"

Raja ikut duduk di samping Miko, "Om bakal gagal kalo om terus-terusan menyesal dan menyalahkan diri sendiri kaya gini,"

"Kalo om jadi lemah kaya gini Kanes harus bertumpu sama siapa?" tanya Romeo dengan senyuman di bibirnya.

...

Azran duduk dengan perasaan sedikit gelisah di cafe dekat rumah sakit. Pemuda itu mengajak Kalandra untuk bertemu guna meluruskan yang salah. Azran beberapa kali meremas jemarinya seraya melirik kearah pintu masuk.

Bertepatan dengan itu sering pemuda masuk ke dalam cafe dengan wajah yang tak kalah gugup.

"Maaf lama," ucap Kalandra seraya duduk di hadapan Azran.

Cukup lama mereka terjebak dalam keheningan yang mencekam. Azran menghela nafas kasar saat Kalandra terus menghindari kontak mata dengannya.

"Kal-

"Maaf zran," potong Kalandra cepat, matanya menyiratkan sebuah penyesalan yang teramat besar.

Azran hanya diam membiarkan Kalandra mengeluarkan isi hatinya.

"Maafin gue, gue yang salah. Maaf karna gue lancang naro perasaan sama lo, gue ngga waras karna udah jatuh cinta sama sahabat gue sendiri yang bahkan gendernya sama kaya gue," sesal Kalandra tanpa berani menatap langsung kearah Azran.

"Wajar kalo kalian kecewa sama gue, gue takut buat ketemu sama kalian lagi. Gue ngga siap di benci sama kalian," sambung Kalandra seraya mengangkat kepalanya yang sejak tadi tertunduk.

Dapat Azran lihat raut penyesalan di wajah Kalandra. Mata Kalandra memerah menahan air mata yang menggenang di pelupuk matanya.

Azran terbelalak saat baru menyadari terdapat beberapa lebam di wajah Kalandra.

EPHEMERAL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang