Hal baru, semua adalah hal baru untuk Kievara.
Celine adalah sesuatu yang membuat hidupnya seakan berjalan diatas roller coaster.
Terlebih, hari ini.
Hari dimana Kievara mendapat adiksi pertamanya.
"Celine..".
"Lantai 16 kamar nomor 03". Potong Celine segera setelah telepon itu tersambung.
Nada putus-putus terdengar setelah Celine mengucap kata-kata tersebut, membuat Kievara terlihat kikuk karena kebingungan. Dengan gugup, Kievara melangkahkan kaki menuju ke area meja resepsionis, kemudian meminta tolong dengan suara serupa cicitan. "Hm.. Permisi, saya mau ke lantai 16, perlu pakai akses, ya?".
Sang penjaga resepsionis tersenyum manis. "Akan dibantu petugas di depan lift kami ya, Pak, silahkan di sebelah sana".
Kievara menoleh kearah yang dimaksud. "Oh, terimakasih".
Dengan langkah yang tergesa, lelaki itu berjalan mendekat kearah lift, mengenyahkan seluruh perasaan malu dan canggung sebab ini kali pertamanya mendatangi hotel seorang diri, tidak ditemani Mami maupun Papinya.
Lift yang membawa sang lelaki terus naik, hingga akhirnya berhenti tepat di lantai yang ia tuju. Setelah melihat kekanan dan ke kiri, Kievara akhirnya memutuskan mengikuti papan petunjuk yang tertempel di dinding guna mencari kamar yang Celine maksud.
Hatinya berdebar cepat, pikirannya mulai mengarah pada hal yang tidak seharusnya.
Ini Kiev nanti berdua Celine aja ngobrolnya apa gimana ya? Kenapa harus di kamar hotel sih? Kiev takut mikir aneh-aneh.
Batinnya terus bersuara, meski akal sehatnya sejak tadi terus mencoba ikut bersuara untuk mengenyahkan segala pikiran buruk tersebut. Hingga akhirnya, langkah kaki itu terhenti di salah satu kamar yang Celine sebutkan tadi.
Kievara menarik nafas panjang, sebelum memberanikan diri mengetuk pintu kamar yang terdengar lumayan nyaring itu. Tidak butuh waktu lama, Celine sudah menunjukkan wajahnya dengan senyum penuh arti. "Hola, Kievara".
Sang gadis mengenakan sebuah rope handuk berwarna putih yang sepertinya disediakan oleh hotel, membuat Kievara sontak menanyakan satu hal yang tidak penting. "Celine habis mandi?".
Gadis itu mengerutkan kening. "Hah?". Kemudian tersadar setelah melirik kearah apa yang ia kenakan. "Oh, iya. Habis mandi. Ayo, masuk".
Kievara menurut, melangkah masuk kedalam ruangan luas yang hanya diisi oleh mereka berdua. Satu sisi kasur king size terlihat sudah berantakan, nampaknya paska ditiduri oleh sang gadis beberapa waktu lalu. Celine bergerak kearah meja di satu sudut, kemudian mulai sibuk sendiri sembari membelakangi lawan bicaranya. "Lepas aja sepatu sama jaketnya, Kiev".
Mendengar permintaan Celine, sontak Kievara menuruti dan mulai melepaskan sepatunya. Akibat menunduk untuk membuka untaian tali sepatu, Kievara jadi tidak menyadari kehadiran Celine yang kini sudah berdiri di hadapannya dengan menenteng dua gelas minuman di tangan kanan dan kirinya. "Wine, sayang. Lo minum kan?".
Kievara merinding sendiri mendengar panggilan sayang sang gadis. "M—Minum kok".
"Good, minum sambil duduk di sofa sama gue, mau?". Balas Celine dengan senyuman miring.
Kievara mengangguk, jujur saja ia bak tersihir dan langsung menuruti segala perkataan Celine yang mengalun begitu saja untuknya malam ini. Keduanya memilih duduk di sofa, dengan Celine yang menyerahkan satu gelas wine untuk sang lelaki dan menatapnya. "Lo udah gak marah? Masih ada unek-unek soal gue, gak?".
Lelaki itu berkedip tanda berpikir. "Kiev cuma bingung, Cel.. Sebenarnya kita ini benar pacaran atau kamu cuma mau main-main aja sama Kiev?".
Mendengar hal tersebut, Celine tersenyum. "Udah? Itu aja?".
"Kiev pengen tahu perasaan Celine, kenapa sikap Celine selalu berubah sama Kiev. Kenapa kadang Celine manis, tapi kadang cuekin Kiev". Balas Kiev melanjutkan.
Celine meneguk wine miliknya. "Ada lagi, sayang?".
Kievara menelan saliva. "Cel, Kiev deg-degan".
"Deg-degan karena?". Tanya Celine dengan nada rendah.
"Celine panggil sayang...". Balas Kievara jujur, lelaki itu memegangi dadanya. "Sama, kenapa ngobrolnya harus disini, Cel?".
Senyum sang gadis kian mengembang. "Memangnya kenapa kalau disini?". Kievara tidak lagi bisa menjawab, lelaki itu membisu, membuat Celine terkekeh dan memintanya meneguk minuman di gelasnya. "Gak usah dijawab, biar gue yang jawab. Tapi, minum dulu wine-nya sampai habis".
"Kiev takut mabuk, Cel..". Balas Kievara takut.
"Minum, sayang, habisin". Titah Celine, menuai anggukan setuju dari lawan bicaranya yang langsung menuruti, menyerngit untuk beberapa lama setelah menenggak habis isi minumannya tanpa tersisa. Melihat hal tersebut, lagi-lagi Celine berdecak puas dan memuji. "Pinter, good, good boy, Kievara Lessman".
Dalam satu gerakan, Celine berangsur naik keatas pangkuan sang lelaki, membuat lelaki itu menahan nafas seketika. Celine mengerling manja, menyibak rambut panjangnya ke satu sisi. "Anak pinter, pantas dikasih hadiah sama gue".
Satu ciuman mendarat di bibir Kievara, membuat sang lelaki seakan tersentak saking terkejutnya. Meski sudah beberapa kali dicium Celine, sensasi itu tetaplah mengejutkan baginya, membuat seakan jantung Kievara copot begitu saja dari tempatnya. "Kiev mau tahu jawabannya satu-satu? Iya?".
Sang gadis berbisik lirih. "Pacaran Kiev. Lo itu pacar gue, gue punya lo. Itu kan jawaban yang lo mau dengar? Sure, I'll answer it for you. Lo pacar gue, sayang".
Netra Kievara membesar seketika saat Celine mulai menggerakan tubuhnya diatas pangkuan sang lelaki, menimbulkan sensasi yang menguji segala bentuk pertahanan diri Kievara sebagai laki-laki normal. "Kedua, kenapa gue berubah-ubah, itu karena memang gue seperti itu. I'll kiss you today and kick your face tomorrow. Tergantung apa yang gue inginkan hari ini atau besok".
Kievara mulai kehabisan nafasnya saat Celine kian intens bergerak, memicu gairah keduanya yang perlahan merayap dan terbukti dari tonjolan dibawah sana, tepat di tengah celana Kievara. "Dan pertanyaan terakhir, jawabannya simpel. Karena hari ini, gue mau ngelakuin hal yang bisa bikin cranky dan pertanyaan-pertanyaan lo hilang, Kiev".
"Celine...". Desis Kievara saat merasakan nafasnya mulai tercekat tatkala gerakan pinggul Celine makin intens diatasnya, mempertemukan bagian tersensitif mereka dibawah sana. Lelaki itu sampai memejam berulang kali, mengerjap tak karuan menahan rasa yang mulai menuntut.
"Fokus, sayang.. Kan gue lagi jawabin pertanyaan lo". Bisik Celine, meraih ujung dagu Kievara untuk membubuhi kecupan di bibirnya. "Kenapa? Enak ya?".
"Cel, stop.. Kiev takut kelepasan". Balas Kievara sembari berupaya memegangi pinggang sang gadis untuk berhenti bergerak. "Kiev laki-laki normal,Cel..".
"Iya, kerasa kok. Normal dan sehat banget". Balas Celine diikuti desahan yang pada akhirnya tak mampu lagi ia tahan, sebab gesekan mereka dibawah sana tak ayal juga menimbulkan efek baginya.
Kievara terdiam, menyaksikan pemandangan indah diatasnya yang menari-nari dengan peluh yang mulai membasahi pelipis. Gadis itu mendesah berulang kali, seakan terus-terusan mengikis pertahanan diri Kievara yang sudah diujung tanduk. Dengan satu gerakan, lelaki itu menarik Celine mendekat dan kembali mempertemukan bibir mereka, membungkan desahan menggoda sang gadis demi kewarasannya.
Celine adalah yang lebih dulu melepas, dengan senyuman yang sama menggodanya, gadis itu perlahan melepas kacamata sang lelaki dan menaruhnya di sisi. "Malam ini, kita ngobrolnya gak pakai mulut, Kiev. Tapi, pakai tubuh".
"Cel..". Protes Kievara yang langsung dipotong oleh sang gadis.
"Jadi jangan banyak omong, sayang. Tapi banyak gerak". Sanggah Celine sebelum kembali membungkam sang lelaki dibawahnya dengan ciuman panas mereka.
———
Wlee digantungin wkwkkwkwk 🙃🙃🙃🙃