After the Engagement

11.8K 1K 30
                                    


****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

****

Setiap orang pasti memiliki pencapaian dan keberuntungan dalam hidupnya, baik yang direncanakan maupun tidak. Memenangkan lomba, mendapatkan bos yang baik, masuk ke kampus impian, dan banyak hal lainnya. Bagiku, bertunangan dengan Keynan adalah salah satu pencapaian hidup yang tak kurencanakan. Seminggu sudah kami resmi bertunangan dan aku masih merasa takjub setiap kali melihat cincin berwarna biru di jari manisku.

"Melamun lagi, Dafeeya?"

Aku menoleh, melihat Keynan tersenyum seraya geleng-geleng kepala. Dia pasti menangkap basah aku sedang memperhatikan cincin pertunangan kami. Lagi. Sudah kali ketiga sejak cincin itu kukenakan secara resmi di depan keluargaku dan keluarga Keynan. Salah satu momen tak terlupakan dalam hidup ketika seorang lelaki meminangmu secara langsung di hadapan seluruh anggota keluarga.

And Keynan did. We are officially engaged.

Tangan kiri Keynan meraih tanganku, mengenggamnya, sementara tangan kanannya tetap pada kemudi. Kami sedang menuju kantorku di hari Senin pagi yang padat. Hari yang sempurna untuk menikmati obrolan panjang dalam mobil di antara kemacetan. Aku menoleh ke belakang, melihat beberapa setelan jas milik Keynan tergantung di mobil serta sebuah koper bertengger manis di bagasi.

Hari ini Keynan berangkat ke Medan, memulai tur seminar di beberapa kampus, untuk dua hingga tiga pekan ke depan. Nggak sepanjang minggu,sih. Ada beberapa hari di mana Keynan akan kembali ke Jakarta, tetapi hanya satu-dua hari.

"Kamu sudah lihat daftar wedding organizer yang aku kirim Jumat kemarin lewat email?"

Keynan bergumam pelan. "Hm...."

"Sudah nentuin mau ketemu yang mana? Aku sih rekomendasi yang nomor satu sampai tiga, soalnya kemarin waktu aku tanya-tanya sales-nya ramah dan responnya cepat."

"Kamu pilih aja yang mana, saya ikut rekomendasi kamu," jawab Keynan masih fokus pada jalanan.

Aku menarik tanganku dari tangan Keynan dan melipatnya di depan dada.

"Keynan, kamu nggak lagi berbicara sama asisten kamu, ya. Nadanya nggak perlu otoriter begitu," keluhku sebal.

Keynan tertawa, menoleh ke arahku hanya untuk mencubit hidungku gemas.

"Iya, Dafeeya. Maaf. Saya lagi mengingat-ingat isi email kamu, tapi terlalu banyak email yang saya terima sejak minggu lalu. Untuk urusan ini, saya serahkan sama kamu, ya?"

Aku mengembuskan napas berat kemudian mengangguk. Siapa bilang menjadi tunangan Keynan itu mudah? Apalagi sejak Keynan mulai serius mengembangkan bisnisnya juga. Ia jadi sepuluh kali lipat lebih sibuk dari biasanya. Sialnya, jadwal Keynan malah makin padat menjelang hari pernikahan kami.

Keynan menurunkanku tepat di lobi kantor, berjanji akan menjemputku kalau urusannya di kampus lebih cepat hari ini, setelah itu aku akan mengantarnya ke bandara. Biasanya Keynan selalu membukakan pintu mobil untukku, tapi pagi ini ia agak terburu-buru. Sehingga, setelah aku turun dari mobil, Keynan langsung memacu mobilnya pergi.

The Great Teacher My FiancéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang