NWS | BG-22

12.7K 1.4K 198
                                    

"Dad," Panggilan itu mengalihkan Sena.

"Loh? Adek kenapa?" Sena langsung mengambil alih Kaizar, pria itu memeluk putranya yang tengah menangis kencang. Sesekali mengecup pelipis Kaizar.

"Kenapa, hm? Mau cerita sama Daddy?"

Dengan susah payah Kai menjawab. "Takut, mau bunda."

Karena tak mendapat jawaban, Sena menatap putra sulungnya.

Charli yang mengerti tatapan sang ayah pun membuang nafasnya terlebih dahulu sebelum bercerita.

"Aku nggak tau pasti, tapi pas aku masuk kamar adek, dia udah nangis kenceng. Padahal ada Mommy. Katanya, Mommy nyubit adek sama pukul-pukul pantatnya."

Kedua mata Sena sontak saja melebar. Bagaimana bisa? Maksudnya, selama ini Betsy adalah ibu yang lemah lembut. Terutama pada Kaizar.

Apakah balas Budi membutakan mata Betsy? Pikir Sena.

Sena menatap sendu putranya yang masih menangis dalam pelukan hangatnya. Dulu Kai adalah anak yang paling bahagia, ia dimanja dan dipenuhi kasih sayang setiap harinya.

Dan hanya kurun waktu seminggu, semua kebahagiaan seorang Kaizar seakan lenyap begitu saja.

Senyuman Kai, dimana itu sekarang?

"Adek," Menangkup wajah Kai. "Denger, Daddy sayang banget sama adek. Sayangnya pake banget. Stt ... Ada Daddy."

Kai langsung memeluk erat leher sang ayah, ia kembali menangis. "Mau bunda, Daddy."

Untuk sekarang Kai membutuhkan pelukan Juliana. Kai merasa aman dan terlindungi saat bersama wanita itu. Jadi, yang pertama kali Kai pikirkan adalah Juliana.

"Iya, kita kerumah Ernes, oke? Nangis aja gapapa sampe adek tenang."

Charli menatap sendu punggung rapuh adik bungsunya. Semua seakan retak secara perlahan.

***

Kaizar langsung merentangkan tangannya kearah Juliana. Wanita itu menyambut Kai dengan senyuman menenangkan, membuat Kai merasa nyaman dan ingin segera dipeluk dengan erat.

Juliana mengambil alih Kai dari Sena. Wanita itu mengecupi pipi Kai gemas.

"Adek kangen," Ujar Kai sembari menenggelamkan wajahnya diceruk leher Juliana.

Juliana tersenyum. "Bunda juga kangen banget sama adek," Menatap Sena. "Mau masuk dulu? Albert juga lagi ngopi dibelakang rumah."

Sena menjawab dengan gelengan. Ia ingin segera kembali kerumah, menemui Betsy dan segera menyelesaikan semuanya. Demi si bungsu.

"Titip Kai dulu, maaf jadi ngrepotin."

"Enggak kok, Albert pasti malah seneng banget kalo ada Kai disini."

Mengangguk sambil tersenyum kecil. Sena teramat tau kalau sahabat karibnya itu begitu menyayangi Kai. Bahkan menganggap Kai adalah bungsunya.

"Makasih," Menatap Kai, lalu mengusap kepalanya. "Dek, Daddy berangkat kerja dulu, ya? Nanti pulang kerja Daddy jemput."

"Enggak mau! Adek nggak mau pulang, adek mau disini sama bunda."

"Oke, oke ... Adek boleh nginep disini. Tapi, jangan nakal, oke?" Sena maklum. Si bungsu ternyata menyimpan rasa takut pada Betsy, wajar saja. Wanita itu mulai main tangan pada anaknya.

"Oke," Lirih Kai.

Sebelum pergi, Sena menyempatkan mengecup pipi Kai, lalu berpamitan pada Juliana dan mengucapkan maaf karena merepotkan.

Juliana melangkahkan kakinya memasuki rumah kala mobil Sena mulai meninggalkan halaman rumahnya.

Wanita itu menatap Kai. "Mau ketemu ayah?"

"Mauuu," Kai tersadar sesuatu. "Ernes mana?"

Terkekeh. "Ernes sekolah, dong. Adek kenapa nggak sekolah?"

Kai memasang wajah berfikir. "Tadi adek nangis."

"Loh, kenapa nangis?" Sahut Albert. Karena Juliana sudah duduk disamping suaminya yang tengah mengopi sembari menikmati pemandangan belakang rumah.

Menyandarkan kepalanya didada Juliana. "Tadi Mommy serem. Tadi Mommy pukul bokong adek kayak gini," Telapak tangan sempit itu mempraktekkan dengan memukul pantatnya sendiri.

Sontak saja Juliana langsung menahan pergelangan tangan Kai. "Udah, nanti sakit kalo dipukul kayak gitu."

"Makanya tadi adek nangis, kenceng banget," Anak itu menyengir lucu.

Kalau Albert pikir, itu tidak lucu. Bolehkah Albert merasa marah pada istri sahabatnya itu? Bagaimana bisa, dia tega memukul anak selucu Kai?

"Adek udah sarapan? Mau sarapan nggak? Bunda suapin," Juliana hanya merasa tak sanggup mendengar aduan Kai. Bagaimanapun ia benar-benar menyayangi anak kecil dalam pelukannya ini.

Mengangguk antusias. "Mau telur mata sapiii."

"Oke! Adek disini dulu sama ayah, bunda buatin dulu."

Dengan senang hati Albert mengambil alih Kai, pria itu langsung menghujami Kai dengan kecupan gemas. Kai langsung tertawa, ia merasa geli karena bulu halus terasa menusuk kulit pipinya.

"Ayaaaahhh, geli," Anak itu tertawa. Melupakan kejadian tadi, intinya ia merasa senang berada disini.

Sambil melangkah menjauh Juliana menarik kedua sudut bibirnya. Tawa Kai adalah kebahagiaannya. Oh, apa hanya Juliana? Mungkin tawa Kai adalah kebahagiaan semua orang.

***

Meninggalkan Kai yang tertawa bahagia, Kini Sena menatap sang istri yang tengah menunduk.

Selalu saja, Betsy menyesali perbuatannya hanya sesaat, lalu mengulangi lagi.

"Kamu berubah."

Betsy mengangkat pandangannya ketika mendengar perkataan Sena. Tidak, ia merasa tidak berubah.

"Sikap kamu kenapa gini? Sikap nggak enakan kamu sama orang itu, tanpa sadar malah buat senyuman anakku hilang gitu aja."

"Aku cuma ngerasa nggak enak."

"STOP JADI ORANG NGGAK ENAKAN!" Sena membentak begitu keras, membuat Betsy telonjak kaget.

Sena muak, istrinya selalu saja merasa tidak enak pada orang lain. Ia tak masalah ketika sang istri mau membalas budi orang lain, tapi tidak dengan mengorbankan psikis putranya.

Marah? Tentu. Sena merasa tak bisa melindungi Kai.

"Lama-lama aku muak sama sikap kamu yang ini, sy. Karena sikap kamu yang ini, kamu rela main tangan sama Kai? Umur kamu berapa, sih? Kemana sikap dewasa kamu itu?"

Menghela nafas. "Aku reflek, maaf. Nanti aku minta maaf sama adek."

"Aku nggak akan biarin adek ketemu sama kamu."

"Aku ibunya!" Jelas saja Betsy merasa tak terima. Yang melahirkan Kai kan, dia. Kenapa harus menghalangi ia untuk bertemu Kai? Aneh.

"Aku tau kamu ibunya, meskipun kamu nggak becus jadi ibu," Sena beranjak. "Kamu tau? Adek takut sama kamu, dia sendiri yang nggak mau pulang."

Betsy meremat tangannya. Hanya karena Kai, ia dikatai tidak becus jadi ibu. Lantas, bagaimana dengan Charli dan Maren? Betsy mengurus mereka hingga sebesar ini, dan Sena tidak menganggap itu.

Satu hal yang melintas dipikiran Betsy, kenapa putranya harus takut padanya? Hanya karena kejadian tadi Kai merasa takut? Dan apa karena hal tadi Kai tidak menganggap semua jasanya?

Betsy memijat pelipisnya. "Adek, kenapa makin kesini kamu buat Mommy pusing sih."

Nawasena [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang