Malam terlewati dengan sempurna, kini malam bersama rembulan berpamitan kepada sang mentari. Hari beranjak cerah, mentari mulai menampakkan sinar sinarnya di ufuk timur bumi, tidak ada kicauan burung, yang ada hanyalah suara alarm yang senantiasa setia membangunkan tuannya yang masih terlelap.
Begitu alarm berbunyi. Saat itu juga ada tangan yang secepat kilat menyahut, lalu mematikannya.
"Jam berapa sih?"
Dara mengerenyitkan matanya yang masih mengantuk, tangannya bergerak mencari sesuatu di meja kecil samping tempat tidurnya. Dara mendapatkan sebuah jam yang selalu membangunkannya, walau jarang juga Dara terbangun.
"Ah! Baru pukul 5."
Dara menggeliat melemaskan otot-ototnya, ia sesekali menguap. Setelah terdiam beberapa saat di atas ranjang, Dara beranjak untuk mengambil air wudhu lalu melaksanakan sholat Subuh. Selesai melakukan sholat Subuh, Dara kembali merebahkan tubuhnya di ranjang. Ia pun kembali tertidur hingga satu jam ke depan. Saat pukul 06. 00 Dara terbangun, dan selalu saja ia bingung hendak melakukan apa, karena di rumah memang tidak pernah ada tugas untuknya.
"Bagaimana kalau melihat-lihat hasil rekaman semalam?"
Dara meraih kameranya yang ia letakkan di meja belajarnya, merebahkan tubuhnya di sofa dan mulai melihat setiap hal yang berhasil tertangkap oleh lensa kameranya. Banyak sekali momen keindahan malam yang berhasil ia tangkap. keindahan sang rembulan memang tidak tertandingi oleh siapapun, bagi Dara, pecinta rembulan.
Ah! Dara baru ingat, dirinya mempunyai janji dengan seseorang pagi ini. Spontan Dara meletakkan kameranya, lalu berlari masuk ke dalam kamarnya, penampakannya seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Dara kebingungan sendiri karena waktu sudah menunjukkan pukul 07.00, hanya 30 menit! Ya 30 menit untuk dia bersiap-siap sebelum seseorang itu datang.
Dara terburu-buru mandi, mengenakan baju seadanya saja karena dia tidak ada waktu lagi untuk memilah. Dara dandan dengan cepat.
"Selesai!"
Dara telah siap dengan overall berwarna putih yang ia padukan dengan kaos berwarna coklat. Ia segera berlari menuju depan rumahnya untuk menunggu seseorang itu datang, Dara harap dia tidak membuat seseorang itu menunggu.
saat sampai di ujung pintu, seseorang yang memiliki janji dengannya telah sampai, melambai padanya dengan senyuman yang manis. Dara membalas lambaian itu dengan melambaikan tangannya juga.
"Mau ditemani ke mana?"
Tanya remaja laki-laki yang berdiri di hadapan Dara dengan lembut. Remaja itu adalah Keano Dhananjaya. Dara biasa memanggilnya Kak Kean, siswa seangkatan yang lebih tua beberapa bulan darinya sekaligus kekasih Dara.
Mereka telah menjalin hubungan sejak tingkat pertama sekolah menengah atas. Hubungan itu masih terus berlanjut hingga kini, mereka telah berada di tingkat tiga.
Mereka memang jarang sekali menghabiskan waktu berdua, mengingat Kean adalah seorang atlet kebanggaan sekolah yang sering mengikuti turnamen ke luar kota, dan Dara yang tidak bisa keluar rumah jika tidak ada yang mengantarkan. Biasanya Dara akan menghabiskan waktunya untuk melakukan hal-hal yang membuatnya tertarik, salah satunya seperti yang saat ini akan dia lakukan, mendaki.
"Ke toko perlengkapan hiking, Kak Kean."
🌕🕊️🌕🕊️
Dara berkeliling toko bersama Kean, pandangannya mengedar ke seluruh sudut toko khusus peralatan hiking, setelah cukup lama berkeliling, tidak ada satu barang pun yang menarik perhatian Dara. Bagi Dara, barang-barang di toko itu sangat asing baginya, bahkan Dara terlihat seperti orang yang kehilangan arah, kini dia sama sekali tidak tau apa tujuannya mengajak Kean untuk pergi ke toko ini.
"Mau dibantu pilih?"
Pertanyaan Kean mengudara mendapati pandangan Dara yang terlihat seperti orang kebingungan, bukan seperti, tapi memang kebingungan. Dara masih terdiam, pandangannya beralih menatap Kean yang berada di sebelah kanannya.
Pilih? Barang-barang ini saja tidak tau untuk apa dan bagaimana cara pakainya, bagaimana bisa memilih? Dara menggeleng lemah lalu kembali melihat-lihat sekeliling.
"Kak?"
Kean yang tengah melihat-lihat menghentikan aktivitasnya karena mendengar panggilan dari Dara. Ia beralih menatap ke arah gadis yang berada tak jauh darinya.
"Iya? Kamu butuh apa?"
Dara menarik sudut bibirnya. Kemudian sedikit memanyunkan bibirnya dan menekuk kedua tangannya ke depan.
"Orang mendaki biasanya bawa apa aja? Ah! Aku gak tau."
wajah bingungnya benar-benar tidak dapat disembunyikan lagi, Dara nampak seperti gadis kecil yang polos dan lugu. Kean terkekeh kecil merasa gemas dengan tingkah Dara yang memang seperti anak kecil, polos dan manja jika sedang bersamanya.
Seraya mengusap pucuk kepala Dara, Kean menggandeng tangan kanan Dara dan mengajaknya berkeliling sembari memperkenalkan barang-barang yang ada di sana. Meskipun Kean bukan pendaki, tapi dia pernah mendaki bersama beberapa temannya, walau hanya sekali, dan setidaknya untuk hal-hal sederhana tentang pendakian, Kean tau meskipun tidak terlalu spesifik, tapi Kean yakin pengetahuannya cukup untuk bisa membantu Dara.
"Araa, dengerin aku ya? Aku jelasin dikit, semoga bisa bantu kamu, tapi janji jangan bilang hah? Okay?"
Tangan kiri Kean beralih memeluk bahu Dara. Kean menarik gadis itu sedikit mendekat padanya dengan tujuan supaya lebih mudah untuk dirinya menjelaskan dan tidak perlu mengulangi beberapa kali karena lontaran kata hah? Dari Dara.
Dara menganggukkan kepalanya beberapa kali untuk menanggapi Kean. Dara sudah sepenuhnya siap mendengarkan celotehan kekasihnya itu, walau dia tidak yakin untuk tidak mengatakan kata andalannya, lalu meminta Kean menjelaskan ulang, tapi Dara akan berusaha.
"Ini namanya tas carrier, gunanya buat bawa barang-barang yang kamu butuhkan."
Dara mengangguk kecil pertanda mengerti.
"Kalau yang ini namanya tenda-" Belum sempat Kean menyelesaikan kalimatnya, Dara lebih dahulu menyerobotnya.
"Aku juga tau kalau ini tenda, kak."
Dara menyela, karena Kean benar-benar menjelaskan barang-barang yang bersifat sangat basic. Bahkan anak sekolah dasar juga tau kalau benda itu namanya tenda.
Kean tersenyum kecil dan menatap ke arah Dara.
"Oh ya? Hmm... Araa aku juga sama sepertimu, tidak tau banyak tentang barang-barang ini."
Kean memasang muka melas di depan Dara. Dia mengakui jika pengetahuannya ternyata tidak sebanyak itu tentang pendakian.
"Sudahlah, Kak Kean. Kita sama tidak tau, lebih baik kita pergi dari sini."
Dara menggandeng tangan Kean dan mengajaknya keluar dari toko, karena ternyata mereka sama-sama tidak mengerti. Di depan toko, Dara kembali bingung karena dirinya belum jadi membeli apapun untuk keperluannya.
"Kak, aku belum beli apapun."
"Katakan, kamu butuh apa?"
Dara menggelengkan kepalanya karena dirinya benar-benar tidak tau sedang butuh apa untuk keperluannya mendaki, karena ini kali pertama dia akan pergi. Kean menghembuskan napas, dirinya juga tidak bisa membantu banyak permasalahan yang Dara hadapi.
"Terus gimana dong, Kak?"
Dara nampak sedih, kecewa, bingung menjadi satu.
"Aku ada ide."
KAMU SEDANG MEMBACA
Menuju Rembulan
Fiksi Remaja"Rembulan, sesulit itu, ya, Mama dan Papa bersama lagi? Rasanya seperti tidak mungkin." Setelah kedua orang tuanya berpisah, kehidupan gadis kecil itu seketika berubah. Dara tak lagi bisa menghabiskan hari-harinya bersama kedua pilar hidupnya, mel...