11. RUMAH SAKIT

9 2 0
                                    

Hari ini aku kesiangan. Aku melangkahkan kakiku menuju ke kamar mandi. Takut ketinggalan pelajaran aku memutuskan hanya mencuci mukaku saja.

" Yang penting nanti pakai deodoran dan minyak wangi yang banyak "

Kataku mencoba menyakinkan diri.

" Gak jadi deh mandi aja "

Kataku kemudian langsung bergegas mandi. Setalah itu aku segera berseragam kemudian berangkat ke sekolah.

Aku memukul stang motor ku kesal ketika motor ku terjebak di keramaiannya kemacetan pagi ini. Kota metropolitan ini memuakkan. Selalu mancet kala pagi dan petang.

Karena mobil mobil dan  motor motor di depanku tak kunjung berjalan. Bayang bayang membersihkan toilet sendiri itu membuatku jengah.

" Kalau sama Cinta aman. Lah kalau dia gak mau nemenin. Capeknya berasa dowble . "

Aku menghembuskan nafas kasar. Kemudian memutuskan untuk melihat penyebab terjadi kemacetan panjang ini.  Aku panik sendiri ketika melihat anak kecil dengan seragam sd itu bersimbah darah dan banyak orang yang berkerumun tanpa membantu anak kecil itu.

Aku segera memberikan pertolongan pertama pada anak SD itu dengan cara mencoba menghentikan darah yang terus mengalir pada hidung anak itu. Aku mengangkat leher belakang anak itu. Dan sesekali memencet hidung anak itu. Akhirnya berhasil membuat darah itu berhenti menetes.

Tak lama setelah itu mobil ambulance datang. Semua pengemudi memberi jalan. Semua orang berkerumun kembali ke kendaraan nya masing-masing untuk menggeserkan kendaraan mereka agar ambulance itu segera bisa mengangkut anak malang ini.

Aku segera membopong tubuh kecil anak itu ke brankar yang tersedia dalam mobil itu. Setelah itu aku kembali ke sepeda tempat dimana kendaraanku terparkir. Dan menghalangi jalan bagi pengemudi yang lain.

Aku segera melaju cepat namun bukan sekolahan lagi tempat yang ku tuju saat ini. Aku ingin mengikuti kemana mobil itu membawa anak SD tadi.

Motor ku terhenti di belakang ambulance tadi. Aku segera mengikuti kemana brankar yang itu dibawa.

" Maaf mas tungu di depan "

Kata perempuan berbaju putih hijau itu sembari menutup pintu ruangan itu.

Aku melenguh aku tak nyaman dan mondar mandir di depan ruangan itu.  Tak beberapa lama tiga orang perempuan dengan pakaian yang sama sama putih itu keluar. Aku segera menghampirinya dan memberikan pertanyaan beruntun kepada mereka.

" Anda dari keluarga pasien? "

Aku mengangguk mengiyakan.

" Mari ikut saya "

Kata dokter itu membuatku was was saja. Apa yang terjadi dengan dia.
Aku masuk ke ruangan serba putih itu  dengan perasaan yang tak tenang.

" Akibat benturan yang  keras pada bagian kepalanya menyebabkan darah di sekitar otaknya mengalami pembekuan darah. Sehingga harus segera melakukan operasi "

" Lakukan yang terbaik buat adek saya dok "

" Baik mas, silahkan selesainya administrasi nya dahulu "

Aku mengangguk mantap kemudian keluar dari ruangan dokter itu.

Aku merasa iba dengan anak kecil itu. Sepertinya ia tak punya siapa-siapa lagi. Aku ingin membantu tapi aku harus meminta izin mama dulu. Walaupun dengan uang tabunganku sendiri tapi kan harus tetap izin.

Setelah telepon tersambung ada sepercik rasa takut yang muncul di hatiku. Takut mama marah.

" Mama kenapa diam? Gk boleh ya ? "

Kataku takut Ketika menelpon mama hanya terdiam. Tak lama terdengar gelak tawa di seberang sana.

Senyum di bibir ku terukir ketika mama menyetujuinya.  Aku berbalik arah sedikit terkejut karena melihat Cinta dengan muka pucat itu berada di ruang tunggu rumah sakit.

" Cinta? "

Kataku mendekat membuat gadis itu terkejut kemudian refleks berdiri. Terlihat wajahnya pias seperti panik. Aku mengernyit heran.

" Lo kesini sama siapa? "

Aku celingukan mencari seseorang yang mungkin mengantarkan gadis itu.
Tangan gadis itu terukur memegang seragam putih ku yang masih penuh darah belum ku bersihkan.

" Ini darah apa Rak "

" Yang astetick dikit napa manggilnya, masak rak sih. Rak sepatu atau rak piring? "

" Serius! "

Gadis itu mengkerutkan bibirnya. Sangat menggemaskan jika saja pipi tirus itu berisi. Aku terkekeh melihatnya.

" Cie peduli "

" Ini darah apa?!! "

" Ini darah dari anak yang kecelakaan yang tadi gue bantu "

Gadis itu terdiam.

" Ciee takut ya kalau gue kenapa napa "

Aku sengaja menggodanya. Ia tetap cemberut. Melihat wajahnya yang terlihat pucat itu membuatku ingat dengan tujuan awalku menghampiri gadis itu.

" Kesini sama siapa? Sakit apa? "

Dia tetap diam. Aku menghela nafas panjang.

" Sendiri? "

Ia mengangguk. Ia memijat kening perlahan.

" Are you okey? "

Dia hanya mengangguk.

" Kamu sakit apa sih kenapa sampai ke rumah sakit? Sendiri lagi ? "

" Lo bukan siapa-siapa gua, kenapa gua harus cerita coba "

Cibir gadis itu kemudian melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu.

Aku menghela nafas berat ketika gadis itu semakin menjauh.

" Ada apa dengan Cinta? Kenapa hatiku tak tenang "

Aku segera menghilangkan pikiran buruku kemudian kembali ke kamar bocah tadi. Bocah laki laki itu terbaring lemah dengan banyak luka di tubuhnya. Aku merasa iba melihatnya.

Tak lama setelah itu seorang perempuan tua menghampiri ku.

" Nando Nando "

Katanya yang hendak memasuki ruangan itu. Aku mencegahnya karena dokter melarang siapapun untuk menjenguk pasien.

" Maaf nek, tapi dokter melarang untuk menemui pasien "

" Saya ini nenek nya nak "

Aku mengangguk mengiyakan kemudian menenangkan perempuan itu dan membawanya untuk duduk.

" Nenek yang sabar ya? Pasti Dek Nando nya sembuh "

Kataku tmencoba menghibur wanita tua itu.

" Makasih sudah nolongin cucu saya nak "

Kata nenek itu dengan tatapan yang berkaca-kaca.

" Makasih sama Tuhan, saya hanya parantara saja "

Beliau mengangguk. Tak berlama-lama aku pamit. Aku menuju ke toilet melepaskan seragam ku yang penuh darah dari Nando itu.

Kemudian memakai jaket yang sengaja ku bawa di dalam tas. Aku segera meninggalkan rumah sakit itu. Yang penting biaya buat operasi anak malang itu sudah aku transfer.

Aku beranjak bermaksud akan kembali keluar dari lorong rumah sakit, tapi waktu sampai di depan ruang Dokter Kinan, aku melihat siluet seseorang. Aku mengerut heran ketika seseorang masuk ke ruangan itu tak terlihat asing.

" Loh ngapain Cinta masuk ke ruangan dokter Kinan, dokter Kinan kan psikiater. "

Aku menggelengkan kepala ku. Mungkin saja aku salah lihat. Tadi memang Cinta sudah keluar dari rumah sakit kok. Opini ku mengatakan itu. Tanpa berlama-lama aku kembali ke rumah.

Tak mungkin juga aku memaksakan sekolah dengan pakaian ku yang kaya gini. Udah kucel, kusut, berantakan, dan bau lagi. Aku bergidik sendiri mencium banyu anyir darah segar dari baju yang aku kenakan.

Jangan lupa vote and comment ya. Makasih banyak udah mau baca ya. Mampir ke cerita aku yang lain juga ya.

bukan dia yang aku inginkan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang