Verena masih terheran-heran melihat bunga snowdrop yang sudah layu kini kembali segar dengan sendirinya. Bertahun-tahun ia menjadi seorang florist, baru pertama kali ia mengalami hal seperti itu. Verena memang mempunyai kekuatan, tapi tidak untuk mengembalikan bunga yang sudah layu.
“Apa aku tak sengaja memetik bunga snowdrop yang baru?” tanyanya, tapi ia tahu kalau itu tidak mungkin. Bunga snowdrop ditanam di lantai 2, sementara dirinya tak sedikit pun mendekati anak tangga.
“Apa kekuatanku tiba-tiba bertambah?” tanyanya lagi. Kali ini ia mencari bunga layu dan menggenggamnya erat. Namun tak ada perubahan pada bunga itu, masih layu dan berwarna kecoklatan.
Verena terus mencobanya pada beberapa bunga, tapi hasilnya sama saja. Hanya bunga snowdrop yang diberikannya pada Gareth yang berubah.
“Oh!” Ia tersentak saat menyadari sesuatu.
Buru-buru Verena memetik setangkai bunga lain, yaitu bunga kesukaan Galen—white carnation—dan membawanya pada Gareth.
“Kau suka tehnya?” tanya Verena begitu melihat cangkir teh yang sudah kosong. “Aku menambahkan ekstra madu agar kau tidak protes.” Ia berdiri di depan Gareth sambil tersenyum.
Sementara Gareth hanya mengangguk. Untunglah ia menyukai teh chamomile, walau teh yang barusan ia minum terlalu manis untuknya, tapi Gareth tak protes karenaia tahu kembarannya memang menyukai rasa manis yang teramat.
“Oh, ya. Ini aku ambilkan carnation sebagai pengganti snowdrop yang sudah layu.”
Gareth terlihat bingung, tapi ia tetap menerima carnation yang Verena sodorkan. Ia tatap bunga itu. Terlihat mekar begitu indah, dan tampak segar. Gareth cukup mengenali berbagai macam bunga, karena itulah ia langsung mengetahui kalau itu adalah bunga carnation. Ia juga tahu kalau Galen memang menyukai carnation. Galen pernah cerita kalau Verena sering membawakannya bunga, sementara dia sendiri tak pernah memberi wanita itu bunga.
“Kau tahu, Verena mungkin sudah memiliki seluruh bunga yang ada di Hiddenland. Satu-satunya bunga yang bisa kuberikan hanyalah bunga bank,” gurau Galen suatu hari. “Jadi aku akan menabung dengan rajin.”
Sebenarnya Gareth tak pernah begitu mendengarkan cerita-cerita Galen, ia tak tertarik, tapi sekarang mendadak ia teringat semua ceritanya seolah dalam otaknya ada ruang khusus untuk menyimpan cerita Galen.
“Aku hanya ingin memberikan bunga ini, aku harus kembali bekerja. Kau istirahat saja di kamarku.”
Gareth menatap sosok Verena yang terburu-buru menuruni tangga. Setelah itu tatapannya kembali pada setangkai bunga carnation dalam genggamannya. Kali ini bunga itu tak langsung layu. Gareth sedikit lega karenanya.
Salju masih turun di luar sana. Gareth melamun seperti biasa. Perlahan rasa kantuk mulai menyerangnya. Sambil bersandar pada punggung sofa, Gareth memejamkan kedua mata. Untuk pertama kalinya sejak insiden itu ia merasakan sedikit ketenangan. Perasaannya tak terlalu bergejolak, seperti ada bongkahan es yang meredakan api di hatinya, tak sampai padam, tapi cukup meninggalkan rasa hangat yang nyaman, bukan panas membara.
Hari-hari berikutnya yang ia lewati bersama Verena cukup membuat perasaannya membaik. Mulanya Gareth merasa canggung, tapi wanita itu tak menyerah mendekatinya. Perlahan merobohkan dinding pertahanannya yang telah ia bangun sejak lama.
Ia pun mulai mengerti mengapa Galen begitu mencitai Verena. Wanita itu berbakat membuat orang lain merasa nyaman dengannya. Meski begitu, Gareth tak boleh ikut luluh. Ia harus kembali membangun tembok karena tujuannya kemari adalah untuk mengakhiri hubungan Galen dengan Verena agar kelak ia bisa hidup dengan bebas.
Ia tak boleh terikat pada kehidupan lama Galen, atau semua yang sudah ia lakukan akan berakhir sia-sia.
💐💐💐
KAMU SEDANG MEMBACA
Virgo: A Kind of Magic [END]
FantasySudah sejak lama mereka melupakan keberadaan Dewa, tapi kini mereka percaya kalau Happy Nature adalah rumah Dewa, lebih tepatnya Dewa kebahagiaan. Konon siapapun yang membeli bunga dari Happy Nature, dia akan merasakan kehangatan dan ketenangan. Rom...