Ini makan malam terakhir sebelum Ibu, Bapak, Mas Brandon, Kak Tina, dan Abigail kembali ke Surabaya. Ya, kecuali Jane. Dia akan tetap tinggal di Jakarta untuk mencari pekerjaan. Berita, ehm, buruknya, uhuk...,
Jane akan tetap tinggal di rumah Keynan sementara waktu. Maksudku, sampai ia dapat pekerjaan dan mampu menyewa apartemen sendiri. Selain itu, Ibu da Bapak memang menitipkannya kepada Keynan sementara waktu.
Makan malam kali ini benar-benar hanya dihadiri oleh keluarga kami. Jane tidak lagi berulah. Setidaknya, malam ini dia jadi sepupu yang cukup baik. Jane bersedia duduk di dekat Abigail dan memotong-motong daging ayam untuknya, sementara aku duduk di sebelah Keynan, sibuk mengobrol dengan Mbak Tina dan Mas Brandon.
"Jadi bagaimana persiapan pernikahan kalian?" tanya Mas Brandon.
"Mulai dipersiapkan dengan serius," jawab Keynan seraya menyikut tubuhku.
Aku balas melirik Keynan. "Syukur sekarang Keynan sibuknya ngurusin nikahan, Mas," ledekku yang disambut wajah mesem-mesem Keynan. Uh, menggemaskan.
"Yang sabar, ya, Fey. Susah memang punya pasangan seperti Keynan," timpal Mbak Tina yang kuaminkan langsung.
"Mungkin Dafeeya harus belajar sabar menghadapi Keynan, seperti Kak Rianda," celetuk Jane tiba-tiba. Ekspresinya tampak cuek.
"Jane, Keynan dan Arianda tidak pernah berkencan," jelas Mbak Tina.
"Tapi mereka cocok," tambah Jane.
"Dan Arianda sudah menikah," tambah Keynan yang membuat Jane membungkam mulutnya. "Kamu harus berhenti membuat cerita fiksi penggemar untuk Arianda, Jane."
Jane memutar bola matanya malas, kemudian kurasankan tangan Keynan mengusap-usap punggungku pelan seakan menenangkanku. Aku melirik Keynan dan dia tersenyum amat manis kepadaku.
Selain obrolan tentang Rianda yang cukup memancing percikan, seluruh acara makan malam berlangsung menyenangkan. Besok pagi aku akan ikut Keynan mengantar Ibu, Bapak, Mbak Tina, Mas Brandon, dan Abigail ke bandara.
"Mungkin setelah ke bandara kita bisa mulai memindahkan barang-barang kamu ke rumah," ujar Keynan sementara ia mengantarku ke rumah usai acara makan malam.
"Bukannya besok kita ada janji ketemu pihak WO? Untuk bicara foto pra nikah?"
Keynan mengangguk, sepertinya ia lupa. "Oh, ya, betul. Kalau begitu, lusa saja. Mungkin Jane bersedia membantu."
Aku menarik napas panjang dan berhenti melangkah. Kuputar tubuhku menghadap Keynan. Lelaki itu menaikkan kedua alisnya memandangku.
"Keynan, aku bukan nggak senang dengan ide tersebut, tapi seperti yang kita tahu, aku rasa Jane belum bisa mengakrabkan diri denganku. Jadi, kurasa jangan terlalu memaksanya."
"Kamu baik-baik aja dengan kehadiran Jane?"
Aku mengangguk pelan kemudian tersenyum. "Mungkin aku butuh menghabiskan waktu lebih banyak dengan Jane biar lebih akrab."
Keynan mengangguk setuju. "Nah, sudah malam. Ayo masuk, sebelum Papa mulai meneror di depan jendela."
Aku tertawa mendengar kalimat Keynan. Hari ini keluargaku memang tak ikut makan malam karena kesibukan masing-masing. Papa dengan jadwal prakteknya, Dhafa dengan persiapannya untuk kuliah di Jepang--ya, dia memang akan mengikuti program pertukaran mahasiswa ke sana--dan Mama yang sepertinya kelelahan sejak kemarin dan butuh beristirahat di rumah.
"Jangan memandang ke luar jendela terlalu lama," ucap Keynan seraya mengedipkan sebelah mata menggodaku sebagai salam perpisahan.
Kurasa rasa percaya diri Keynan sudah meluap hingga batas tertinggi kalau itu soal rasa kagumku padanya. Hah. Menyebalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Great Teacher My Fiancé
RomansaA Sequel of "The Great Teacher My Love" Originally written by Fala "Kaleela" Amalina **** "Siapa bilang punya tunangan sempurna itu tugas yang mudah?" -Dafeeya- Setelah resmi dilamar oleh Keynan, hidup Dafeeya justru semakin rumit! Pasalnya, menjela...