Bali

807 133 5
                                    

Wajah Keynan jelas tampak bete berat melihat Bian berdiri mengobrol bersama Deon dan Kara. Kami masih menunggu Dhafa yang sedang ke toilet sebelum memasuki area boarding. Meski sempat melalui perdebatan panjang, akhrinya Dhafa mau menemaniku sebagai "bodyguard" Keynan ke Bali. Tentu, Keynan nggak memberikan tugas itu secara cuma-cuma. Ia berjanji akan memberikan Dhafa helm balap incarannya.

Tangan Keynan tak melepaskan ragkulannya pada pinggangku.

"Kamu keliatan nggak memiliki beban mau ninggalin saya di Jakarta."

Aku nyengir. Harus kuakui, aku memang sedikit mengharapkan bisa liburan dan bukan berarti aku memang ingin bebas dari Keynan. Aku bakal senang banget kalau Keynan bisa ikut bergabung, tapi seperti kita tahu bersama, tunanganku itu orang yang sangat sibuk.

Aku mengusap pipi Keynan. "Utuk utuk... Bapak Keynanku jangan ngambek gitu, dong. Aku cuma pergi 3 hari, nggak sampai berminggu-minggu kalau jadwal tur seminar kamu." Keynan melirikku kesal. Aku baru tahu kalau lelaki ini bisa bersikap kekanakan juga. 

Ketika Dhafa kembali, Keynan dengan enggan menyerahkan koperku dan membiarkanku pergi. Aku mengecup pipi Keynan sebelum masuk dan melambaikan tangan ke arahnya. Keynan membalas lambaian tanganku kaku dan tak beranjak dari posisinya sampai aku tak bisa lagi melihat sosoknya.

Waktu aku sedang mengantre di check in counter, Dhafa sempat berkata, "Mas Keynan kalau lagi ngambek serem banget. Kok Kakak masih bisa cengengesan gitu sih ninggalin dia?"

Lagi-lagi, aku cuma nyengir dan mengangkat bahuku. Mungkin aku sudah lumayan kebal dengan sikap Keynan?

****

Sesampainya di hotel, sesuai permintaan Keynan, aku langsung menghubunginya.

"Iya, ini baru sampai." Aku menyibakkan tirai jendela dan membuka pintu menuju balkon. Tampak jelas pemandangan pantai di depanku. Aku menghirup udara dalam-dalam menikmati udara yang segar.

"Nggak ada acara pergi malam-malam ke bar ya, Dafeeya."

"Jadi kalau pagi dini hari boleh?" candaku, tapi sepertinya suasana hati Keynan masih belum mengalami perbaikan.

"Saya bakal langsung jemput kamu ke bar itu kalau sampai terjadi," ancam Keynan seram.

Aku terkekeh. "Chill, Keynan. Aku nggak sampai kehilangan akal sehat juga buat mabok-mabokan di sini."

"Kamu sekamar sama siapa?" tanyanya lagi.

"Kara. Dhafa dapat kamar sendiri, thanks to sponsor dari Bapak Keynan."

Kudengar Keynan menarik napas kesal waktu rekan kerjanya memintanya untuk kembali bergabung ke dalam rapat entah apa itu, sehingga ia terpaksa memutus panggilan kami. 

"Pak Keynan?"

Aku memutar tubuhku, melihat Kara sedang menggantungkan kardigannya di lemari. Aku mengangguk. Kulihat Kara sudah mengganti celana panjang kargo yang dikenakannya tadi dengan celana kain superpendek dipadukan dengan crop tanktop yang nyaris seperti bikini, siap turun ke pantai. Kalau aku mengikuti gaya berpakaian Kara, sudah pasti Keynan akan langsung menyeretku pulang ke Jakarta.

"Lo mau ke pantai sekarang? Seterik ini?" tanyaku.

Kara menggeleng. "Nanti, agak sorean. Sekarang kita cari makan siang dulu. Bian dan Deon udah nunggu di bawah."

"Oh...," jawabku. "Terus pakaian lo begitu?"

Kara meraih kardigan tipis yang ada di dalam tasnya dan mengenakknya. "Nih, dah puas, lo? Gini-gini, gue juga masih takut sama tunangan lo yang sangar itu. Kalau tahu gue ngasih bad influence ke lo, bisa dihabisin gue."

The Great Teacher My FiancéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang