Beberapa bulan kemudian.
Seorang wanita terus saja tersenyum senang memeluk punggung seorang pria yang tengah berbaring memunggunginya.
"Terimakasih", ucap Visa lalu menenggelamkan wajahnya pada punggung hangat sang pria.
"Untuk?", jawab sang pria tanpa mengubah posisi. Ia juga tengah menikmati hangatnya punggung prianya.
"Semuanya, aku senang kau tidak menuruti Mond",
Tubuh Perth akhirnya bergerak untuk mengubah posisi melihat wanita yang kini berada dihadapannya tersenyum cantik.
"Apa kau membenci Mond?",
"Tidak, walau dia kasar tapi dia berusaha untuk terus melindungimu",
Perth tersenyum lembut, "Kau tidak apa jika aku mencintai Meen",
Sang wanita tersenyum dengan gelengan kecil, "kau pantas bahagia"
"Kau juga", suara ini berasal dari pria yang sedari tadi diam mendengar Perth yang bicara entah dengan siapa. Ia sudah tahu kondisi Perth dan maklum saat prianya itu tengah menjalani perawatan.
Tubuh Meen berbalik lalu memeluk erat tubuh Perth yang memunggunginya. "Kau harus bahagia", ulang Meen kembali.
Perth tersenyum, ia usap lembut lengan kekar Meen yang berada melingkar ditubuhnya.
"Kenapa kau mau dengan pria gila sepertiku",
Meen terkekeh, ia lepas lalu ia balik tubuh Perth untuk menghadap padanya.
"Hei, siapa yang gila sayang", celoteh Meen menarik ujung hidung Perth gemas.
Perth tidak menjawab, menatap datar pria yang masih tersenyum manis padanya.
"Jangan menganggap dirimu gila, ingat kata dokter. Lagipula, kau hanya sedang sakit. Sebentar lagi juga sembuh. Maka dari itu, jangan berpikir macam-macam. Aku disini bersamamu. Jika ada yang mengganggu pikiranmu maka kau harus berbagi denganku. Jika tidak, apa gunanya aku disini?", terang Meen lembut.
Perth masih diam, ia hanya bisa menatap Meen dengan tatapan kosong. Yang ditatap hanya bisa membalasnya dengan senyum hangat, pria tinggi itu berharap jika Perth sembuh dan kembali seperti dulu. Ia ingin menghabiskan waktu bahagia bersama Perth.
"Mau mandi bersama?", tawar Meen dan anggukan kepala dari Perth sebagai jawaban.
Sejak kejadian beberapa bulan yang lalu, Perth memang berubah total menjadi pribadi yang diam. Ia tidak banyak bicara. Aktifitasnya pun hanya sekedar kampus dan rumah sakit.
Gemercik air yang jatuh dari atas shower tidak membuat dua pria itu berhenti dari aksi bertarung lidah.
Tidak sepanas itu walau tubuh keduanya telanjang. Karena Meen ingin selalu memberi kenyamanan bagi Perth tanpa tuntutan apapun.
*Cup
Kecupan lembut Meen beri sebagai akhir dari aktifitas lidah mereka. Tersenyum manis, pria tinggi itu memutar tubuh Perth hingga memunggungi. Ia berniat menyabuni Perth lebih dulu, dan Perth hanya patuh dengan senyum teramat kecil."Meen, terimakasih", ucap Perth lembut.
"Untuk hal apa lagi hm?", jawab Meen. Kedua tangannya kini sibuk menyabuni bagian depan tubuh Perth hingga dagunya ia topang dipundah prianya, sesekali ia kecup leher sang pria.
"Sudah mau bersamaku sampai saat ini",
"Itu keinginanku, jadi tidak perlu berterimakasih. Aku hanya ingin bersamamu. Sudah kubilang kan jika aku mencintaimu Perth",
"Sekalipun aku gila",
Kegiatan Meen terhenti dengan helaan nafas berat. Ia putar tubuh Perth hingga kembali berhadapan.
"Bagian mana yang gila? Bisakah kau berhenti mengucap itu? Kau tidak gila hanya sedang sakit. Dan dokter juga bilang jika kondisimu sudah mulai membaik jika pikiranmu kau coba untuk terus positif dengan dirimu sendiri. Aku bersamamu Perth. Kita mulai semua ini dari awal jadi lupakan apapun yang membuatmu sakit dan tidak nyaman. Jika tidak bisa, cukup pikirkan aku. Hanya aku Perth tidak dengan yang lain. Aku tidak mengijinkan!", seru Meen tegas menatap manik yang terlihat sendu bergetar. Ia tahu jika pria dihadapannya tengah menangis walau tak terlihat karena guyuran air diatasnya. Dengan pelan, Meen raih tubuh basah Perth kedalam pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bond Of Fate (END)
FanfictionIkatan takdir antara Meen dan Perth. Perjalan hidup Perth yang tidak mudah. Book pertama dengan tema pelangi. Start 070323-200924