𝐂𝐇𝐀𝐏𝐓𝐄𝐑~𝟐𝟕

426 24 2
                                    

Assalamu'alaikum🥰

Gimana kabar kalian Bre? Sehat?
Aku di sini mau minta maaf, karena udah lamaaa banget nggak up cerita ini, maafin yaaa🥰

Sebenarnya aku udah tulis cerita ini sampai beberapa chapter, hanya saja belum aku edit, karena aku banyak kesibukan lain, sekali lagi aku minta maaf yaa man temaannn😭🙏🏻

Oke, sekarang buat kalian yang udah lupa sama cerita ini, bisa baca chapter sebelumnya dulu, supaya kalian tidak bingung nantinya☺️

Vote dulu yaaa ❤️

Thanks & Happy reading💕

•◦•❈•◦•

Sepulang dari sekolah, Athar dan Resti langsung bergegas menuju rumah sakit sesuai dengan rencana mereka semalam. Di dalam ruangan serba warna putih itu, Athar duduk terdiam dengan menundukkan kepalanya, menunggu hasil tes yang telah ia lakukan beberapa menit yang lalu.

Resti tak henti-hentinya berdo'a di dalam hati untuk kebaikan putranya itu. Semoga saja, apa yang ia khawatirkan semalam tidak terjadi. Resti benar-benar takut jika putranya harus mengalami kejadian pahit yang telah menimpa lima tahun yang lalu. Kejadian yang benar-benar membuat Athar trauma dengan segala hal yang berhubungan dengan rumah sakit.

Tak berselang waktu yang lama, Dokter Fadhil memasuki ruangan itu dengan membawa sebuah amplop cokelat yang berisi beberapa dokumen tentang diagnosa hasil tes darah Athar.

"Selamat siang," sapa Dokter Fadhil dengan ramah.

"Siang, Dok," jawab Athar.

"Gimana hasilnya, Dok?" tanya Resti antusias, benar-benar ingin segera mengetahui hasil tes tersebut.

Senyum Dokter Fadhil memudar seketika setelah mendengar pertanyaan itu. "Sangat berat rasanya untuk menyampaikan hasil diagnosa Athar hari ini."

Sejak tadi, Athar hanya terdiam dan menunduk lesu tanpa ingin memberikan respond apapun terhadap apa yang telah diucapkan oleh Dokter Fadhil. Ia merasa bahwa dugaannya kali ini benar-benar terjadi lagi.

"Apa kalian sudah siap menerima hasil diagnosa ini?" tanya Dokter Fadhil untuk memastikan kembali. Resti dan Athar pun mengangguk secara bersamaan.

Dokter Fadhil kemudian memberikan selembar kertas itu kepada Resti dan Resti pun segera membuka lalu membacanya. "Apapun hasilnya nanti, terima dengan lapang dada ya, sayang?" bisik Resti menguatkan putranya sebelum membaca hasil diagnosa tersebut. Athar hanya menjawab dengan anggukan kepala.

Resti benar-benar terkejut bersamaan dengan kedua matanya yang berkaca-kaca ketika membaca hasil diagnosa itu, bahkan ia sudah tak mampu membendung air matanya lagi. Ternyata dugaannya semalam benar-benar terjadi. Ibu mana yang tak merasa sedih jika putranya harus kembali melewati masa-masa sulit yang hampir membuatnya putus asa menjalani hidup.

Resti lantas memeluk putranya itu dengan erat. "Sayang..., kita berjuang sama-sama lagi, ya?" ucapnya dengan suara serak yang masih terisak dalam tangis.

Athar sangat tercengang ketika mendengarnya. "Bilang Athar kalau ini semua hanya mimpi, Nda," ucap Athar lirih dengan tatapan mata kosong, layaknya orang yang belum bisa menerima kenyataan.

"Sayang...kamu anak baik. Tuhan tau kalau kamu mampu lewatin semua ini lagi."

Athar lalu melepas diri dari pelukan Resti dan beralih menatap Dokter Fadhil. "Athar mau bicara bukan sebagai pasien."

𝐀𝐓𝐇𝐀𝐑𝐀𝐙𝐊𝐀 [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang