Jira berdiri diam menatap kosong kearah luar jendela ruang pribadinya. Sedangkan dimeja kerjanya terdapat banyak foto-foto Perth bersama dengan Meen. Ia tahu semua tentang Perth tapi bukan itu yang membuat Jira merasa lelah.
Pikirannya mengarah pada kehidupan dirinya yang hampir tidak pernah bahagia selama ini. Ia bahkan lupa kapan terakhir kali bisa tertawa lepas. Yah... Mungkin itu dulu saat ia bersama dengan wanita yang menjadi ibu dari seorang anak yang sekarang membencinya.
Dan kini, sekian lamanya waktu berlalu, Jira bahkan mulai melupakan kisah cinta indahnya dulu.Saat dirinya tersenyum miris akan hidupnya. Suara pintu terbuka menyadarkan dirinya kedalam kenyataan.
Perth tanpa suara mendekat pada Jira yang masih diam memunggungi. Hingga beberapa menit dalam kesunyian. Hembusan nafas lelah Jira keluar dibarengi tubuhnya yang memutar, menatap Perth yang diam tanpa expresi.
"Aku, tidak akan basa-basi lagi. Aku tidak masalah dengan sexualmu. Kau bisa lakukan apapun yang kau mau. Itu terserah padamu. Hanya saja... Bisakah kau menurut satu saja untuk melanjutkan sekolahmu di luar negeri. Aku sudah menyiapkan yang terbaik untukmu disana. Jadi tidak perlu khawatir untuk kebutuhanmu", jelas Jira.
Perth tidak menyaut, hanya seringaian teramat tipis tercetak diujung bibirnya. Ia hanya berpikir jika Jira sudah gila.
"Aku tahu semua kesalahanku tidak mudah untuk dimaafkan. Tapi bisakah jika kita mulai hidup yang baru untuk bisa menikmati hidup dengan rasa Perth. Aku yakin kau tahu jika aku menyayangimu sebagai putraku".
"Kau ingin aku mengakhiri semuanya?", datar Perth.
Jira diam. Ia tatap sendu putranya. Ingin sekali ia bisa hidup saat pertama kali membawa Perth kerumahnya. Seorang anak yang penurut.
"Bisa, aku juga merasa lelah. Akan lebih baik jika ini diakhiri saja bukan?", lanjut Perth.
"Aku tidak akan meminta apapun darimu. Jadi simpan saja semua hal yang kau rencanakan untuk masa depanku. Jika kau pikir aku akan menurut. Kau tahu betul aku tidak akan bisa", jelas Perth mengakhiri ucapannya dengan tubuh yang berbalik pergi tanpa menunggu respon Jira.
Bagi Perth, semuanya memang harus diakhiri. Ia merasa muak.
°°°°°°°
Sudah beberapa hari sejak pertengkarnya dengan Perth, Meen tampak diam. Keduanya juga tak pernah terlihat bersama. Membuat Jeff dan Boss saling tatap heran.
"Biar ku tebak, kau bertengkar dengan Perth kan?", sebuah pertanyaan dari Boss yang jelas tidak akan dijawab oleh Meen. Karena pria tinggi itu setia dengan keterdiamannya.
Beberapa menit dengan hembusan angin sebagai jawaban, Jeff memulai ucapannya.
"Aku tidak tahu apa masalahnya tapi jika ada suatu masalah, terus diam bukanlah solusi", Jeff melirik Meen yang masih bungkam membuat dua pria disekitarnya menghela nafas kesal. Ini adalah kali pertama bagi mereka menghadapi Meen yang terasa dingin tak tersentuh.
Boss menghela nafas kasar, masih berusaha membuat Meen bicara sebelum gebrakan meja kantin membuat suara Boss kembali tertelan.
"Dimana Perth!", sebuah pertanyaan yang lebih layak disebut todongan, terucap dari pria tinggi bernama Dew.
Ia tahu menghilangnya Perth beberapa hari ini pasti ada kaitannya dengan Meen.
Dan sialnya, Meen tampak acuh hingga membuat Dew naik darah.
"Sat!!! Kau pikir aku tidak bisa menghajarmu hah.!!!", kesal Dew menarik kerah baju Mean hingga tubuh tingginya terpaksa berdiri berhadapan dengan Dew.
"Tunggu Dew, semua bisa dibicarakan baik-baik", sabar Jeff mencoba melepas cengkraman Dew namun sia-sia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bond Of Fate (END)
Fiksi PenggemarIkatan takdir antara Meen dan Perth. Perjalan hidup Perth yang tidak mudah. Book pertama dengan tema pelangi. Start 070323-200924