Orang Baik

2.6K 473 29
                                    

"Membenci dan merindukan seseorang di saat bersamaan adalah hal yang menyebalkan. Maksudku, kamu Keynan. Siapa lagi?"

-Dafeeya Raihandoko-

****

"Lo benar-benar burnout semalam?"

Aku mengangguk seraya menesap jus melonku. Sesi makan siang ini aku menyeret Kara yang sejatinya memiliki kencan dengan gebetan barunya yang adalah seorang pengusaha di bidang food and beverage.

"Terus?" Lanjut Kara.

"Ya... kita nggak putus, kalau itu yang bikin lo penasaran," jawabku seraya melirik layar ponselku yang bersih dari notifikasi. Baru sehari memutuskan untuk menyendiri, aku sudah merindukan Keynan.

"ALHAMDULILLAH...," teriak Kara yang otomatis mengundang perhatian seluruh pengunjung kafe.

Aku hanya bisa menutup wajahku dengan kedua tangan. Lalu aku memohon kepada Kara untuk mengatupkan mulutnya. Aku tak ingin semua orang di ruangan ini melihatku bersama mata sembapku yang belum benar-benar hilang. Ketika pamit dengan papa dan mama pun aku sengaja mengenakan kaca mata hitam dengan alasan cuaca yang benar-benar terik membuatku silau.

"Jadi kalian baik-baik aja sekarang?" Tanya Kara kembali bersemangat.

"Kalau gue baik-baik aja, gue nggak bakalan nyeret lo ke sini cuma buat ngeliat mata gue bengkak begini. Mending lo kencan sana sama si Deon."

Kara menarik dirinya yang semula condong ke arahku. Dia mengangkat tangannya dan memperhatikan kuku-kukunya yang dicat kuning terang.

"Yah... gue lagi di fase... sok jual mahal gitu setelah kemarin berhasil bikin doi fokus sama gue. Lo paham, kan?"

Aku menggeleng singkat. "Kenapa lo harus pura-pura jual mahal kalau lo emang tertarik sama dia?"

Kara menggeram gemas. "Aduh, Dafeeya. Itu namanya teknik pdkt. Gimana, sih?"

Aku hanya mengedikkan bahu. Lalu, kulirik ponsel Kara yang juga tergeletak di atas meja.

"Keynan... nggak nanyain gue ke lo, gitu?" tanyaku penasaran.

Kara balas menggeleng singkat. "Enggak. Ngapain dia nanya lo ke gue?"

Aku menarik napas lesu. "Gue minta waktu buat sendiri dulu sama dia."

Wajah Kara langsung mengernyit begitu mendengar penjelasanku. "Oke, gue bisa paham. Terus ngapain lo ngarepin dia nanyain lo ke gue? Kan, lo yang minta waktu buat sendiri."

Aku melirik Kara sambil manyun. "Karena gue kangen dia! Puas, lo?"

Kara malah tertawa terbahak-bahak melihat raut melasku. Aku memutuskan untuk mengabaikan Kara dengan menghabiskan jus melonku.

"Emang dasar perempuan. Sok jual mahal. Apa bedanya lo sama gue?" ledek Kara kepadaku kemudian dia ikut-ikutan meminum jus jeruknya.

Aku dan Kara melanjutkan acara makan siang kami begitu pramusaji datang mebawakan makanan. Kami sedang mengobrol ringan tentang kesibukan Kara belakangan ini ketika kebetulan Deon, gebetan Kara, berjalan memasuki kafe. Aku mengenali wajahnya karena satu jam yang lalu Kara baru saja menunjukkan profil media sosialnya kepadaku.

"Lo ngundang dia ke sini?" tanyaku penasaran.

Kara menggeleng dan terlihat sama terkejutnya denganku. "Gue bilang gue lagi makan di sini sama lo."

Lelaki itu berjalan santai menuju bagian bar untuk menemui seorang lelaki. Mereka mengobrol akrab sampai akhirnya keduanya berjalan menuju meja kosong di sebelah kami. Kulihat Kara mulai salah tingkah. Aku tertawa kecil melihat sikap Kara.

The Great Teacher My FiancéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang