0.1

866 109 55
                                    

Penasaran nggak sih, gimana sepuluh cowok-cowok ini bisa berakhir tinggal satu asrama? Oke, kita sedikit throwback ke tujuh bulan lalu; dimana Universitas Bramaswara mengumumkan pembukaan fasilitas asrama.

Dengan berbagai alasan dan kepentingan, beberapa mahasiswa dan mahasiswi univ Bramaswara akhirnya mutusin untuk tinggal di asrama tersebut. Sama halnya dengan sepuluh penghuni ajaib gedung AB-2 ini.

Dan di sini lah mereka sekarang, sepuluh cowo dengan beberapa tas jinjing besar bahkan berbagai jenis koper yang jelas isinya adalah barang-barang untuk kepentingan menempati asrama. Setelah dianter dan mendengar arahan dari pengurus asrama, akhirnya mereka mutusin buat masuk dan ngumpul di ruang tengah.

"Gila, penghuni asrama begini ya modelannya?" ucap Sagit ke Hegio, yang diajak ngomong bingung, "Emang harusnya gimana?" Hegio nanya balik.

"Buset, nih ya, coba lo liat. Modelan kita ini beneran anak asrama, istilahnya beneran tinggal karena perlu. Bawaan juga banyak kayak diusir dari rumah, lah mereka? Apaan banget bawa koper? Mana kecil banget lagi," Hegio sweatdrop, emang salah ya bawa koper?

"Emang ada larangan buat bawa koper? Kan isinya sama-sama baju, anjir!" Hegio protes dong, aneh banget masa pindahan bawa koper di protes.

"Maksud gue bukan masalah kopernya," Sagit ngegantung kalimatnya, Hegio nungguin dengan komuk bingung, "Ah udahlah, lo nggak sefrekuensi sama gue!"

"Anjing? Gue nungguin loh!?" Hegio kesel, kesel kuadrat. Udah ditungguin mau ngomong apa, ternyata malah gak jadi. Alesannya karena nggak sefrekuensi lagi? Udah gitu Sagit main ninggalin aja, Hegio cuma senyum masam.

"Oit, mas mas tinggi yang di sana. Sini dong, ngumpul!"

Hegio noleh, merasa nggak ada orang lain lagi selain dia yang di depan pintu, akhirnya Hegio mutusin buat masuk.

"Nah, udah pas sepuluh orang." Ucap salah satu dari ke-sepuluh orang yang ada di situ, sizenya agak mungil dari yang lain.

"Gue nggak terlalu suka basa basi sebenernya, jadi mending sekarang kita kenalan dulu. Gue Melvin Arkatama, panggil aja Tama. Gue DKV angkatan dua puluh, gue harap kita bisa hidup rukun ya," Tama memulai sesi perkenalan.

Ucapan singkat Tama yang jadi pembuka topik pembicaraan sukses menarik atensi dan respon. Dari yang sebelumnya pada cuek dan malu, jadi pada semangat buat interaksi.

"Kalau gue Najuan, udah kenal dari lama sama Tama. Semester tiga hubungan internasional," kali ini giliran Juan, tapi ucapannya terdengar gantung. Bikin yang lain pada diem nungguin ucapan Juan yang dikira ada kelanjutannya.

Juan jadi canggung sendiri ngeliat respon yang lain, dia garuk tengkuknya yang sebenernya nggak gatel. Tama yang nyadar sohibnya itu lagi terjebak di situasi awkward akhirnya buka suara, "Lanjut aja, Juan sampe situ doang perkenalannya. Mohon dimaklumi ya anaknya emang suka malu-malu, paling besok udah malu-maluin," Juan yang denger Tama ngomong gitu cuma bisa senyum, pengen nendang.

"Oh gitu ya, bang? Salken bang Tama, bang Juan. Dan buat yang lain, kenalin gue Sagitarius A Navareza. Panggil aja Sagit, gue Jurusan ilmu komunikasi semester satu. Salken guys!" Sagit mengakhiri sesi perkenalan dirinya dengan dadah-dadah dan cengiran lebar.

Tama tertarik denger perkenalan Sagit, "Zodiak lo sagitarius?" dan pertanyaan Tama dapet gelengan dari Sagit, "Gue leo, bang."

Tama mingkem, nggak jadi excited.

Mi Casa ; xikersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang