12. Papa Hebat!

39 15 41
                                    

"Tolong selamatkan Papa, saya mohon...."

Air mata Dara tak tertahan lagi, suaranya serak, napasnya tak beraturan. Kedua tangannya ia satukan menghadap ke arah dokter dan beberapa suster yang baru saja memasuki ruangan. Dara begitu lemas, ia tak bisa melakukan apa-apa selain berdoa dan berserah.

Seorang suster memegangi tubuh Dara yang lemas dan membantu gadis itu, menuntunnya untuk keluar ruangan sementara saat dokter memeriksa kondisi Papanya. Sebenarnya Dara tidak ingin pergi, Dara ingin tetap berada di dekat Papanya, tapi apa daya gadis itu? Mau tidak mau ia harus menuruti aturan yang ada demi keselamatan cinta pertamanya.

Di depan ruang ICU, Bu Aminah berdiri mematung dengan arah pandangan yang mengarah pada pintu ruangan. Melihat pintu terbuka dari arah dalam, wanita itu pun sontak berjalan mendekati pintu. Saat pintu telah terbuka separuh, terlihat seorang suster berjalan keluar dengan menuntun seorang gadis yang berlinang air mata.

"Kamu tunggu di sini, dokter akan berusaha yang terbaik. Berdoalah, minta pada Tuhan untuk keselamatan Papamu," ucap suster yang mengantar Dara ke luar dari ruangan.

Suster itu melepaskan tangannya yang semula berada di bahu Dara, lalu mengangguk kecil ke arah Bu Aminah, dan kembali ke dalam ruangan. Dara berdiri bersandarkan pada tembok, air matanya terus bercucuran, ia bisa berdiri dengan sempurna karena topangan dari tembok, andai tidak ada tembok yang menopang tubuhnya, mungkin tubuh gadis itu akan terjatuh dengan mudahnya.

"Apa yang terjadi pada putra saya? Kamu selalu mencelakai putra saya!" 

Bu Aminah mengguncang tubuh Dara dengan keras, tubuh gadis itu terguncang mengikuti arah pergerakan yang dibuat oleh tangan Bu Aminah. Air mata wanita itu terus mengucur dari kedua pelupuk mata yang sudah berkerut.

Dara hanya terdiam, membiarkan tubuhnya terguncang hingga terbentur berkali-kali pada tembok. Air matanya terus bercucuran, tapi mulutnya terkunci rapat, tidak ada niat sedikitpun bagi gadis itu untuk menanggapi ucapan yang dilontarkan wanita yang ada di depannya.

"Kalau sampai terjadi apa-apa terhadap putra saya, kamu tidak akan pernah saya maafkan! Ingat itu!"

Bu Aminah mengangkat tangan kanannya hendak melayangkan tamparan pada Dara yang ada di depannya. Saat telapak tangannya hendak mengenai pipi Dara, tangan itu ditahan oleh seseorang dari arah yang berlawanan.

"Ada apa Bu? Tolong sabar dulu." 

Seseorang yang menahan tangan Bu Aminah melepaskan genggaman tangannya yang melingkar di pergelangan tangan milik wanita itu. Setelahnya, ia pun beralih meraih tubuh Dara yang bergetar dengan tangan yang membelai lembut surai hitam Dara, dan pandangan yang mengarah pada Bu Aminah yang diam tanpa sepatah kata.

Semua orang hanya terdiam, hingga pintu kaca ruang ICU terbuka dari arah dalam. Terlihat seorang dengan jas berwarna putih dan beberapa suster berjalan keluar dari ruangan. Melihat hal itu, ketiga orang yang merupakan keluarga dari pasien segera melesat mendekati tenaga medis yang baru saja keluar.

"Bagaimana kondisi putra saya, dok? Baik-baik saja kan?"

Bu Aminah sama sekali tidak memberi celah bagi Dara untuk menanyakan juga kondisi Papanya. Dokter yang baru saja selesai memeriksa pasien yang merupakan putra dari wanita yang melontarkan tanya pun memfokuskan pandangannya ke arah wanita yang memberinya pertanyaan. Binar wanita itu penuh harapan dan keyakinan yang begitu kuat.

"Syukur, pasien sudah melewati masa kritisnya, kondisinya semakin membaik." 

Dokter itu menampilkan senyum simpul, setelahnya berjalan pergi diikuti beberapa suster yang berjalan di belakangnya. Salah satu suster menghentikan langkahnya, menatap ke arah keluarga Pak Amar yang berjajar dengan mata yang sembab.

Menuju Rembulan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang