1. Merpati Putih

110 34 78
                                    

Surabaya, 2023

Pandangan seorang gadis tak lepas dari birunya langit di siang itu, matahari memancarkan cahayanya dengan maksimal, kicauan burung tak pernah terdengar karena Dara hidup di tengah perkotaan. Yang ada hanyalah suara kendaraan berlalu-lalang, dan suara klakson yang bersahut-sahutan. Jika dibilang bosan, ya pasti bosan. Ditambah Dara hanya tinggal bersama Mamanya, dan satu sopir pribadi di rumah mewah nan luas.

Dara merasa sepi, Dara butuh teman, tapi tidak ada yang menemani.

Kini pandangannya beralih menatap dua ekor merpati putih yang hinggap di rumah kecil yang memang disediakan untuk si merpati yang terletak di belakang rumah tetangganya. Tentu saja merpati itu milik tetangga Dara yang memang pecinta hewan. Sebenarnya Dara ingin sekali memiliki hewan peliharaan, tapi Mama tidak mengizinkan, jadi Dara hanya bisa mengubur keinginannya dalam-dalam.

"Merpati itu cantik sekali."

Dara meraih selembar kertas, pensil, dan sekotak pensil warna, lalu kembali duduk di tepi jendela dan mulai melukiskan sesuatu di atas kertas miliknya. Kali ini objek yang menjadi perhatiannya adalah dua ekor merpati yang tanpa sengaja tertangkap oleh lensa matanya.

Pintu kamar dibuka oleh seseorang dari arah luar. Dara yang fokus mencoret-coret kertas mengalihkan pandangannya ke sumber suara, netranya menatap lurus seseorang yang berjalan semakin mendekat ke arah dirinya berada.

"Lagi ngapain, dek?"

Dengan cepat Dara menutupi hasil gambarannya menggunakan beberapa buku yang berada di sekitar meja yang ia gunakan. Sebisa mungkin ia berusaha supaya hasil gambarannya tidak terlihat oleh seseorang yang berada di dalam kamarnya.

"Gak ngapa-ngapain, Ma." Dara berdiri dari posisinya yang semula duduk.

Wanita yang akrab disapa Mira itu melambaikan tangannya, meminta putri semata wayangnya mendekat. Ia beberapa kali menepuk bagian kosong ranjang yang berada di samping kanannya, memberikan tanda untuk Dara duduk di sebelahnya.

Bu Mira mengeluarkan ponsel dari sakunya, lalu  menunjukkan sesuatu pada Dara yang berada di sebelahnya. Karena merasa penasaran, Dara menggeser posisinya semakin mendekat pada Mamanya. 

"Club voli?"  Dara mengerutkan kening ketika netranya menangkap objek yang tak asing di penglihatannya.

"Iya, Mama sudah daftarkan kamu. Mama mau kamu kembali aktif, Mama lihat keseharian kamu itu sudah gak produktif, Dara," ujar Bu Mira pada putri tunggalnya. 

Dara menghela napas, ia menarik pandangannya dari benda pipih bercahaya yang berada di genggaman tangan milik Mamanya. Dara menoleh ke lain arah, sedikit merenungkan keinginan yang Mamanya inginkan.

"Tapi, Ma-"  Dara belum menyelesaikan kalimatnya, namun wanita yang berada di sebelahnya menyela.

"Mama harap kamu tidak keberatan, Mama cuma mau yang terbaik untuk kamu."

Dara kembali mengembuskan napasnya, ia cukup keberatan dengan keinginan Mamanya. Ia berusaha untuk menolak, namun ia tidak pernah berani menolak apapun yang dikatakan oleh Mama Mira.

"Mama harap kamu bisa membagi waktu untuk sekolah dan ekstrakulikuler," ucap Bu Mira.

Wanita itu beranjak dari posisinya yang semula duduk, sekarang berdiri. Dara menganggukkan kepalanya perlahan dengan senyum tipis yang ia tampilkan dengan terpaksa.

"Sebentar lagi ujian?"

Dara mengangguk.

"Belajar, pertahankan peringkat, tingkatkan nilainya. Siap?"

Dara kembali menganggukkan kepalanya. "Iya Ma, Dara akan berusaha melakukan yang terbaik."

Senyum Bu Mira merekah. Tangannya tergerak mengusap pucuk kepala putrinya, tangan kanannya menunjukkan jempol yang ditujukan kepada Dara. Setelah itu melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Dara sendiri dengan beban yang berada di pundak gadis itu.

"Apapun akan Dara lakukan demi Mama, dan Papa. Meski kita sudah tidak bisa bersama-sama. Dara harus bisa jadi anak yang membanggakan."

Dara menampilkan seulas senyum. Kakinya melangkah untuk menutup pintu kamar yang terbuka.

Menuju Rembulan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang