DTSI| 3. Orang lain

34 7 6
                                    


Terkadang sebuah pertanyaan akan membuat si penjawab tercekat.

⋅ ⋅ ── 🦋 ── ⋅ ⋅

Sesampai bus pemberhentian, Nea memutuskan untuk berteduh di supermarket yang jaraknya tak jauh dari halte. Begitu pula dengan Sean.

"Loh? Kakak kenapa ikutan berteduh? Kakak kan punya jas hujan."

"Kamu inget ucapan saya saat di bis?"

"Ya tapi kan kita cuman berdua."

"Gapapa, saya masih bisa merasakan hangatnya kamu."

Pipi Nea merah merona. Dia panik karena jantungnya berdegup dengan kencang. Dia tidak suka hal ini terjadi. Dia menunduk berkata ini takkan pernah terjadi.

"Nea, kamu gapapa?" Tanya Sean yang cukup bingung dengan perubahan raut wajahnya.

"Kak,"

"Iya?" Dia menjawab dengan penasaran, Nea tidak melanjutkan bicaranya membuat Sean sedikit menunggu.

"Kakak suka aku?"

Sean cukup tertegun dengan pertanyaan yang Nea lontarkan. Cukup tiba-tiba. Ia tidak tahu harus menjawab apa.

"Mungkin pertanyaan ini kedengeran kurang etis. Baru kenal aku malah ngasih pertanyaan ini. Tapi tolong.. jawab aku dengan jujur, kakak suka aku?"

"Tidak." Nea menoleh dan menatap wajah Sean yang kini tersenyum.

"Saya suka kamu sebagai teman."

"Jadi hubungan kita akan di bawa kemana kak? Kita temen aja kan? Ga lebih?"

"Kamu ini pertanyaannya yah.." ia tersenyum lagi seperti biasa selalu mengacak acak rambut Nea. Ia kembali menunduk dan tersenyum lega. Tak perlu takut lagi. Semuanya sudah jelas kalau mereka cuman teman.

"Udah reda, aku duluan ya kak."

"Tunggu." Sean masuk ke supermarket sedikit berlari kecil. Nea menunggu dengan wajah tampak bingung.

Terlihat sedang membayar yang ia beli. Sean keluar dan menyodorkan sebuah susu coklat yang tidak dingin.

"Anggap aja ini sebagai perayaan kita berteman. Kuno sih, karena sebelumnya saya belum pernah ngajak seseorang untuk berteman. Jadi... kamu mau kan jadi temanku?"

Kecewa. Namun Nea tetap mengangguki itu.

⋅ ⋅ ── 🦋 ── ⋅ ⋅

Selepas ganti baju, ia mengeringkan rambutnya dengan handuk, Nea jarang mengeringkannya dengan Hairdryer. Entahlah, lebih nyaman di keringkan oleh handuk.

"Nea! Makan duluu!"

"Iyaa bund!" Sudah tercipta betapa enaknya merebahkan tubuh yang sudah lemah, letih, lesu, loyo ini pada kasur empuk. Tapi kenikmatan itu harus ia urungkan, karena tidak boleh egois dengan cacing ribut yang sedari tadi minta makan.

"Kalau bukan karena elu, gue keknya udah tidur." Ucap Nea berbicara pada perutnya. Tapi tak di sangka seseorang telah melihat kelakuan dirinya. "Bundaa! Si Teteh udah gila!"

Nea menghela nafas, kenapa adiknya ini tiba-tiba muncul sih. Ia turun menuruni anak tangga. Disana sudah berkumpul, siap menyantap makanan yang Bunda masak.

"Bund, bund! Si tétéh tadi bicara sendiri, iiiii takut~"

"Berisik, Nemo! Kalau mau ke kamar ketuk pintu dulu! Ga sopan!"

"Biarin wleee."

"Kamu yah!" Elma tertawa lepas melihat raut wajah kakaknya yang kesal. Bahkan Nea tidak terima dengan ledekan tersebut hingga sesi kejar kejaran pun dimulai.

Dunia Tak Sejahat Itu | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang