20. Become Yours

818 111 54
                                    

Jihoon bergerak gelisah dalam tidurnya. Tangannya bergerak meraba sisi kosong di sebelahnya. Dering alarm dari ponselnya membuatnya mau tak mau harus membuka mata. Tangannya mengucek matanya berusaha fokuskan pandangannya yang kabur akibat kantuk. Ponselnya diraih, kemudian dimatikan dering bisingnya. Keningnya mengernyit menatap sekitarnya, kamarnya sendiri memang namun terasa ada yang hilang darinya.

"Oh, Om?!"

Jihoon bangkit duduk. Selimutnya ia singkap dengan kasar lalu bangun menuju pintu. Pintunya tak dikunci dan Jihoon berdecak sebal karenanya. Yoshi tak ada. Jihoon kembali ke kasurnya dan mengambil ponselnya, mendial nomor Yoshi dan meneleponnya dengan buru-buru. Bibirnya digigit gelisah saat dering sambungan telepon memenuhi gendang telinganya. Ia menunggu dengan cemas, sampai akhirnya panggilannya diterima.

"Om!" serunya dengan keras sampai membuat Yoshi di seberang sana terkejut dan refleks menjauhkan ponsel dari telinganya. "Om kenapa gak ada! Om gak bangunin aku?!" Lagi Jihoon berseru utarakan protesnya atas ketiadaan Yoshi saat ia bangun.

["Astaga, pelan-pelan Jihoon, saya denger, jangan teriak."]

"Om kenapa pergi..."

Terdengar suara tawa Yoshi dari sambungan telepon. Jihoon makin cemberut.

["Saya ada meeting pagi, dan gak bisa saya tunda. Maaf karena gak bangunin kamu, saya gak tega banguninnya karena kamu terlihat masih pulas."]

"Tapi Om harusnya bangunin aku! Om jangan pergi gitu aja, kan harus bilang dulu kalau mau pergi," suaranya berubah lirih di akhir. Setelah kemarin sempat hilang kabar Jihoon jadi takut jika Yoshi tiba-tiba hilang seperti ini — ia benar-benar tak ingin ditinggal.

["Iya sayang, maaf ya. Lain kali saya akan membangunkanmu jika saya harus pergi lebih awal sebelum kamu bangun."]

Jihoon kembali berbaring di atas kasurnya dengan masih tersambung pada Yoshi yang kini terdengar suara ketikan keyboard dari seberang sana. "Om sibuk ya," tanyanya sedikit tak enak karena takut akan mengganggu waktu sibuk Yoshi.

["Tidak juga, kamu bisa bicara jika mau. Saya baru selesaikan meeting pagi tadi. Kamu tidak pergi kerja hari ini?"]

"Hari ini aku shift siang," jawabannya seraya kemudian melirik jam dari ponselnya. "Ini baru jam 10."

Pembicaraan itu terus berlanjut dengan Jihoon yang mulai kembali marah karena Yoshi lagi-lagi mengungkit pasal niatnya membawa Jihoon pulang dan tinggal di rumahnya. Jihoon tak ingin pindah karena ia pikir ia tak pantas dapatkan seluruh kemuliaan itu, namun beruntung ia karena Yoshi masih memiliki cukup kesabaran untuk memberinya pengertian dan memberinya waktu untuk berpikir ulang.

Soulmate.

Sebuah kata sederhana yang maknanya dapat berbeda pada setiap individu. Orang-orang bilang, seseorang bisa dikatakan sebagai soulmate setelah melakukan mating dan bonding. Umumnya hanya alpha yang dapat melakukan marking, di mana ia akan menandai omeganya sebagai miliknya.

Jihoon tak pernah inginkan segala macam hubungan tersebut. Ia membenci alpha sejak heat pertamanya datang. Soulmate adalah sesuatu yang kabur di matanya. Bentuknya tak jelas dan kehadirannya tidaklah nyata. Sampai di hari ia bertemu dengan Yoshi. Matanya bagai dihipnotis kala netranya saling bersitatap dengan manik gelap yang pancarkan banyak tanda tanya. Suaranya bagai dicuri sampai membuatnya tak mampu berteriak. Hal itu mungkin bisa jadi cinta pada pandangan pertama, namun Jihoon justru membencinya karena Yoshi telah dengan lancang membawanya masuk ke dalam jurang cinta yang kini menjebaknya.

Melakukan mating dengan Yoshi adalah keputusannya sendiri. Keputusan terbesar yang ia buat dalam hidupnya untuk melawan rasa takutnya. Ia tak sadar bahwa apa yang ia lakukan bersama Yoshi di hari itu bisa benar-benar membawanya pada ikatan bonding — ikatan yang kebanyakan orang katakan sulit untuk dicapai karena setelahnya mereka tak akan bisa lagi putuskan hubungan kecuali kematian yang memisahkan.

Alpha Bride [ yoshihoon ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang