Kievara menaruh barang bawaannya berikut kunci mobilnya dengan asal di atas meja makan. Sesampainya Kievara di kediamannya, ia langsung duduk dan menelungkupkan kepalanya di meja, merasakan perasaan yang sungguh campur aduk.
Kenapa Celine berubah-ubah terus sikapnya sama Kiev, ya? Kiev bingung. Batin Kiev mulai bermonolog.
Sebuah tangan menghampiri sang lelaki, mengelus pundaknya lembut dan hangat. Kievara langsung menoleh, menemukan sang Mami disana yang tersenyum hangat untuknya. "Anak kesayangan Mami, baru pulang? Gimana tadi apel ke rumah Celine? Lancar?".
Kievara menggeleng, wajahnya begitu lesu. "Celine nya marah, Mi".
Sang Mami langsung menarik kursi untuk duduk disamping anak lelakinya. "Kenapa? Kiev buat salah? Mau cerita sama Mami, gak, sayang?". Jemari lembut sang wanita kini mengelus pipi Kievara, memberi gestur yang selalu berhasil membuat anak lelakinya itu lebih tenang.
"Kiev mau cerita sesuatu sama Mami, tapi.. Mami janji jangan marahin Kiev, ya?". Ucap Kievara lebih dulu.
Mami Kievara tersenyum. "Iya, Mami dengerin. Gak akan marah, kok".
Kievara berdeham sebelum memulai ceritanya. "Hm—Jadi gini, Mi.. Sehari sebelumnya, sebenarnya.. Kiev sama Celine sempat pergi sama-sama. Dan hari itu.. Celine cium Kiev, Mi". Ucap sang lelaki dengan wajah mulai memerah, berulang kali ia melirik kearah lawan bicaranya, takut salah berkata.
Namun, Mami Kievara tetap terlihat tenang. "Oke, terus?".
"Nah, jadi.. Setelah Celine cium Kiev, Kiev bales cium Celine juga. Tapi Kiev sama Celine gak ngapa-ngapain kok, Mi. Cuma kiss aja. Setelahnya, Kiev antar Celine pulang. Malam itu, Kiev ngerasa, Celine seakan sayang banget sama Kiev, Mi. Tapi, hari ini.. Celine berubah lagi, jadi kayak biasa. Dia marah-marah sama Kiev". Jelas sang lelaki dengan nada sedih.
Sang Mami tersenyum mendengarkan celoteh anak lelakinya yang polos itu. "Terus Kiev bingung ya, kenapa Celine berubah sikapnya ke Kiev, gitu, sayang?".
Kievara mengangguk. "Iya, Mi. Kiev jadi bingung.. Soalnya, Celine yang hari ini dan kemarin itu beda banget".
"Sayang.. Itu sebenarnya, Celine tuh malu, karena kemarin itu first kiss kalian, kan?". Balas sang Mami, bertutur lembut pada Kievara, membuat sang anak mengerjap.
"Malu? Kenapa harus malu, Mi?".
Sang Mami terkekeh. "Kiev, perempuan itu mikirnya gak sesimpel laki-laki. Kiev bilang, kemarin yang cium
duluan itu Celine kan?"."Iya, Mi..". Balas Kiev disertai anggukan.
"Nah, makanya.. Hari ini Celine malu ketemu kamu. Namanya habis first kiss, memang begitu, sayang. Ini first kiss buat Kiev juga, ya?". Ucap Mami Kievara.
Pipi Kievara kembali memerah. "Iya, Celine first kiss-nya Kiev, Mi. Aduh, pipi Kiev kenapa panas gini ya?". Ujar Kievara sembari memegangi pipinya. "Jadi, menurut Mami, Celine tuh berubah jadi galak lagi karena dia malu habis kiss sama Kiev, gitu ya?".
Sang Mami kali ini tertawa. "Aduh, anak Mami kenapa polos begini, sih. Iya, menurut Mami gitu. Coba, Kiev ajak Celine lagi ketemu nanti, jangan sekarang. Kasih dia waktu buat kangen dulu sama Kiev, sama hilangin rasa malunya itu loh buat ketemu kamu". Wanita itu kemudian mencubit hidung anak lelakinya. "Kasih Celine ruang buat kangen sama kamu.. Jagoan".
Kievara mengangguk-anggukan kepalanya. "Oke, Mi. Kiev ngerti. Kalau gitu, beberapa hari ini, Kiev bakal biarin Celine kangen dulu. Terus baru ajak ngobrol lagi".
"Celine-nya di kiss lagi gak habis itu?". Balas sang Mami usil pada anaknya.
Kievara menutup wajahnya. "Mami, jangan ledekin Kiev".
———
Dan pada akhirnya, Kievara menepati ucapannya. Lelaki itu sama sekali tidak menunjukkan diri di depan Celine, tidak juga mencari atau mengirimi pesan. Ia benar-benar seakan memberi ruang, memberi kesempatan bagi Celine untuk merindukan kehadirannya.
Hal itu tak ayal menimbulkan tanya di benak sang gadis. Pasalnya, Kievara benar-benar tak terlihat di manapun, bahkan di kantin kampus. Celine bahkan berulang kali mengecek ponselnya, memastikan tidak ada yang salah dari sinyal ponsel itu. Sebab sudah beberapa hari ini, nama Kievara tidak muncul di notifikasi ponselnya. Lelaki itu bak lenyap.
Gadis itu celingukan, mengedarkan pandang ke sekitar area kantin saat ia, Akio dan Lunar tengah makan disana. Lunar yang menyadari perilaku aneh Celine, lebih dulu bersuara. "Cari siapa sih, Cel? Celingukan dari tadi".
Celine menoleh. "Eh? Enggak".
Lunar tidak berhenti disana. "Perasaan gue doang apa emang cowok lo gak keliatan ya akhir-akhir ini?".
Kening Celine berkerut. "Cowok gue?".
"Iya, si Kivkiv". Balas Lunar sembari memainkan alisnya.
"Si cupu maksud lo?". Timpal Akio.
Keduanya kemudian tertawa. Namun, Celine memotong tawa itu. "Namanya Kievara".
Lunar lebih dulu membulatkan matanya. "Wow, Kio, denger gak sih barusan? Kayaknya temen kita gak suka cowoknya kita panggil aneh-aneh".
"Kenapa lo, Cel? Udah mulai sayang sama si cupu? Gara-gara di bar kemarin? Ngewe gak lo akhirnya sama dia?". Tambah Akio, menyudutkan sang gadis.
Celine sontak menggeplak kepala Akio. "Ngaco! Mana mungkin gue sama dia gituan, gila! Hih".
Lunar tertawa mendengarnya. "Wah, lo lupa betapa binalnya lo kemarin ya, Cel? Naik-naik ke pangkuan Kivkiv habis itu ciumin dia habis-habisan, ajarin dia buat ciuman, terus kalian make out di sofa bar kayak pasangan mesum".
"G—Gue gak inget". Ujar Celine berbohong. Padahal, sungguh, ia ingat semua kejadian itu. "Lagian, lo, Kio. Bukannya jagain gue, kan biasanya lo yang magerin gue kalau gue lagi mabuk".
Akio menatap sinis. "Udah gue tarik, lo gak mau. Ditambah tuh, si Lunar, ngelarang gue misahin lo dari si cupu. Tanya tuh sama orangnya".
Celine sontak menatap Lunar dengan tatapan bertanya. Namun, Lunar malah tertawa hebat. "Soriii.. Cel, habisnya.. Kapan lagi liat lo horny sama cowok nerd kayak Kivkiv. Lagian itu bisa bantu gue buat menang taruh....".
"Diem!". Potong Celine. Gadis itu kemudian bangkit dari tempat duduknya. "Lo gak akan pernah menang, Lun".
Dengan itu, Celine beranjak. Gadis itu berjalan keluar dari area kantin meninggalkan kedua manusia disana. Sepanjang perjalanan menyusuri lorong, Celine melirik kesana-kemari, dan pada akhirnya menangkap sosok berkacamata itu disana. Kievara tengah duduk disana, di depan ruang kelasnya dan membaca sebuah buku sembari menjejalkan headset di kedua telinganya.
Aneh, Kievara ada di kampus. Tapi, kenapa gak nyamperin gue? Batin Celine kali ini bermonolog.
Baru saja Celine akan melangkah mendekat, sesuatu membuat langkahnya terhenti. Sebab Celine melihat dengan baik bagaimana seorang gadis lebih dulu berjalan mendekat kearah Kievara dan duduk di sebelahnya. Gadis itu berambut pendek dengan kacamata membingkai di wajahnya. Dari jarak yang lumayan jauh, Celine bisa melihat dengan jelas bagaimana Kievara menoleh pada gadis berambut pendek itu, berangsur melepas headsetnya, dan berakhir berbincang dengan senyum yang biasanya tercipta untuk Celine.
Celine bersumpah, tubuhnya berlaku lebih cepat dari pikirannya. Sebab saat ini, Celine langsung membalikkan badan dan berjalan menjauh dari kedua figur itu tanpa bisa dikontrol.
Sebab setelah menyaksikan hal tadi, sesuatu seakan mengganggu perasaan Celine.
Sangat-sangat mengganggunya.