8B

1.4K 62 0
                                    

"Kalau kamu diem aja, mana mungkin Bang Hadi bisa tau isi hati kamu. Kamu pikir Bang Hadi bisa baca isi hati orang?" kata Nadin lagi.

"Aku udah usaha, kok. Aku sering ngasih makanan ke dia, tapi dianya biasa aja," kata Laila dengan suara frustasi.

"Terus semangat! Aku dukung kamu!" kata Nadin penuh semangat.

"Jadi pelakor?" Laila bertanya dengan ragu.

"Ya! Rebut aja Bang Hadi dari Kiara yang sok cantik itu. Anak bau kencur mah gampang buat disingkirin. Emosinya masih labil. Panas-panasin aja si Kiara itu, pasti dia langsung emosi dan minta cerai," kata Nadin sambil terkekeh.

"Jahat, tau! Aku nggak setega itu," protes Laila tak setuju.

"Lagian aku nggak ngerti sama Bang Hadi, kok bisa-bisanya dia suka sama Kiara. Padahal jelas-jelas cantikan kamu dari anak bau kencur itu."

"Nadin! Kalau ngomong suka bener, deh!" kata Laila sambil terkekeh.

Keduanya lalu terkekeh bersama.

"Besok kamu kasih lagi dessert box andalan kamu itu ke Bang Hadi. Jangan lupa plus senyuman yang menggoda!" Nadin memberi saran.

"Ide bagus. Besok aku bakal coba," sahut Laila bersemangat.

Kiara sudah tidak kuat lagi mendengarkan obrolan dua makhluk menyebalkan itu. Ia lalu mengendap-ngendap pergi dari sana.

Setelah cukup jauh dari warung, Kiara langsung mengambil langkah seribu menuju rumahnya.

Tanpa ia sadari, air matanya mengalir deras. Ia kesal. Kesal pada semua orang, termasuk Hadi.

Kiara ingat, dessert box yang kemarin Hadi makan adalah dari Laila. Menyebalkan sekali laki-laki itu! Apa jangan-jangan Hadi juga memiliki perasaan pada Laila?

Sesampainya di rumah, Kiara langsung membanting pintu dengan keras. Hadi yang sedang duduk di depan tv terperanjat kaget.

"Kamu kenapa, Ki?" tanya Hadi cemas. Ia menarik tangan Kiara untuk duduk di hadapannya.

Karena kalah tenaga, Kiara pun terpaksa duduk di hadapan Hadi. Keduanya duduk lesehan di karpet bulu halus yang ada di depan tv.

"Kamu kenapa, hm?" tanya Hadi lembut sambil mengusap air mata yang ada di pipi Kiara.

Karena merasa tidak nyaman, Kiara langsung menepis tangan Hadi yang ada di pipinya.

"Kamu kenapa?" tanya Hadi sekali lagi.

"Nggak papa," jawab Kiara ketus.

"Kalau nggak papa, nggak mungkin kamu nangis kayak gini."

"Kalau aku bilang nggak papa, itu artinya aku nggak mau curhat! Gimana, sih?! Gitu aja nggak peka!" Kiara bicara dengan nada tinggi.

"Maaf," sesal Hadi sambil menunduk.

Kiara tak tahu sebenarnya apa yang ia rasakan saat ini. Masa iya dirinya sedang cemburu? Ah, Kiara tidak yakin itu.

Pasti ia hanya kesal karena dikatai anak bau kencur. Ya, pasti ia kesal karena itu. Bukan karena cemburu.

Mana mungkin Kiara cemburu pada suaminya ini. Dia kan tidak mencintai Hadi sama sekali.

"Kalau kamu ketemu perempuan yang bisa buat kamu nyaman, kamu boleh kok tinggalin aku. Tapi jangan pernah lupa sama uang pesangon," kata Kiara sambil berlalu menuju perpustakaan.

Hadi terbengong beberapa saat. Ia menatap punggung Kiara yang hilang di balik tembok.

Sebenarnya ada apa dengan Kiara? Apa maksud dari perkataannya tadi?

Perempuan yang bikin nyaman?

Boleh meninggalkan Kiara?

Apa maksudnya?

Hadi mengerutkan keningnya. Apa jangan-jangan Kiara sedang cemburu?

Ah, baguslah kalau memang demikian adanya. Itu tandanya Kiara sudah memiliki hati pada dirinya.

Orang yang tidak memiliki perasaan pada kita, tak mungkin ia bisa cemburu pada kita. Karena orang yang cemburu adalah orang yang peduli dan cinta pada diri kita.

Hadi tersenyum lebar membayangkan monolog yang ada di kepalanya.

Namun tiba-tiba Hadi tersadar.

Kalau ternyata Kiara memang sedang cemburu, istrinya itu cemburu dengan siapa? Pasalnya selama ini ia tak pernah dekat dengan perempuan manapun.

🌿🌿🌿

Terpaksa Menikahi Om-om (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang