Chapter 15 - Anger

492 91 16
                                    

Hari setelahnya, Kievara benar saja kembali dihadapkan dengan Anya di mata kuliah Bahasa Perancis. Salah satu mata kuliah wajib bagi seluruh mahasiswa yang berkuliah disana, dan tentunya menggabungkan beberapa jurusan sekaligus.

Anya sempat menatap Kievara yang sudah lebih dulu duduk di salah satu bangku kelas sekilas sebelum memilih menunduk, gadis itu bahkan memilih untuk duduk di bangku yang letaknya jauh dengan sang lelaki. Kievara ikut menatap kebawah, kearah pulpen yang sejak tadi ia mainkan di tangan.

Bel tanda perkuliahan berakhir pada akhirnya berbunyi, membuat sebagian besar mahasiswa berhamburan keluar dari ruangan. Kali ini, Kievara tak mampu menahan langkahnya mendekat kearah Anya, kemudian memberanikan diri untuk menegur.

"Gu.. Anya". Sapa Kievara, canggung sendiri saat harus memanggil Anya dengan panggilan yang tak biasa. Celine bilang, gak boleh panggil Gunya, pikirnya.

Anya menoleh, namun langsung memilih bangkit dari duduknya. "Permisi, mau keluar kelas".

"Anya, sebentar. Kiev mau ngobrol, boleh?". Sanggah Kievara sigap.

Anya menarik nafas, kemudian membuang muka. "Mau ngomong apa, Kiev? Waktuku gak banyak".

Kievara bergerak gelisah, nada bicaranya diturunkan hingga memelan. "Ini.. Kiev.. Gak enak. Soal kemarin, Anya lihat. Kiev minta maaf, ya? Itu.. Kiev bingung juga. Tapi, Mm—Kiev sama Celine tuh.. Mm".

"Pacaran? Kalian pacaran, kan?". Balas Anya dengan nada kencang, membuat Kievara menutup mulut gadis itu dengan panik.

"Sst! Anya, jangan kenceng-kenceng ngomongnya. Celine gak boleh ketahuan pacaran sama Kiev". Bisik Kievara, membuat kerutan di dahi Anya.

Sang gadis melepas bekapan Kievara di mulutnya. "Maksudnya gimana sih? Kalian backstreet? Kenapa gak boleh ketahuan?".

"Backstreet tuh apa, Nya? Kiev kurang ngerti. Intinya sih, Celine bilang, gak boleh ada yang tahu kalau Kiev pacarnya Celine. Sejauh ini, cuma tiga orang yang tahu kalau kami pacaran. Salah satunya, Anya. Jadi, Kiev mau sekalian minta tolong, tolong jangan bilang ke siapa-siapa ya soal kemarin. Kiev takut Celine marah". Ucap Kievara memohon.

Anya menggelengkan kepalanya tak percaya. "Kamu tuh bodoh atau gimana sih, Kiev? Kok bisa-bisanya nurutin sama perilaku Celine? Dia bahkan gak mau mengakui kamu sebagai pacarnya".

Kievara mengerutkan kening. "Kok Anya bilangya begitu? Kata siapa Celine gak mau ngakuin Kiev?".

"Kiev, kamu tahu Celine gak sih? Kamu pacaran sama dia, tapi kamu kenal dia dengan baik atau nggak?". Balas Anya, masih dengan tatapan tak percaya.

Kievara terdiam sejenak, memutar otaknya untuk mencerna maksud dari perkataan Anya. "Kiev.. Kenal kok. Kiev udah kenal Mamanya, temen-temennya".

"Reputasinya? Tahu?". Balas Anya cepat. Selanjutnya, Anya meraih barang bawaannya, kemudian menatap Kievara untuk berbicara terakhir kali sebelum beranjak pergi. "Kamu pernah berpikir gak, Kiev? Kenapa perempuan seterkenal Celine, dengan berbagai pilihan laki-laki, malah milih pacarin kamu dan secara diam-diam?".

Kievara memakukan pandangannya pada Anya, memutar terus menerus perkataan itu di kepalanya bagai sebuah kaset kusut.

"Cinta boleh Kiev, tapi gunain otak kamu yang pinter itu. Jangan terlalu bodoh dan gampang dimanfaatin". Pesan Anya sebelum meninggalkan ruangan, menyisakan Kievara yang masih terbengong di tempatnya.

———

Dan perkataan Anya, tanpa diduga meresap begitu baik di dalam pikiran Kievara. Sebab selama ini, Kievara memang tidak pernah memikirkan perkara alasan mengapa Celine memilihnya, sedikit pun, tidak. Semua di dalam pikiran Kievara, memang sesimpel itu.

YOU & US Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang