#2

60 5 0
                                    

"Kak..." panggilan Arnold yang menahan sakit itu membuat Rey segera mendekatinya. Dia menyentuh pelan pipi Arnold dan tersenyum lega merasa hawa panas yang tadi dia rasakan sedikit menurun.

"Demam lo udah turun untungnya. Mau minum?" Rey menuangkan air putih ke dalam gelas yang sudah disediakan. Dia melihat Arnold yang diam saja mengawasinya. "Kenapa?"

"Ini mimpi atau kenyataan?" pertanyaan polos Arnold itu membuat Rey tersenyum. Dia mengusap surai coklat adiknya itu dengan sayang.

"Ini kenyataan, Arnold" bisiknya. "Ayo duduk sebentar untuk makan dan minum obat, hm?"

"...gue kangen lo, kak" bisik Arnold saat Rey membantunya untuk duduk. Rey diam tidak menjawab, rasa bersalahnya semakin besar.

"Kak"

"Hm?"

"...suapin?"

"Lo yakin umur lo udah 15 tahun?" namun Rey masih menuruti permintaan adiknya yang sakit itu. Memang sudah lama sekali dia tidak menemui adiknya ini. Karena ketika dia masuk SMA, dia justru memilih sekolah yang jauh dari rumah dan saat sekarang dia sudah menjadi mahasiswa tahun pertama, dia juga memilih Universitas di dekat SMA nya.

"Gimana sekolah lo? Bukannya bakal ada ujian semester?" tanya Rey di sela-sela kegiatannya menyuapi Arnold.

"Minggu depan. Kakak udah ujian?"

"Hm... untuk ujian, udah selesai semua minggu kemarin. Sekarang lagi ngerjain tugas dan projek bareng Zeus"

Arnold tersenyum pahit. "Kakak gak usah bohong, gue gak akan maksa kakak buat tetep tinggal di sini lebih lama" ucapnya membuat Rey merasa sangat bersalah. Dia merasa dia hanya akan menambah beban ayah tirinya saja jika dia terus tinggal bersama di rumah ini dan dia memang ingin hidup bebas sejak kecil. Jika saja tidak karena rengekan Arnold yang ingin bertemu, dia mungkin tidak akan datang ke rumah ini.

"...ya, maaf"

Di tengah keheningan yang canggung antara dua saudara itu, bel di rumah berbunyi nyaring memecah keheningan. "Itu pasti Rue" kata Arnold.

"Rue?"

"Temen sekolah gue. Maaf, kak. Tapi, gue mau minta tolong bukain pintu buat mereka. Mereka udah tau kamar gue, kok"

"Oke. Selama gue pergi, lo bisa minum obat ini 'kan?"

"Ya, makasih, kak"

Luella atau biasa dipanggil Rue adalah teman sebangku Arnold. Sosok cewek tomboy nan ceria dengan senyum uniknya di mana terbentuk lesung pipi seolah seperti kumis kucing di pipinya. Dia juga orang kedua terpintar di kelas mereka setelah Arnold.

Cewek itu datang bersama Ben dan Zion, dua sahabat Arnold sejak SMP sehingga Rey mengenali mereka. Apalagi Zion langsung berkata pada Rey seolah dia adalah bapak-bapak yang melihat anak temannya yang sudah tumbuh dewasa.

"Karena kalian udah dateng, gue pamit pulang. Arnold, gue pulang dulu" pamit Rey yang sudah mengambil jaket dan tasnya. Arnold tampak kecewa namun dengan terpaksa menganggukkan kepalanya.

"Gak" kata Rue. Dia mengeluarkan beberapa buku dan tumpukan kertas dari dalam tasnya dan memberikannya pada Rey. "Kita cuma pengen kasih ini ke Arnold terus pulang, kak. Kita gak mau ganggu waktu istirahat Arnold"

"...ya?"

"Kalian udah lama gak ketemu 'kan? Kita masih bisa ketemu besok atau lusa di sekolah, jadi gak apa-apa" kata Rue lagi membuat Rey tidak bisa mengatakan apapun. Cewek itu menarik Ben dan Zion yang tampak masih ingin di sini pergi.

Rey masih terpaku. Biasanya dia akan memarahi siapapun yang melawannya seperti ini, namun entah mengapa dia tidak bisa melawan ucapan Rue sama sekali. Tatapan, ucapan, dan nada yang cewek itu berikan seolah menyihirnya untuk diam dan menurut saja. Terutama tatapannya yang seolah menyiratkan sesuatu dan mengusik kedamaian Rey.

.....

.

END OF FIRSTMEET

.

.....

"Kak..." panggil Arnold yang sudah menunggu satu jam di depan rumah kakaknya. Padahal dia sudah diberi kunci cadangan, namun dia tetap saja bertindak seolah Rey tidak menerimanya. Apakah ini salah satu bentuk caranya menunjukkan bahwa dia menghormati batasan yang Rey berikan padanya selama ini?

"Bukannya lo udah mulai magang hari ini?"

"Ya, tapi gue izin sehari dulu" aku Arnold dengan riang mengikuti Rey seperti anak anjing penurut.

"Gue gak apa-apa" kata Rey duduk di sofa panjang di ruang tamu. Arnold mengikuti sambil memainkan hp nya. Tidak lama, dia menunjukkan foto ruang kerja Rey yang berantakan tanda bahwa kakaknya itu tidak baik-baik saja.

"Gue gak akan lama. Besok pagi gue bakal pergi lagi, kok" kata Arnold sebelum Rey memberikan alasan.

"Great" sahut Felix yang sejak tadi diam mengawasi kakak beradik itu. "Bisa lo jagain dia hari ini? Gue ada meeting sama klien ntar sore"

"Gue paling tua di sini" peringat Rey yang diabaikan keduanya.

"Arnold, lo udah sarapan?"

"Belum, tapi gue pesen sandwich. Lo mau?"

"Berapa yang lo pesen sampe lo tawarin ke gue? Tapi kebetulan, gue belum sarapan"

"Kalo lo kak?" Arnold kembali memperhatikan kakak kandungnya itu.

"Kalian sarapan aja, gue mau tidur"

"Oke. Gue bangunin siang nanti"

Rey meninggalkan sepupu dan adiknya yang menikmati sarapan mereka di dapur sedangkan dia memasuki kamar yang dipenuhi dengan peralatan khusus kucing.

"Reno..." seekor kucing dengan jenis burma dengan bulu berwarna abu-abu muda serta mata emasnya yang mengawasi Rey dari tempat tidurnya yang berwarna hijau pastel dan putih menggerakkan ekornya.

Rey tersenyum melihat bagaimana kucing kesayangannya itu diam saja mengawasinya namun tampak sangat ingin Rey mendekat. Dia mengalah, duduk di depan kucingnya yang kini sudah dalam posisi duduk. Satu kakinya terangkat, menunjuk tangan kiri Rey yang diberi gips.

"Mimpi buruk itu dateng lagi, Reno" bisiknya. Kucing yang sebenarnya pemberian dari seseorang itu melompat ke kaki Rey dan berbaring di sana dengan nyaman. Begitulah caranya menunjukkan bahwa dia peduli pada pemiliknya.

"Kayak gue yang nyamperin lo duluan, haruskah gue nyamperin dia duluan lagi? Reno..." bisik Rey dan menangis sambil memeluk kucingnya itu. 

.....

.

To the next part >>>>

.

.....

[✓] Leeknow | LimboTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang