43A

1K 32 0
                                    

Kiara sangat senang sekali. Ia baru saja selesai melakukan panggilan video call dengan ayah dan ibunya yang sedang berlibur ke Bali. Kedua orangtuanya sangat menikmati liburan mereka, keduanya sudah akur kembali dan tampak mesra.

"Kamu kenapa senyum-senyum sendiri, Sayang?" tanya Hadi yang baru saja sampai di rumah. Ia baru saja pulang dari melihat rumah produksi.

"Aku habis video call sama Bapak Ibu. Mereka mesra banget. Makasih, ya. Berkat kebaikan hati kamu, Bapak Ibu bisa jalan-jalan ke Bali," ujar Kiara dengan senyum yang tak redup dari bibirnya.

"Bapak Ibu juga orang tua aku, Sayang. Sudah sewajarnya kalau aku sesekali memanjakan mereka."

"Em ... itu kamu bawa apa?" tanya Kiara sambil melihat plastik yang ada di tangan Hadi.

"Oh ini ... ini susu untuk bumil." Hadi mengangkat plastik putih berlogo minimarket terkenal. "Kamu harus makan makanan bergizi dan minum susu. Dan juga ... kamu nggak boleh kecapekan."

Kiara mengangguk patuh. "Siap, Kapten!" sahutnya.

Kemarin pagi Kiara dan Hadi sudah memeriksakan diri ke dokter kandungan. Dan hasilnya ... positif. Mereka tidak jadi memakai delapan tastpack yang tersisa karena Hadi sudah sangat tidak sabar untuk mengetahui hasilnya. Oleh karena itu, Hadi langsung membawa Kiara ke rumah sakit saja.

"Kamu sudah makan siang?" tanya Hadi.

Kiara menggeleng. "Belum. Belum lapar," jawabnya.

"Ya Allah, Sayang. Ini sudah siang. Sudah setengah dua belas. Ayo makan siang sekarang," ajak Hadi.

Kiara menurut. Ia mengikuti suaminya menuju dapur. Di dapur, masih ada sisa masakan tadi pagi. Tadi pagi Hadi memasak gulai ayam menggunakan bumbu instan. Sebenarnya Hadi ingin meracik bumbu sendiri, tapi ia takut gagal karena sebelumnya belum pernah memasak gulai. Maklumlah, kemampuannya di dapur tidak seberapa.

"Aku buat salad sebentar," kata Hadi dan di-angguki oleh Kiara.

Walaupun sebenarnya Kiara belum lapar, tapi ia tidak mau menolak ajakan suaminya. Ia tidak mau diceramahi panjang kali lebar, pusing.

Dengan cekatan, Hadi membuat salad sayur. Ia sudah belajar membuat salad dari Internet. Salad pertamanya yang tadi pagi ia buat hasilnya sangat memuaskan, sehingga sekarang ia memiliki percaya diri yang tinggi untuk membuat lagi.

"Ombe, kalau aku nggak ada kerjaan kayak gini, lama-lama aku bosan, loh. Aku butuh kegiatan. Biasanya kalau suntuk aku masak. Tapi sekarang sudah nggak bisa lagi karena kamu nggak bolehin aku masak," keluh Kiara.

"Kamu nge-desain sama fokus jualan aja, Sayang. Urusan rumah biar aku yang tangani," sahut Hadi seraya memotong-motong selada.

Kiara mencembikkan bibirnya. "Kayaknya kamu belum tau gimana capeknya ngerjain pekerjaan rumah. Nanti juga setelah sebulan kamu bakal bosan," ujarnya dengan nada sedikit menyindir.

"Kalau aku bosan masak, kita bisa beli makanan. Di sini kan banyak jual makanan, nggak kayak di kampung," sahut Hadi dengan entengnya.

"Memangnya kita bakal tinggal di sini sampai kapan? Rumah kita kalau kelamaan di tinggal bisa jadi angker loh."

"Kita bakal tinggal di sini sampai kamu melahirkan. Aku nggak mau kamu setres dengan omongan tetangga dan terjadi sesuatu sama bayi kita," kata Hadi seraya menaruh salad yang sudah jadi di atas meja makan.

Salad yang dibuat Hadi menggunakan bumbu cabai dan rempah-rempah Indonesia. Kiara yang request salad seperti itu.

"Kenapa? Hm?" Hadi mengusap puncak kepala Kiara dengan gemas. "Jangan manyun-manyun. Ayo kita makan dulu."

Kiara menurut. Ia menyantap makanannya dengan anggun. Biasanya kalau ia sedang lapar berat, ia akan makan dengan bar-bar. Tapi kalau sedang tidak lapar, ia akan makan dengan anggun.

🌿🌿🌿

Terpaksa Menikahi Om-om (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang