18# Curi-curi Kesempatan

81 11 7
                                    

[Teenage Love]




"Ayaaahh, aku mau ke alfa dulu sebentar!" jerit Eva sambil melangkah cepat-cepat keluar dari rumahnya yang masih ramai ini padahal sudah selesai isya.

"Mau di anterin nggaaakk???" jerit Ayah Haekal membalas.

"Nggak!"

"O-okeeee, jangan lama-lama, ya."

Eva menoleh dan terkejut sendiri melihat Ayahnya ternyata sudah di ambang pintu saja, gadis itu memakai sendalnya lalu tersenyum.

"Oke, Ayah mau nitip?" tawar Eva membuat Ayah Haekal cengengesan lalu melangkah ke teras.

"Rokok-

"BUNDAAAAA--hmmpt!"

"Jangan bilang-bilang Bunda laaahhh, nanti kamu Ayah potong uang jajannya mau?"

Eva mendengus sambil menepis tangan si Ayah dari mulutnya, memang dasar si tukang ambyar ini. Padahal janjinya berhenti merokok pada si Bunda, ternyata diam-diam si Ayah Haekal ini merokok juga.

"Oke, aku nggak bakal bilang Bunda kok," ucap Eva sambil tersenyum manis membuat Ayah Haekal ikut tersenyum bahagia. "Tapi nggak bakal aku beliin juga rokoknya!" lanjutnya lalu berlari dengan cepat membuat Ayah Haekal tersedak sendiri melihat kelakuan anaknya yang diluar nalar.

Ada apa ini??? Sejak kapan Eva menjadi tengil seperti ini??? Rasa-rasanya kehidupan jamet Ayah Haekal dulu sudah tumbuh di diri Eva, hawanya begitu menyeramkan.

"Anak gue yang imut kemarin ke manaaa????" keluh Ayah Haekal sambil menatap sedih kepergian Eva yang hilang begitu cepat dari pandangan.

Sementara itu Eva sendiri memang sedang berlari menuju alfamart, hatinya gusar dan cemas. Lalu begitu sampai di alfamart, Eva menghampiri teman sekaligus pacarnya sedang duduk di salah satu meja sambil melamun entah karena apa.

Melihat Eva yang datang sambil berlari membuat Dery secara otomatis berdiri dengan panik, namun ketika ingin membawa Eva ke dalam pelukan dan memarahinya untuk tidak berlari-larian, Dery tersadar jika dirinya tak sendirian sekarang. Eva sendiri langsung berhambur ke pelukan Dera yang juga berdiri tak lama setelah Dery berdiri lebih dulu, tangis Dera pecah begitu saja.

"Lo nggak papa?" tanya Eva sambil mengeratkan pelukan disela usapan tangannya pada rambut Dera.

"Udah jelas kelihatan lagi nggak kenapa-kenapa malah ditanya," celetuk Dery yang entah kenapa jadi kesal sendiri melihat Eva lebih cepat menyadari adanya Dera ketimbang dirinya.

Eva lalu menoleh padanya, "diem nggak!" Yang ditegur tentu langsung diam dan manyun, takut juga sebenarnya.

Setelah itu tidak ada percakapan, Dera benar-benar hanya menangis tanpa menjawab pertanyaan Eva sebelumnya. Jengah sendiri menunggu, Dery lalu duduk dan melanjutkan lamunannya. Tentu melamunkan nasib keluarganya.

Dulu saat pertama kali Dery memergoki sang Mama dan Papanya bertengkar, Dery sama terpukulnya seperti Dera. Apalagi begitu mendengar Mama berkata bahwa seharusnya mereka tidak lahir, lalu bilang juga seharusnya Mama tidak hidup didampingi oleh Papa, memiliki keluarga dengan serba kepura-puraan dan lain sebagainya yang membuat Dery sempat membenci Mamanya sendiri itu.

Dery dan Dera itu terlahir menjadi orang yang berkepribadian yang sensitif, mereka mudah tersentuh hatinya pada hal sekecil apapun. Makanya, Dera sampai segininya dan bahkan tidak ingin pulang karena saking kecewanya. Dery sendiri sudah terlatih, tahu dirinya tak begitu diharapkan oleh sang Mama, Dery menjadi kepribadian yang dingin dan juga menyebalkan. Karena Dery pikir, untuk apa menjadi orang yang menyenangkan jika Mamanya sendiri tak suka padanya?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 22, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

teenage loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang