⋅ ⋅ ── 🦋 ── ⋅ ⋅
Nea menjadi yakin bahwa keajaiban akan selalu ada. Mendengar cerita bagaimana seorang Jibran bertahan untuk hidupnya."Kenapa dunia ga adil banget buat Jibran.." Nea membuka suara setelah hening menyelimutinya. Sekarang Sean dan Nea sudah berada di luar rumah sakit, mereka menuju halte untuk pulang. Perempuan itu–Alisya memutuskan untuk tetap di rumah sakit menemani Marini dan Jibran.
"Setiap manusia punya cobaannya masing masing. Bersyukurlah selagi kita masih di berikan nafas. Mau apapun rintangannya setidaknya kita pernah merasakan check point."
"Emangnya parkour! ada check pointnya segala.."
"Loh? hidup kan memang seperti parkour. Setiap perjalanan pasti selalu ada rintangannya bukan? Bertambahnya usia pasti level rintangannya semakin sulit. Tapi tenang, tuhan ga tega itu kok. Setelah kita sudah tidak bisa berdiri lagi, Tuhan akan membantu kita untuk tertatih."
"Seperti halnya yang ia lakukan pada Jibran. Allah memberikan sebuah koma pada Jibran, karena Allah tau. Jibran butuh istirahat." Tutur Sean membuat dirinya tak lagi berkata kata.
"Tapi tetep aja, kalau kita banyak masalah tetep aja kan kita yang repot. Kita yang cape dan pada akhirnya kita menyakiti diri sendiri. Kan kita juga berhak bahagia seperti orang lain."
Ia tersenyum lalu menjawab, "itu adalah cara supaya kita bisa kuat meraih apa yang kita mau. Kamu mungkin pernah berpikir 'jadi dia enak banget yah, sering tertawa, keluarganya juga harmonis, temennya banyak, pinter, rajin, dan berbagai pikiran yang membuat kita insecure. Padahal ada yang kamu tidak tau. Itu adalah cara dia untuk mengcover masalahnya. Kalau kamu pernah menganggap orang seperti itu, berarti orang itu telah berhasil menutupi sisi aslinya." Imbuh Sean. Dengan tangan yang berada di dalam saku, netra mata yang fokus menatap Nea.
Nea menyetujui ini. Dunia memang kejam, Dia juga pernah mengalami kejamnya dunia, namun perlahan lahan kekejaman itu kembali hanyut ke dasaran yang paling dalam. Entah kapan kejam itu akan kembali keluar. Maka dengan itu manusia di berikan cobaan yang menyakitkan agar mental manusia siap untuk menghadapi dunia yang penuh duri ini.
Ketika halte sudah di depan mata mereka, Nea berlari dan duduk di ayunan halte. Di ikuti dengan Sean yang duduk di bangku biasa.
"By the way, Nenek kamu kok bisa masih muda umurnya?"
"Hahaha, kamu sampe menciptakan hujan buatan karena kaget sama umur nenek saya kan?" Nea tersenyum malu, faktanya dia sangat merasa bersalah sudah beraksi seperti itu, itu aib pertama Nea yang ia lihatkan. Bagaimana tidak! air yang ia minum menjadi kemana mana. Jujur ingin menghilang saja rasanya.
"Seperti yang saya bilang tadi, bahwa manusia pasti mempunyai berbagai banyak cobaan. Contohnya nenek. Menjadi ibu di usia dini. bagi keluarganya itu adalah sebuah aib. Namun nenek merawat anaknya dengan sepenuh hati, ikhlas, bahkan sampai mempunyai cucu." Nea mengangguk mengerti dan Sean melanjutkan ceritanya.
"Saat itu Nenek masih berumur 16 tahun. Masih terlalu muda untuk menanggung semuanya. Jadi seorang ibu di usia dini itu ga mudah."
Rasanya Nea ingin memeluk Marini sekarang. Nea membayangkan, Bagaimana sakitnya ketika ia melahirkan anaknya di usia yang cukup di bilang Sanga muda, melihat ibu Nea saat melahirkan adik Nea, itu sudah membuat dirinya ingin menangis.
"Tapi ga apa apa. Kata nenek, itu sebuah pengalaman yang bakal nenek simpan. Tidak banyak orang yang bisa sebesar hatinya Nenek. Itu lah mengapa kita harus menerima apa yang sudah terjadi."
Nea mengangguk untuk mengerti. Nea sudah puas dengan jawabannya. Ia termenung menatap Sean yang kini tangannya sibuk membuka buku yang ada di kantongnya. Sebuah buku novel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Tak Sejahat Itu | Na Jaemin
Teen Fiction[updated setiap hari :D] "Tuhan, terima kasih telah menghadirkan dirinya, yang telah mengajarkanku betapa indahnya dunia. Meski sebentar, tapi ia selamanya" -Nea "Na, kamu telah menepati janjimu. Kamu telah menjagaku sebelum pada akhirnya kamu tidur...