Waktu menunjukkan pukul 09.00, suasana di luar begitu cerah, awan hitam tidak nampak sedikitpun. Abim menghentikan laju motornya setelah sampai di pekarangan rumah milik salah satu temannya yang juga merupakan anggota pecinta alam. Ternyata teman-temannya yang lain juga sudah datang. Mereka bercengkrama di teras rumah yang memang cukup luas. Pagi ini merupakan hari bagi sekelompok remaja berpakaian dominan warna hitam itu untuk melakukan pendakian di salah satu gunung yang berada di Jawa Timur.
"Assalamualaikum. "
Salam Abim ketika kakinya mulai menginjak lantai rumah, kemudian kakinya tergerak mendekati teman-temannya, dan meletakkan barang bawaannya bersama barang bawaan yang lain.
Abim menyandarkan tubuhnya pada tembok, lalu memegangi kepalanya menggunakan telapak tangannya, memejamkan mata, menarik napas dan membuangnya beberapa kali, hingga perasaannya sedikit lebih tenang.
Suasana mendadak menjadi hening, mereka hanya saling menatap, mengobrol pun mereka lakukan melalui isyarat mata dan gerakan tubuh, hingga suara deringan ponsel memecah keheningan yang telah terjadi beberapa menit yang telah berlalu.
Tidak perlu waktu lama bagi cowok dengan proporsi tubuh tinggi bergaya rambut classic middle part itu untuk mengangkat sebuah panggilan telepon, rasanya tidak sampai 10 menit dirinya sudah kembali ke gerombolan teman-temannya berada. Tapi aneh, Abim seperti orang yang kebingungan sekarang, napasnya tersengal-sengal, mulutnya hendak mengatakan sesuatu tapi begitu sulit untuk diungkapkan.
Teman-temannya yang lain merasa kebingungan pada perubahan sikap Abim, yang jauh lebih aneh lagi setelah selesai menerima telepon dari seseorang, entah siapa yang baru saja meneleponnya hingga membuat Abim nampak begitu cemas dan terburu-buru.
Abim mengacak-acak barang bawaannya juga semua hal yang ada di dekatnya yang berpotensi terdapat kunci motornya. Dirinya berdecak kesal kala barang yang ia cari tidak segera ketemu, sepertinya hal ini sangat penting sehingga Abim terlihat sangat terburu-buru.
"Ini bukan?"
Menyadari kunci motonya berada di tangan salah seorang temannya, dengan cepat Abim menyambar kunci itu, dan segera bersiap untuk pergi. Tanpa memperdulikan barang bawaannya ataupun teman-temannya yang kebingungan, Abim berjalan cepat menuju motornya, mengenakan helm dan ia siap untuk pergi.
"Sorry, gue izin dulu."
Abim mengegas motornya dengan cepat meninggalkan pekarangan rumah salah satu temannya, barang-barangnya, dan juga teman-temannya yang memandanginya dengan penuh rasa penasaran. Sepertinya hal ini begitu penting bagi Abim, sehingga tidak dapat lagi ia tunda, ia harus segera pergi.
Abim mempercepat laju motornya karena jalanan yang ia lewati cukup senggang, sehingga dirinya bisa lebih cepat untuk sampai di tempat tujuannya. Kecepatan motornya mampu memangkas waktu yang dibutuhkan dalam perjalanan, hingga dirinya tiba selangkah lebih cepat sebelum,
"Tunggu!"
Seorang remaja perempuan berdiri di ambang pintu mobil dengan satu kaki yang telah melangkah ke dalam. Terlambat sedetik saja, mungkin Abim akan kehilangan kesempatan untuk bertemu dengan sahabatnya, Dara.
Mendengar suara yang tidak lagi asing di indera pendengarannya, Dara mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam mobil, ia beralih menatap ke arah seseorang yang berada beberapa meter di depannya. Penampilannya benar-benar berbeda, yang berdiri sekarang bukanlah Dara yang biasanya. Dara yang rapi, dan penuh keceriaan. Mata yang sembab, rambut yang acak-acakan, serta linangan air mata yang tak berhenti mengalir semakin memperburuk penampilannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menuju Rembulan
Teen Fiction"Rembulan, sesulit itu, ya, Mama dan Papa bersama lagi? Rasanya seperti tidak mungkin." Setelah kedua orang tuanya berpisah, kehidupan gadis kecil itu seketika berubah. Dara tak lagi bisa menghabiskan hari-harinya bersama kedua pilar hidupnya, mel...