"Kiev, bangun. Shit". Suara panik Celine, membuat kesadaran Kievara perlahan kembali.
Lelaki itu mengerjap berulang kali, mencoba membuka matanya yang masih terserang kantuk. Kali ini, Celine mengguncang tubuhnya. "Kievara, bangun. Anjing, itu suara Papa sama Mama, pasti mereka udah pulang dari semalam".
Kievara baru menemukan seluruh kesadarannya, lelaki itu lantas bangkit, menemukan kondisi langit cerah yang mengintip dibalik jendela. Matanya mengedar, kemudian beralih kearah tubuh Celine dan tubuhnya sendiri yang masih polos terutup selimut. Satu persatu kalimat Celine menyerap di kepalanya, sukses membuat netra Kievara membesar. "Hah? Itu suara Papa sama Mama Celine? Kiev ketiduran sampai pagi ya? Astaga, gimana nih, Cel?".
"Gak tau! Gue juga panik ini". Balas Celine sembari berupaya meraih bajunya yang berserakan di lantai. "Pikirin gimana caranya lo pulang tanpa ketahuan Papa sama Mama".
Sedangkan Kievara, dengan wajah panik, menjawab. "Cel.. Mobilku kan diparkir di depan garasi?".
Detik itu, keduanya terdiam. Celine menepuk jidatnya kencang. "Shit. Shit. Shit. What were we thinking? Papa sama Mama udah pasti tahu lo disini".
Buru-buru, Celine bangkit setelah mengenakan bajunya asal, mencoba mengintip keluar dengan membuka pintu sedikit. Suara percakapan Papa dan Mama Celine makin terdengar jelas, sepertinya tengah sarapan bersama di meja makan. Celine menjambak rambutnya frustasi, buru-buru kembali menutup pintu dan menguncinya. "Shit. Gimana nih? Mana hari libur, mereka pasti gak kemana-mana, nunggu gue bangun tidur".
Sedangkan Kievara, kini sudah lengkap berpakaian. Dengan rambut acak-acakan dan wajah khas bangun tidur, lelaki itu duduk di tepi kasur, menunduk penuh penyesalan. "Maaf ya, Cel... Kiev semalam ketiduran. Kiev gak ngeh sehabis kita yang terakhir itu, capek banget, terus tidur".
Bayangan didominasi oleh Kievara semalam berpendar begitu saja di benak Celine sejenak, membuat sang gadis perlu menggeleng untuk mengenyahkan pikiran kotor itu. "Gak usah minta maaf dulu. Pikirin dulu ini gimana? Kalo lo loncat dari sini kebawah mati gak?".
"Hah? Jangan, Cel. Mending Kiev ikut turun terus minta maaf aja sama Papa Mama Celine ya?". Balas Kievara, membuat Celine naik pitam.
"Udah gila lo! Minta maaf buat apa? Karena tidur sama gue? Dipakai otaknya, Kiev. Masa mau ngaku ke mereka lo tidurin gue? Gue bisa diusir dari rumah". Balas Celine penuh emosi.
Kedua manusia itu lantas terdiam, sedetik kemudian terlintas suatu ide di benak Celine, satu-satunya jalan keluar untuk semua huru-hara yang tercipta karena keduanya tidak bisa menahan hormon semalam. Gadis itu lantas menelepon seseorang dengan raut gelisah.
"Lun? Gue bener-bener butuh bantuan lo. Kerumah gue sekarang juga".
———
Dengan seribu akal cerdik, pada akhirnya Kievara berhasil diselundupkan kedalam mobil milik Lunar, menunggu momen Papa dan Mama Celine tidak terlihat mata, sang gadis buru-buru membawa Kievara keluar dari rumahnya, kemudian mendorongnya hingga masuk kedalam mobil Lunar yang sudah standby di depan rumah Celine, menatapnya dari dalam mobil dengan senyum asimetris di wajah.
"Lun, titip ya. Please. Urgent banget. Buruan cabut sekarang, sebelum bokap sama nyokap gue ngeh". Ucap Celine panik, berulang kali celingukan ke belakang untuk mengecek keadaan rumahnya.
Lunar mengedipkan sebelah matanya dari dalam mobil. "Aman aja, sayang. Udah sana masuk. Kivkiv bakal gue antar sampai rumahnya dengan selamat".
Tanpa berkata apapun lagi, Celine berlari kembali masuk kedalam rumah, membuat Kievara tak tega sendiri dengan masalah yang ia timbulkan untuk Celine. Selama perjalanan, Kievara banyak diam, membuat Lunar berinisiatif untuk bertanya.
