11. Tolong Bertahanlah

52 19 53
                                    

Setelah mesin mobil berhenti, sang pengemudi melepaskan sabuk pengaman yang melilit tubuhnya, ia meminta satu-satunya penumpang yang ada di dalam mobil itu untuk melakukannya juga. Setelah benda itu terlepas dari tubuh mereka, si pengemudi membuka kunci pintu mobil, lalu mereka berdua pun keluar dari dalam kendaraan.

Mata Dara mengedar. Lensa matanya menangkap banyaknya kendaraan yang berjajar rapi di sebelah kanan dan kiri mobil yang ia kendarai. Jika dilihat dari jumlah kendaraan yang terparkir, kendaraan itu juga berjajar dengan rapi, tentu mereka sedang berada di parkiran. Ya, parkiran apartemen.

"Ayo."

Maya mengambil alih pergelangan tangan Dara. Maya menggenggam cukup erat tangan kanan Dara hingga gadis itu sedikit kesusahan jika ingin melepaskan lilitan tangan Maya. Dara mengikuti langkah Maya kemanapun ia pergi karena Dara merasa asing dengan tempat mereka sekarang berada.

Mereka telah keluar dari parkiran. Bangunan tempat mereka berada sekarang menjulang begitu tinggi dengan banyak sekali nomor lantai yang terdapat di setiap ruangannya. Bangunan itu nampak mewah, banyak orang dengan penampilan yang menjanjikan keluar masuk dari tiap-tiap ruangan, dan berlalu-lalang.

Maya terus berjalan tanpa menoleh ke berbagai arah seperti yang Dara lakukan. Setelah sampai di depan pintu bercat coklat yang merupakan salah satu unit apartemen disana, Maya membuka pintu itu menggunakan kunci yang ada di tangannya.

"Silakan masuk."

Maya mempersilahkan Dara untuk memasuki ruangan dengan nuansa yang cukup gelap karena seluruh sumber keluar masuknya cahaya tertutup semua. Tidak ada celah untuk cahaya bisa masuk, sehingga terkesan pengap. Begitu melangkahkan kakinya masuk, Dara tertarik pada jajaran beberapa foto yang terpasang di dinding setelah pintu utama. Tangannya tergerak mengusap lembut bingkai foto yang terpasang. Bibirnya tersenyum, tapi matanya berkaca-kaca.

"Lucu sekali!"

Maya menampilkan senyum manisnya, jari telunjuknya menunjuk salah satu foto dari jajaran beberapa foto yang lain. Setelahnya, ia berjalan menuju gorden yang tertutup, lalu membukanya. Cahaya merambat masuk sehingga ruangan itu tak lagi gelap seperti keadaan sebelumnya.

Dara masih setia berada di posisinya, menatap bergantian beberapa foto yang terpasang. Diantara beberapa foto itu, ada satu foto yang sangat menarik perhatian Dara hingga gadis itu mengambil foto itu dan membawanya pada tangannya. Dara melangkahkan kakinya menuju kursi kecil yang berada di samping meja yang berisi kertas-kertas, meja itu cukup berantakan.

"Dara pengen kayak gini lagi, Pa." 

Dara memandangi figura foto yang berada di tangannya. Saat setetes buliran bening turun, ia segera mengusapnya menggunakan telapak tangan kirinya. Merasa cukup untuk memandangi foto itu, ia mengembalikan figura itu ke tempatnya semula.

Dara menjelajahi setiap ruangan apartemen milik Papanya, ia mengamati cara hidup cinta pertamanya itu bahkan tanpa seseorang yang mendampingi. Lelaki itu hidup sendiri belasan tahun lamanya, tapi ia tetap bisa bertahan bahkan tanpa pendamping dalam hidupnya.

"Papamu hebat, Ra. Dia pekerja keras, bahkan saat sakit pun beliau tetap bekerja," ucap Maya sembari berjalan ke arah Dara berada. Perempuan muda itu menarik kursi lalu mendudukinya, diikuti Dara yang menarik kursi lainnya dan menempatkannya di dekat Maya.

"Papamu sayang banget sama kamu, Ra."

Dara menanggapi ucapan Maya dengan anggukan beberapa kali, tentu tanpa Maya memberitahukan hal itu padanya, Dara juga sudah tahu, lebih dari tahu malah. Dia putri satu-satunya, tentu Papa akan sangat sayang padanya, begitupun ia juga sangat menyayangi pahlawannya itu.

Menuju Rembulan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang