Musik di club malam itu tengah memutar lagu-lagu milik The Weeknd, bagai sebuah musik latar pengantar bagi dua insan yang masih sibuk dengan saling mencumbu. Kievara dan Celine. Di satu sudut meja di club, kini, keduanya makin larut dalam ciuman mereka. Posisi Celine yang berada diatas Kievara, benar-benar membuat situasi keduanya makin panas.
Kievara tidak perlu lagi bimbingan Celine untuk kegiatan mereka. Lelaki itu dengan aktif menakup wajah Celine dan memperdalam ciuman mereka, lidahnya aktif menyapa lidah Celine dan menuntut lebih banyak sentuhan. Celine yang sudah dalam kondisi setengah sadar, mulai menggerakkan dirinya diatas Kievara akibat terbawa suasana, membuat sang lelaki melenguh diantara ciuman mereka.
Kievara lebih dulu melepas ciumannya, berupaya berbicara namun sulit, sebab Celine begitu memabukkan. "Celine, stop. Jangan banyak bergerak".
Celine malah menaikkan sebelah senyumnya. "Kenapa? Kiev suka kan? Kerasa kok".
Kievara menempatkan kepalanya di ceruk leher sang gadis, merasakan gairah yang terus merayap naik akibat perlakuan gadis di pangkuannya. "Mmh—Celine".
Celine menggigit bibirnya. Sialan, baru kali ini ada lelaki yang melenguhkan namanya dengan suara yang begitu.. Putus asa. Kenapa justru jadi terdengar jadi seksi sekali di telinga Celine. "Kiev, kita pindah ke hotel, mau?".
"H—Hotel?". Mata Kievara begitu sayu saat menatap Celine, seakan tak mampu menutupi betapa ia menginginkan Celine saat ini.
Celine bergerak mendekat, menempelkan bibirnya pada telinga Kievara. "Iya, kita.. Lanjutin disana. Lo mau kan? Kerasa banget gini punya lo. Nanti gue ajarin kalau belum pernah".
Kievara menatap bibir dan manik mata Celine bergantian, lelaki itu memilih menyesap bibir sang gadis dalam guna membungkam racauan gilanya. Setelahnya, Kievara memeluk tubuh Celine dan mengangkatnya, kemudian mendudukannya di meja yang letaknya tak jauh dari sofa. Ciuman mereka tidak terputus bahkan saat Kievara memindahkan duduk Celine dari pangkuannya ke meja.
Otak Celine langsung berpikir kemana-mana. "Mau disini aja? Tapi gak bisa itu kalau disini, Kiev".
Kievara bersumpah kewarasannya sudah nyaris hilang, racauan Celine makin lama yang makin jadi nyaris sukses membuatnya menuruti keinginan sang gadis yang bagai ilmu magis di tubuhnya. Ditambah, nama Kievara jadi terdengar indah ketika keluar dari mulut sang gadis. Tapi, lelaki itu punya rencana lain. Dilepasnya tubuh Celine yang kini terduduk di meja, kemudian diberinya jarak diantara mereka agar Kievara bisa berbicara.
"Celine, stop ya. Nanti kebablasan. Kiev gak mau nyakitin Celine, kamu itu lagi gak sadar, Cel". Ucap Kievara lembut.
Kening sang gadis mengkerut seketika. "Maksudnya apa sih? Gak ngerti".
Sang lelaki kemudian meraih jaket yang sempat ia bawa dan memasangkannya erat ke sekitaran tubuh Celine yang pakaiannya sudah terlihat berantakan akibat aktivitas mereka tadi. "Kiev antar Celine pulang, gak ke hotel. Celine masih bisa jalan?".
Namun, Celine bersikeras. "Entar dulu! Ini maksudnya lo nolak gue? Lo gak mau? Jangan munafik deh, celana lo aja nonjol gitu".
Kievara menakup wajah kemerahan itu, menempelkan keningnya dengan kening sang gadis lembut. "Celine, sayang. Bukannya gak mau, Kiev cuma.. Gak mau ngelakuin hal yang merugikan Celine. Bohong kalau Kiev bilang gak mau, Kiev kan juga laki-laki normal. Tapi.. Celine itu berharga, Celine segalanya buat Kiev. Jadi, gimana pun sulitnya, Kiev harus nahan diri".
Celine tercengang mendengarnya. Baru kali ini gadis itu merasa begitu.. Disayang oleh seorang lelaki. Dan entah mengapa, perkataan Kievara pada akhirnya sukses membungkamnya. Gadis itu pun berujung menurut, mengikuti langkah Kievara yang menuntunnya keluar dari tempat itu.
Kievara celingukan kesana kemari sebelum memutuskan merengkuh Celine dan memapahnya keluar dari club. "Lunar sama Akio dimana ya? Ini Kiev agak pusing, tapi harusnya masih bisa nyetir. Udah gak separah tadi soalnya pusingnya. Celine masih pusing banget ya?".
Celine tidak menjawab, gadis itu sendiri sesungguhnya sudah sulit berdiri, apalagi berjalan. Jadilah ia mengikuti Kievara dan memasrahkan dirinya didalam rengkuhan sang lelaki. Dan baru kali ini, dari jarak sedekat ini, Celine mencium aroma parfum Kievara yang didominasi dengan woody, menenangkan rasanya.
Perlu kehati-hatian membawa Celine sampai ke mobil, berikut memasangkan seat belt dan memastikan gadis itu duduk dengan aman. Kievara sendiri perlu menampar dirinya guna menyadarkan diri sebelum menancap gas, sebab ia tahu betapa bahayanya menyetir dalam keadaan mabuk, dan rasanya opsi mencelakakan diri bersama Celine menjadi opsi terbodoh yang tidak pernah terlintas di pikirannya.
Rumah sang gadis sudah terlampau gelap saat mobil Kievara mendekat, sepertinya seluruh penguni rumah itu sudah terlelap. Dengan lembut, Kievara berupaya membangunkan sang gadis. "Celine, Cel.. Udah sampe nih dirumah Celine. Bangun, yuk?".
Celine membuka matanya, menatap kearah rumahnya yang sudah didepan mata. Gantian, kini Celine menatap kesamping, kearah Kievara yang sudah menancapkan tatapan lembut ke arahnya. "Lo mau ikut.. Turun?".
Kievara menggeleng pasti. "Udah pagi buta gini, gak sopan kalau Kiev ke rumah Celine sekarang. Nanti aja, siangan nanti Kiev kesini bawa makanan buat Celine, ya?".
Celine kembali menggigit bibirnya. Pemandangan acak-acakan Kievara membuat pikirannya amburadul. Rambut yang berantakan akibat kelakuannya, mata yang sayu, berikut dengan bibir yang kemerahan akibat aksi ciuman hebat mereka. Sungguh, mata Celine tak mampu berfokus. "Cium lagi, Kiev".
"Hah?". Sang lelaki malah memasang tampang planga-plongo.
Tak sabaran, Celine menarik kerah kemeja Kievara dan menciumnya. "Lama".
Ciuman yang singkat namun dalam, mampu membawa keduanya memejam secara spontan tanpa diminta. Nyatanya, Celine seakan candu dengan bibir itu, yang kini terbuka karena sibuk mengais udara. "Celine, Kiev bisa gila kalau Celine begini terus..".
"Berisik, gue turun dulu". Ucap Celine sebelum membuka pintu mobil dan melangkahkan kakinya keluar. Baru satu langkah gadis itu berjalan, nyatanya ia terjembab akibat tak mampu menahan limbung.
Kievara buru-buru turun dari mobil dan menyusul Celine yang masih tergeletak di tanah. Lelaki itu langsung melingkarkan tangannya di pinggang Celine dan menariknya untuk berdiri. "Celine, astaga! Masih pusing ya? Kiev bantu papah ke dalam ya? Kunci rumahnya ada?".
Celine merogoh isi tasnya dan mengeluarkan sebuah kunci. "Antar sampai ke kamar, Kiev. Gue pusing banget".
Dengan susah payah, Kievara berhasil membukakan pintu. Keduanya berjalan susah payah menaiki anak tangga dengan instruksi dari sang gadis menunjukkan letak kamarnya. Pada akhirnya Kievara berhasil menyelesaikan misinya, mengantar Celine hingga ke kamar. Sang gadis langsung ambruk sesampainya ia disana, tak menghiraukan posisinya yang kurang nyaman diatas kasur.
Kievara tidak langsung pergi, lelaki itu membenahi posisi tidur Celine dan melepaskan sepatu yang gadis itu kenakan, berikut dengan memasangkan selimut agar gadisnya merasa hangat. Setelah memastikan semuanya selesai, Kievara tak lupa mengecup kening sang gadis dan berpamitan. "Good night, cantiknya Kiev. Bobo yang nyenyak ya, Kiev pamit pulang dulu. Nanti kesini lagi".
Dengan mengendap-endap, Kievara berupaya turun dan keluar dari rumah dengan aman dan tanpa membangunkan seisi rumah Celine. Sebab akan aneh rasanya jika seseorang menemukannya di pagi buta mengendap-endap dirumah seseorang bak maling. Beruntung ia berhasil mencapai ke mobil tanpa ketahuan.
Buru-buru Kievara menyalakan mobil dan tancap gas dari sana, memegangi dadanya yang sejak tadi tak mau berhenti berdegup kencang. Malam ini adalah suatu malam yang cukup extreme untuknya. Dan tentu saja, tak akan pernah ia lupakan. Jika pertahanannya tidak setinggi langit, mungkin saat ini ia sudah berakhir di kasur dengan Celine, menuruti keinginan sang gadis yang menginginkannya untuk...
Ah, mikir apa sih, Kiev? Sadar!
Celine memang sudah resmi membuatnya gila.