DTSI| 20. Matahari sore hari

8 3 0
                                    

"Bahagia itu bukan perihal harus bersenang-senang, tapi perihal kita mensyukuri sesuatu yang terjadi itu adalah bahagia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bahagia itu bukan perihal harus bersenang-senang, tapi perihal kita mensyukuri sesuatu yang terjadi itu adalah bahagia." -Cena.

⋅ ⋅ ── 🦋 ── ⋅ ⋅

Hari ini, Nea mempersiapkan dirinya untuk bertemu kakak kelasnya itu lagi

Di depan rumah sudah ada motor aesthetic menurutnya itu.

Dan kini Sean tengah menunggu, perempuan itu keluar. Nea pamit kepada ibunya yang berada di ruang keluarga sendirian.

"Bund, aku pergi dulu ya!"

"Hati-hati! Jangan terlalu soré pulangnya!" Amanat Bunda, yang selanjutnya di angguki oleh Nea.

"Iya bundd!" Ucap Nea yang sudah berjalan keluar rumah.

Manik netra itu saling bertemu, membuat Sean tersenyum menyambutnya.

"Sudah?" Nea mengangguk dengan menampilkan senyum hangatnya.

Nea memakai helm yang di sodorkan Sean. Mereka pergi pada saat matahari berada di seperempat waktu.

Aroma khas toko buku membuat mereka sangat nyaman. Di bandingkan dengan parfume mewah, Nea hanya ingin menghirup aroma ini.

Sebelum mereka ke meja belajar, mata mereka menyelediki buku buku yang sebelumnya tidak ada disini,

Setiap kalimatnya, membuat Nea jatuh ke dalam untaian kata. Di sisi lain, Sean ikut membaca buku baru, namun tak seperti buku yang di pegang Nea.

"Kamu pernah bikin puisi?" Tanya Nea, mereka yang berjalan beriringan menuju meja belajar.

"Pernah,"

"Ajarin dongg! Aku pengen bisa bikin puisi."

"Puisi itu curahan hati kamu. Tapi bukan curhat, melainkan menuangkan kata kata yang tidak to the point." Jelasnya,

"Nggak to the point gimana, maksudnya?" Tanya Nea yang kurang mengerti.

"Ya tidak to the point. Kenapa puisi selalu seperti ini 'cahaya pagi telah menyapaku, kenapa ga langsung bilang aja kalau itu sunrise." Tuturnya lagi mendengus. Nea tertawa akan dibuatnya. Benar juga. Tapi diksi dari kalimat puisi itu selalu lolos membuatnya merasa lebih tersadar.

Dan sesekali puisi itu selalu related dengan kehidupan nyatanya.

"Tapi keren loh ... Setiap kalimatnya selalu membuat semua orang tersentuh. Bahkan aku juga salah satu dari mereka. Selalu lolos membuat kita terenyuh oleh diksinya." Sean hanya mangut mangut mendengar penuturan kata yang Nea ceritakan.

Nea sudah menyiapkan stabilo di atas meja-yang di berikan Sean kemarin.

"Sean!" Serunya sebelum Sean menulis.

Nea menampilkan judul materinya, dengan goresan indah dari spidol brush pen yang Nea ukir. Matanya berbinar karena dia bisa melakukannya, meski tak sebagus Sean.

Dunia Tak Sejahat Itu | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang