16. perasaan Meen

107 12 33
                                    

Perth terdiam sekalipun tubuhnya terkena lemparan kunci motor sport miliknya. Tidak ada expresi apapun diraut wajah Perth selain datar. Seakan tahu jika ini akan terjadi, buntut dari kejadiannya malam itu.

"Kau benar-benar belum berubah. Butuh berapa lama lagi hingga kau benar-benar dewasa Perth!!!",

"Memangnya perubahan bagaimana yang kau inginkan dariku? Menjadi anak baik begitu? Penurut dengan semua ucapanmu?",

Perth tersenyum miring menatap Jira. Ucapan yang baru keluar dari mulutnya terasa konyol bagi Perth. Lucu saat ia memiliki Jira sebagai ayahnya.

"Bagaimana bisa aku menjadi anak baik jika ayahku adalah kau? Daripada itu, akan lebih baik jika kau berkaca lebih dulu sebelum...",

*plak...

Nafas Jira memburu. Tangan yang baru menyentuh kembali pipi sang putra begetar. Padahal sekuat tenaga Jira menahannya tapi tetap saja ucapan Perth tidak bisa ia terima saat dirinya saja terus berusaha berdamai dengan dirinya sendiri.

Jira tahu masalalunya adahal hal terburuk dihidupnya. Apalagi saat dirinya menutup mata akan kematian waita yang ia cintai hanya demi martabat keluarga.

Jira menyesal, sungguh. Dan ia tidak tahu lagi harus bagaimana menebus kesalahannya pada Perth. Jika menggiring pelaku kedalam penjara pun percuma karena sang pelaku yang notabennya istri sah juga sudah tiada.

Dan segala cara juga sudah ia lakukan untuk bisa meraih Perth tapi sepertinya hati Perth tertutup total.

"Aku adalah kau, meski aku muak mengakuinya tapi..darahmu mengalir ditubuhku. Jadi stiap apa yang kulakukan adalah cerminan darimu!. Ku katakan padamu, jangan pernah berharap aku menjadi orang baik jika Kau saja memberiku contoh yang buruk. Dan perlu kau tahu, aku tidak memandang darah untuk bisa membalas semuanya!", tajam Perth berbalik meninggalkan Jira yang memegang dadanya.

Rasa sesak dengan detak jantung yang meningkat membuat Jira sulit untuk bernafas normal. Dan Perth tidak perduli. Ia tetap melangkah keluar ruangan hingga mendapati Meen berdiri diam didepan pintu. Entah sejak kapan Meen disitu, Perth juga tidak perduli. Dan kehadiran Narin membuat kontak mata keduanya terputus.

"Papa..!!", teriak Narin kala melihat Jira yang berusaha menjaga kesadaran dengan nafas tersenggal.

"Kau apakan Papa hah!!!", tajam Narin mendorong kasar tubuh Perth sebelum kakinya  berlari menuju Jira.

Perth bersmirk menatap santai Narin yang tampak khawatir pada Jira.

"Menurutmu, apa yang akan Narin lakukan jika Jira mati sekarang?", enteng Perth berucap.

Meen masih diam. Antara shock dan tidak menyaka akan tingkah dan ucapan Perth yang kelewat enteng mengatakan kematian pada Jira yang notabennya adalah sang Ayah.

Tidak mendapat respon apapun terhadap Meen yang masih diam, Perth menoleh dengan senyum kosong dan tatapan datar, "Aku tahu bagaimana hancurnya hidup seseorang saat orang yang paling berharga pergi meninggalkan kita. Tapi kau tidak tahu bagaimana rasanya saat orang yang kita anggap pelindung malah berlaku bodoh saat kenyataan menusuk begitu dalam. Jadi, seberapa buruknya aku dimatamu Meen?", ucap Perth

Meen tidak berkutik, tubuhnya mematung seklipun Perth sudah berlalu pergi. Dan saat kepalanya menoleh pada keadaan Jira dan Narin, otak Meen tidak bisa berpikir tentang apa yang baru saja terjadi. Apalagi ucapan Perth yang terasa berat untuk ia cerna semuanya.

°°°°°°


Menyendiri dengan ketenangan malam yang cerah dengan bintang dilangit setidaknya bisa membuat Perth sedikit lebih tenang.

Bond Of Fate (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang