💐 Hawthorne

90 19 21
                                    

Verena tetap berada di GSV setelah menyuruh Anne pulang untuk merawat Gareth yang masih tak sadarkan diri. Ia diajak berkeliling oleh pria yang tadi menyambutnya. Omong-omong kini ia tahu namanya, Rusell Volhard. Pria asal Amricana yang sudah mengabdi di GSV sejak lulus kuliah di usia yang sangat muda.

“Happy Nature sepertinya bisa dibilang GSV khusus bunga. Aku dengar kau menjual banyak jenis bunga yang bahkan mustahil bisa tumbuh di tanah beku Longnightbyen,” kata Rusell. Jaket merahnya ia tinggalkan di ruangan tadi.

“Ya, aku punya peralatan khusus.”

Setelah berkeliling ke beberapa tempat, Rusell membawa Verena ke sebuah ruangan yang cukup jauh berada di dalam GSV. Ruangan itu lebih luas dari ruangan tempat mereka mengobrol sebelumnya. Di sana terdapat beberapa komputer hologram yang menyala dan berbagai peralatan yang tak Verena ketahui.

“Sialan Rusell, kemana saja kau?” Seorang pria menjitak kepala Rusell tepat beberapa detik setelah mereka masuk ke dalam ruangan itu.

“Bersikap sopanlah Fred, kau tidak lihat ada tamu di sebelahku?” Pria bernama Fred itu menoleh pada Verena dan mengerjap bingung.

“Tidak mungkin dia kekasihmu kan? Dia terlalu cantik untukmu.”

“Sialan kau!” Giliran Rusell yang menjitak kepalanya.

Dua orang lainnya yang semula fokus melototi layar hologram, kini ikut menatap Verena dan memindainya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Mereka tak sadar malau Verena juga tengah mengamati—lebih tepatnya mengamati aura mereka. Verena tak ingin tiba-tiba bertemu orang jahat di situasi yang sudah cukup mengerikan ini.

Oke aman. Verena mengangguk kecil. Walau ia masih bisa merasakan perasaan negatif di sekitar mereka, tapi ia yakin itu bukan sesuatu yang berbahaya.

“Ini Miss Florey—”

“Panggil Verena saja atau Ve,” sela Verena.

“Ya, ini Verena Florey pemilik rumah yang selamat itu. Tadi sore dia datang kemari bersama pelayan robotnya.”

Mereka menggumam 'ooh' serempak seolah ada seorang konduktor yang memberi aba-aba.

“Beruntung sekali kau bisa selamat dari terjangan gelombang raksasa itu,” celetuk wanita berambut pirang. Wajahnya terlihat muram. Verena bisa melihat auranya diliputi kesedihan yang mendalam. Verena sudah terbiasa melihat aura itu.

“Tunangannya menghilang diterjang gelombang itu,” jelas wanita satunya. “Kami yang berada di sini cukup beruntung karena bisa selamat, tapi keluarga kami, teman-teman kami, kami tak tahu apakah mereka selamat atau tidak. Kemungkinannya kecil sekali.”

Suasana di salam ruangan itu mendadak suram begitu wanita berambut pendek itu menyelesaikan ucapannya. Verena jadi merasa agak bersalah karena hanya dirinya yang selamat.

“Apa itu?” tanya Verena tiba-tiba saat melihat layar hologram di depan wanita rambut pirang yang sedang menayangkan sebuah rekaman tanpa suara.

“Ini rekaman kejadian dua hari yang lalu.”

“Boleh aku melihatnya?” tanya Verena. Ia hanya bisa menyaksikan kejadian waktu itu di dalam rumah kacanya. Ia penasaran apa yang terjadi di luar sana.

“Tentu.” Wanita itu mempersilakan Verena duduk. Verena sempat melihat name tag bertuliskan Klein Champbell pada jas yang dikenakannya. Dia mengulang rekaman dari awal agar Verena bisa melihat semuanya, dia juga mengaktifkan suaranya.

Sekarang layar hologram itu menampilkan pemandangan pelabuhan Longnightbyen yang dipenuhi salju dan bongkahan es. Di kejauhan sana kegelapan lautan terlihat menyeramkan. Pelabuan itu sepi, jam operasi kapal baru buka pukul delapan pagi. Hanya ada penjaga pelabuhan di sana yang sedang berpatroli. Pelabuhan di Longnightbyen memang tidak sesibuk pelabuhan di kota lain. Hanya pada bulan-bulan tertentu saja pelabuhan terlihat ramai oleh wisatawan.

Virgo: A Kind of Magic [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang