Kaizar terlelap memeluk Juliana erat. Kepalanya menyandar didada Juliana dengan mulut yang terbuka.
"Kalo pegel biar aku gantiin mbak, maaf ya ... Jadi ngrepotin," Kata Betsy merasa tak enak.
Juliana melirik Kaizar, wanita itu tersenyum lembut sambil mengusap keringat Kai. "Nggak usah, mbak. Nanti kalo bangun malah rewel."
"Gapapa, nanti aku yang tenangin sendiri."
"Nggak usah, mbak. Gapapa, aku juga nggak merasa repot sama Kaizar. Lagian dia udah aku anggap kayak bungsuku sendiri, begitupun sama Albert."
Betsy diam. Lancang sekali Juliana yang notabenenya adalah orang lain menganggap anak bungsunya yang ia lahirkan sendiri, dari rahimnya, juga menjadi bungsunya. Yang mengandung Kai adalah dia, bukan Juliana.
"Itu anakku," Kata Betsy tanpa ekspresi.
"Iya, tapi aku sayang sama Kai. Jadi, gapapa, kan?"
"Gapapa. Makin banyak yang sayang sama Kai, kasih sayang buat Kai jadi makin lengkap," Balas Sena. Tau sekali dia kalau sang istri sedang cumburu.
"Iya, emang kenapa sih?" Maren menyahuti.
"Mommy kan ibunya."
Maren menatap malas, lalu berdecak. "Lagian senyamannya adek aja sama siapa aja kenapa sih? Yang penting nggak rewel, kan?"
"Iya, sy. Lagian aku pribadi aja nggak masalah sama kedekatan Albert sekeluarga sama anakku. Aku malah seneng. Selain Albert itu sahabatku, dia udah kayak keluarga sendiri," Ujar Sena dari brankar.
Kepala Betsy memanas. "Tapi aku lebih berhak dari Juliana."
Juliana mendongak. Mau bagaimapun ia merasa tak enak, karena memang benar Betsy lah ibu kandungnya, bukan dia. Kepalanya menunduk, menatap anak kecil yang tertidur dengan mulut terbuka. Sedih, andai saja Kaizar lahir dari rahimnya.
"Mommy jangan keterlaluan, tolong ngerti keadaan juga. Mommy harusnya udah dewasa, malah kayak anak muda aja," Maren merasa tak tega melihat Juliana menjadi sedih. Kurang lebihnya Maren tau kalau Juliana adalah rumah kedua bagi Kai, adiknya.
Saat akan kembali membalas Maren, suara Rima menghentikan terlebih dahulu.
"Lebih baik kamu diam Betsy," Rima menggelengkan kepalanya dengan tatapan tajam menyorot putrinya.
***
Keesokan harinya Sena sudah boleh pulang kerumah. Ditemani oleh ketiga pangerannya, mereka membolos sehari agar bisa merawat ayah mereka.
Kai sedari tadi tidak mau terlepas dari Juliana, bahkan dari semalam. "Adek, liat, Mommy kamu bawa apa itu ... Liat dulu dong, sebentar," Juliana berkata lembut. Mencoba membujuk Kai agar mau menoleh kearah sang ibu. Namun, sudah beberapa jam membujuk Kaizar tidak membuahkan hasil.
Anak itu terus menggeleng. "Mau bunda aja."
"Padahal Mommy disini, lho," Betsy mengulurkan tangannya. Akan tetapi sebelum benar-benar menyentuh kepala Kaizar, anak itu malah memberontak meminta Juliana untuk dijauhkan dari Betsy.
"Kai?"
"Mau bunda! Adek mau bunda aja, ayo bunda, kita pergi ... Adek nggak mau disini."
"Iya-iya, kita pergi tapi adek jangan kayak gitu, nanti jatuh."
Kai berhenti bergerak, namun pelukannya dileher Juliana semakin erat.
Dengan gerakan pelan, Juliana menatap Betsy. Ia merasa tak enak. Sebagai sesama seorang ibu, Juliana sedikit lebihnya bisa memahami perasaan Betsy saat ini. Wanita itu tampak sedih ketika ditolak anaknya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nawasena [Completed]
RandomKai nggak suka Mommy gendong adek bayi. Terbiasa menjadi anak kesayangan membuat Kai terbiasa. Kelembutan Mommy membuat Kai merasa kesal ketika pakdenya menitipkan dua anak yang selalu menempeli mommy. Kai cemburu Mommy, Kai tidak suka.