Prolog

701 62 31
                                    

Alunan musik klasik memenuhi setiap sudut rumah kaca diiringi semerbak bunga-bunga yang menari di udara. Seorang wanita ikut bersenandung, sesekali melompat, berputar atau merentangkan tangannya.

Ia berjalan riang dari satu sisi ke sisi lain. Sibuk menyiram, memetik dan memotong bunga-bunga. Wajahnya terlihat cerah dengan senyum yang tak lekang  dari bibirnya. Entah sudah berapa lama ia berkutat di rumah kaca sendirian. Ia terlihat tak terlalu mempedulikan waktu.

“Kakimu sudah sembuh?” Seorang pemuda mengejutkannya. Derap langkahnya tak terdengar sama sekali. Ia tak sadar kapan pemuda itu masuk.

“Oh, Luke kau sudah pulang,” serunya sembari meletakkan bunga yang baru dipetiknya pada sebuah ember besar. Dia menatap lamat-lamat adik laki-laki yang lebih tinggi darinya itu.

“Ya, beberapa menit yang lalu. Aku langsung ke sini karena tak menemukanmu di rumah.” Pemuda bernama Luke itu mengangkat ember penuh berisi bunga, lalu kembali mengajukan pertanyaan yang sama. “Kakimu benar-benar sudah sembuh?”

“Sudah. Kau tidak lihat barusan aku sudah bisa menari seperti balerina?”

“Sepertinya Galen merawatmu dengan baik.”

“Tentu saja. Dia kan kekasihku!”

Luke mengedikkan bahu. Ia berlalu sambil membawa ember berisi bunga. Sebelum pergi ia menekan tombol siram otomatis dan membuat wanita itu seketika mengomel.

“Kenapa kau menyalakannya? Aku sedang ingin menyiraminya dengan tanganku sendiri.”

“Berhentilah bermain-main, kau tidak mau membuka tokomu? Kudengar kau mendapat pesanan besar dari seorang turis. Bukankah kau harus segera mengerjakannya?”

“Kau dengar dari mana? Seingatku aku belum memberitahumu.” Wanita itu mengangkat ember lain dan berderap mengejar Luke.

“Oh ayolah Ve, memangnya ada hal tentangmu yang tidak kuketahui?”

“Sepertinya tidak ada.” Wanita itu mendengus. Pintu rumah kaca terbuka dan tertutup secara otomatis. Mereka kini berjalan menapaki salju menuju bangunan utama yang berada di depan rumah kaca. Bangunan itu terdiri dari dua lantai. Lantai pertama digunakan untuk toko bunga, sementara lantai atas dipakai untuk tempat tinggal. Ada bangunan kecil di sampingnya yang digunakan sebagai garasi mobil salju.

Luke meletakkan ember di samping meja, begitu pun dengan wanita itu. Mereka berdua lantas bersiap-siap untuk membuka toko.

“Ve, tadi aku berpapasan dengan Mr. Charlie dia bilang dia ingin memesan buket bunga tulip untuk nanti malam. Katanya untuk ulang tahun putrinya.”

“Oh, baiklah nanti akan kubuatkan.” Wanita itu segera mencatat pesanan Mr. Charlie pada sebuah layar hologram yang muncul ketika ia menekan salah satu tombol smartwatch miliknya. Smartwatch adalah gadget berbentuk jam tangan yang multifungsi.

Setelah itu ia mulai menata bunga-bunga yang tadi dipetiknya. Ia letakkan menurut jenisnya. Sementara Luke sedang berkutat dengan robot pembersih. Keduanya tampak serius menekuni pekerjaan masing-masing.

Mereka berdua adalah Florey bersaudara. Sang adik bernama Luke Florey, usianya baru 22 tahun. Sementara sang sulung sudah menginjak usia 27 tahun, namanya Verena Florey. Orang-orang biasa memanggilnya Ve. Mereka pemilik Happy Nature, satu-satunya toko bunga yang ada di Longnightbyen.

Toko bunga itu sangat terkenal, dan banyak beredar rumor kalau Happy Nature adalah rumah dewa karena bunga apapun yang dibeli dari sana pasti akan membawa kehangatan dan ketenangan pada sang pembeli.

Padahal sudah lama sejak orang-orang mulai melupakan keberadaan Dewa, tapi kini mereka malah percaya kalau Happy Nature adalah rumah Dewa, lebih tepatnya Dewa pembawa kebahagiaan.

Baik Verena maupun Luke tak pernah menyangkal rumor itu. Entah karena Luke yang tak terlalu peduli, atau karena Verena yang diam-diam mempercayai rumor itu.

Tak ada yang tahu—bahkan Luke sekalipun—kalau Verena selama ini merasa dirinya diberi kekuatan dewa. Verena tak bisa menjelaskannya, tapi kekuatannya nyata dan benar-benar bisa ia gunakan. Happy Nature bisa berdiri bertahun-tahun di tengah kota yang lebih mirip padang es ini berkat kekuatan yang dimilikinya.

Verena tak pernah mengatakannya pada siapapun sebab ia yakin tak akan ada yang percaya. Zaman yang ia tinggali adalah zaman dimana science dan teknologi menjadi landasan kehidupan, bukan zaman dewa-dewi yang penuh sihir dan cerita fantasi seperti kisah nenek moyangnya.

Verena sudah bertekad bahwa ia akan menyimpan sendiri rahasianya sampai mati.

Verena sudah bertekad bahwa ia akan menyimpan sendiri rahasianya sampai mati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Halo kali ini aku bawain cerita fantasy yang insyallah akan aku publish selama dua bulan ke depan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Halo kali ini aku bawain cerita fantasy yang insyallah akan aku publish selama dua bulan ke depan. Cerita ini bagian dari maple universe jadi bisa kalian kepoin juga cerita lainnya.

 Cerita ini bagian dari maple universe jadi bisa kalian kepoin juga cerita lainnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dan karena aku lebih terbiasa bikin AU jadi kali ini aku pakai Bluesy alias Jenrina sebagai cast/face claim Verena dan Galen, tapi buat kalian bebas kok mau bayangin siapa wkwk ini hanya untuk memudahkanku berimajinasi 😂

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dan karena aku lebih terbiasa bikin AU jadi kali ini aku pakai Bluesy alias Jenrina sebagai cast/face claim Verena dan Galen, tapi buat kalian bebas kok mau bayangin siapa wkwk ini hanya untuk memudahkanku berimajinasi 😂

Regards
Donna

Virgo: A Kind of Magic [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang