“Tolong jaga toko sebentar ya, aku ingin mengantarkan pesanan.” Verena berujar sambil memakai jaket tebal dan melilitkan syal di lehernya.
“Kenapa tidak menyuruh Anne saja?” Luke muncul dari balik counter.
“Tak apa, aku memang sedang ingin keluar. Aku juga mau mampir ke supermarket.”
Luke mendesah pelan sambil memperhatikan punggung kakaknya yang menghilang di balik pintu.
Sementara Verena bersenandung riang dan masuk ke dalam snowcar miliknya. Ia terlihat senang karena sudah lama tak mengendarainya. Hampir dua minggu belakangan dia tak pernah keluar dari rumah karena cedera.
“Pertama-tama kita antar pesanan dulu, lalu pergi ke supermarket. Kalau ada waktu aku akan mampir ke rumah Galen.” Verena menginput lokasi tujuan lalu menyalakan fitur self-driving sehingga mobil tanpa roda itu langsung melaju tanpa perlu ia kemudikan manual.
Tak seperti wilayah lainnya, di Longnightbyen hanya memperbolehkan snowcar sebagai alat transportasi. Tak ada mobil terbang di sana, karena benda seperti itu dapat menakuti beruang kutub dan membuat mereka stres. Dulu sempat ada, tapi langsung dihentikan penggunaannya setelah dampak yang ditimbulkan.
Jadi meski teknologi sudah sangat berkembang, Longnightbyen sebisa mungkin menjaganya agar tetap asri. Longnightbyen hanya menggunakan teknologi ramah lingkungan seperti snowcar. Mobil itu dirancang khusus untuk wilayah bersalju sebagai bentuk kereta luncur versi modern. Snowcar sangat berguna karena di Longnightbyen hampir semua daratan tertutupi es sepanjang tahun.
Verena melongok ke arah jendela. Lampu-lampu menyala terang berderang di sepanjang jalanan yang sepi. Mobil itu melaju melewati menara jam yang tengah menunjukkan angka empat. Meski belum masuk waktu malam, tapi saat ini musim dingin sudah dimulai artinya Longnightbyen akan berada dalam fase polar night selama tiga bulan ke depan.
Ketika polar night tiba, matahari tak akan terbit di wilayah ini. Longnightbyen akan diselimuti kegelapan, tapi aurora akan mudah terlihat. Itulah keistimewaan kota ini yang banyak diburu oleh para wisatawan.
Verena sudah tinggal di Longnightbyen selama belasan tahun. Ia menyukai kota ini dan tak ada keinginan untuk pindah. Longnightbyen cocok untuk orang-orang yang suka ketenangan. Jauh dari hiruk piruk metropolitan, kemacetan atau polusi yang semakin menjadi-jadi.
Lima menit kemudian mobil saljunya berhenti di depan sebuah rumah bercat coklat muda. Verena turun sambil membawa buket bunga tulip segar yang baru dipetiknya tadi pagi. Seorang pria langsung menyambutnya dengan senyuman lebar.
“Kukira Anne yang akan mengantarnya.” Mr. Charlie menerima buket yang Verena serahkan.
“Kebetulan aku ada urusan, jadi sekalian saja kuantar.”
“Terima kasih Ve. Bunganya sangat cantik. Omong-omong kakimu sudah sembuh?” Pria itu menunduk menatap kaki Verena yang sudah bisa berdiri tegak.
“Sudah,” jawab Verena lalu berpamitan. Kabar tentang cedera Verena sepertinya sudah menyeber ke seluruh kota. Di tempat kecil seperti ini kabar apapun memang cepat menyebar.
Tempat selanjutnya yang Verena datangi adalah sebuah hotel bergaya retro yang terlihat mencolok bahkan dari kejauhan. Pemesannya adalah seorang turis asal Amricana. Dia memesan buket bunga mawar besar untuk kekasihnya, katanya dia hendak melamarnya dan buket yang Verena buat akan menjadi saksi bisu romantisme mereka.
“Terima kasih untuk bunganya, cantik sekali. Kekasihku pasti akan suka.”
Verena tersenyum lembut. “Semoga berhasil,” katanya memberi sedikit semangat. Ia bisa melihat ketegangan yang tersirat di wajah pria itu. Verena turut mendoakan semoga hasilnya sesuai harapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Virgo: A Kind of Magic [END]
ФэнтезиSudah sejak lama mereka melupakan keberadaan Dewa, tapi kini mereka percaya kalau Happy Nature adalah rumah Dewa, lebih tepatnya Dewa kebahagiaan. Konon siapapun yang membeli bunga dari Happy Nature, dia akan merasakan kehangatan dan ketenangan. Rom...