"Soo... How was last night, Kiev?". Tanya Lunar dengan nada usil.
Lunar bisa melihat bagaimana pipi Kievara perlahan bersemu pink, lelaki itu menghindari pandangan Lunar untuknya. "Mm.. Gimana maksudnya, Lunar?".
"Udahlah, Kiev. I'm not new to this. You literally have sex hair". Balas Lunar gamblang.
Kievara menutup mulutnya dengan punggung tangan. "Malu, Lunar. Jangan diomongin".
"Jadi, siapa yang mulai? Lo atau Celine?". Tanya Lunar penasaran, mengorek informasi dari lelaki lugu disebelahnya.
Kievara menjawab dengan malu-malu. "Celine, Lunar. Eh, apa Kiev ya? Tapi, Kiev gak sengaja, beneran. Bukan niatnya kesana, cuma refleks aja megang paha Celine. Gak tahu kalo Celine se-sensitif itu. Eh—Maksudnya".
Racauan Kievara yang begitu polos membuat Lunar terbahak, memukul stir karena merasa memenangkan sesuatu. "I knew it! Duh, pagi-pagi udah dengar hal yang tmi aja gue. Gak apa-apa deh tapi, ini info penting".
Kievara menakupkan wajahnya, tidak sanggup lagi berucap akibat malu. "Malu banget, Lunar".
"Gak usah malu, lah. Memangnya ini pertama kali buat lo?". Ucap Lunar asal, sekenanya. Namun setelah tidak mendengar jawaban apapun dari Kievara, Lunar memekik. "What?! Beneran pertama kali buat lo, Kiev? Shit. Gue kira lo gak segitu polosnya. Anjing si Celine, anak orang dimainin sampai segininya".
Kievara lantas menoleh. "Dimainin gimana, Lun?".
Lunar salah tingkah sendiri, langsung buru-buru mengkoreksi dan mengalihkan obrolan. "Hah? B-Bukan. Bukan apa-apa. Lupain aja. Ini rumah lo jalannya kemana Kiev? Gue gak tahu arahnya. Kesana ya?".
———
"Celine".
Suara berat sang Papa membuat Celine terlonjak ditempat saat sedang menutup pintu utama. Gadis itu berbalik, menemukan tatapan aneh dari Papanya. Genap menelan saliva, Celine kemudian menjawab, berjalan mendekat kearah sang Papa dengan kikuk. "Pa".
"Ngapain kamu kedepan?". Tanya sang Papa, nampak heran.
Celine menggaruk belakang lehernya yang tak gatal. "Itu, Pa.. Mm, habis cari barang".
Sang Papa masih menautkan alis. Jelas mengindikasikan rasa tidak percaya. "Di depan garasi ada mobil parkir. Mobil siapa? Dari semalam ada disitu. Mama bilang itu mobil pacarmu si.. Siapa namanya, Kievara? Benar? Kenapa mobilnya ada disini?".
Ini dia saatnya ilmu mengarang Celine dikerahkan seluruhnya. Gadis itu mulai berdongeng dengan percaya diri. "Iya, mobilnya si Kiev. Semalam tuh Celine pinjam mobil dia, soalnya kemaleman balik dari kampus".
"Memang mobilmu kenapa?". Tanya sang Papa makin detail.
Celine mengulik kembali isi otaknya. "Celine tuh dari pagi gak bawa mobil, Pa. Memang niatnya sebenarnya diantar jemput Kievara aja. Nah, terus paginya dijemput Kiev kan, cuma pas di kampus, Celine ternyata ada kegiatan sampai malam. Karena kasian kalo Kiev nunggu sampai Celine selesai, jadinya Celine suruh dia pulang duluan aja. Mobilnya ditinggal soalnya Celine pinjam".
Sang Papa sempat terdiam lama, mencoba mencerna penjelasan anak perempuannya yang kini tengah keringat dingin saking gugupnya. Namun pada akhirnya, papa Celine hanya menjawab singkat. "Kamu ini. Lain kali jangan nyusahin orang. Kan bisa minta Pak Bayu jemput kamu. Balikin itu mobilnya Kievara hari ini, jangan kelamaan kamu tahan disini. Sudah, kamu mandi dan siap-siap sana. Papa sama Mama mau ajak kamu keluar".
Celine mengerutkan kening, bingung karena tumben sekali Papa dan Mamanya meluangkan waktu sepergi ini. "Kemana pa?".
"Ikut aja".
———