Menjelang tanggal 25 Desember adalah masa-masa tersibuk Happy Flower karena pesanan tiba-tiba membludak. Terutama pesanan bunga poinsettia yang biasa dijadikan dekorasi saat natal.
Sejak pagi Verena, Luke dan Anne sudah sibuk. Biasanya Galen akan datang membantu, tapi kali ini tidak sebab ia masih menenangkan diri di Britia.
Tangan Luke dengan cekatan mengambil pot kecil, menanam poinsettia dan menimbunnya dengan tanah. Setelah itu Verena akan menghiasnya kemudian Anne yang bertugas mengantarkan pesanan-pesanan itu.
Ada juga yang hanya dimasukkan ke dalam keranjang anyaman dan dipadukan dengan bunga-bunga lain atau yang hanya diikat dan dibungkus, atau yang dimasukkan ke dalam vas bening yang di dalamnya sudah berisi lumut atau ornamen natal.
Verena juga menerima pesanan wreaths, yaitu rangkaian bunga yang disusun manis membentuk lingkaran. Biasanya digunakan untuk menghiasi dinding, pintu atau jendela rumah. Tak hanya bunga, Verena juga menambahkan dedaunan hijau dan pita merah menyala agar hasilnya terlihat lebih menarik.
“Sudah semua,” seru Luke setelah menghitung jumlah pot poinsettia yang sudah ia siapkan. Kali ini yang memesannya adalah hotel Jomfruen. Verena mendapat pesanan itu sudah lama, tepatnya ketika ia dan Galen menginap di sana. Waktu itu ia tak sengaja bertemu manajer hotelnya dan sempat berbincang sebentar. Saat mengetahui kalau Verena adalah pemilik Happy Flower, manajer tersebut langsung memesan 20 pot bunga poinsettia untuk natal. Karena itulah Verena tak bisa membatalkannya, apalagi ia sudah dibayar dimuka.
“Oke, Anne tolong antarkan ya!” Robot perempuan itu mengangguk.
“Nah, sekarang apalagi?”
Verena menekan tombol smartwatch di tangannya hingga layar hologram muncul yang menampilkan list pesanan Happy Flower.
“Membuat wreaths.”
“Hanya itu?”
“Yang memesan ada 25 orang.”
“Shit!” Luke seketika terduduk lemas. Ia melepas sarung tangannya dan mengambil botol minuman di sampingnya. “Beberapa hari terakhir ini sudah berapa kali kita membuat wreaths?”
“Tak terhitung. Jari-jariku rasanya sudah mau copot.” Verena merentangkan jari-jarinya yang terbalut sarung tangan.
“Sepertinya semua penduduk Longnightbyen memesan bunga pada kita.”
Verena hanya tersenyum tanpa membantah. Keberadaan Happy Flower memang sepenting itu di Longnighbyen, apalagi di hari khusus seperti natal atau tahun baru. Kota putih yang serupa bongkahan es raksasa ini akan terlihat lebih berwarna dan bau bunga tercium dari mana-mana.
Sebenarnya Luke sudah menyarankan Verena untuk memperkerjakan orang lain dan membeli robot baru atau peralatan untuk merangkai bunga, tapi Verena menolaknya. Ia khawatir kekuatannya terungkap apabila ada orang lain yang bekerja di Happy Natute, dan ia tak mau memperkerjakan robot atau peralatan apapun—selain yang ada di rumah kaca—untuk membantunya, karena bagi Verena menjual bunga sama seperti membagikan kebahagiaan. Dia melayani pelanggannya sepenuh hati, karena itu lah apapun pesanannya Verena akan mengerjakannya dengan kedua tangannya sendiri. Lagi pula cara kerja Happy Nature memang hanya dirancang untuknya.
Selain itu setiap bunga yang dijualnya mengandung kekuatan sihir. Ia harus menyentuh langsung bunganya untuk menyalurkannya. Meski kekuatan yang ia miliki termasuk lemah, tapi sejauh ini ia bisa menggunakannya tanpa batas atau pun efek samping pada tubuhnya.
Karena itu Verena tetap bersyukur akan kekuatan yang dimilikinya. Setidaknya ia bisa membuat perasaan seseorang menjadi lebih baik.
“Oh, ya selain itu masih ada 3 buket bunga dan 10 preserved flowers, tapi yang terakhir sudah kukerjakan semalam. Jadi kita tinggal membuat wreaths dan 2 buket mawar dan 1 buket lily.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Virgo: A Kind of Magic [END]
FantasíaSudah sejak lama mereka melupakan keberadaan Dewa, tapi kini mereka percaya kalau Happy Nature adalah rumah Dewa, lebih tepatnya Dewa kebahagiaan. Konon siapapun yang membeli bunga dari Happy Nature, dia akan merasakan kehangatan dan ketenangan. Rom...