24. Disaster

892 106 9
                                    

Tok! Tok! Tok!

Pintu kayu itu kembali diketuk setelah didiamkan selama dua jam. Nafasnya dihela gusar setelah tak dapatkan jawaban apa pun dari si pemilik ruangan. Yoshi menyenderkan keningnya pada pintu. "Jihoon, kamu sedang apa... setidaknya makanlah sesuatu, kamu sedang hamil," ujarnya lirih penuh keputusasaan.

Sejak kejadian siang tadi sepulang dari rumah sakit Jihoon langsung mengurung diri dalam kamar dengan dalih ingin jernihkan pikirannya agar bisa ambil keputusan. Yoshi tak tahu keputusan apa yang Jihoon maksudkan, dan tak berani bertanya lebih saat melihat langkah lesu Jihoon yang menyusuri anak tangga.

"Saya akan pergi, jika pelayan datang membawakan makanan, tolong bukakan pintu, ya."

Bahkan sekecil suara hembusan nafasnya pun tak dapat ia dengar. Yoshi kian risau seiring dengan tungkainya yang ia bawa menjauh dari kamarnya. Tak lama dari itu salah satu pelayan datang membawakan makan malam, dan Jihoon membukakan pintu untuk pelayan tersebut. Lega hatinya saat melihat Jihoon setidaknya masih mau menerima makanan.

Esok paginya Yoshi kembali mengetuk pintu kamar Jihoon berharap Jihoon segera redakan hati dan temukan apa yang dia cari. Namun nihil. Jihoon tetap tak membukakan pintu untuknya. Tapi Jihoon menerima sarapan yang diantarkan pelayan. Di siang hari pun masih begitu.

Namun Yoshi tetap setia menunggu. Dengan rutin mengetuk pintu kamar Jihoon untuk mengingatkannya makan dan konsumsi vitamin yang diberi dokter. Ia selalu berusaha mengajak Jihoon berbicara. Menunggu sampai satu jam lamanya di depan pintu sampai akhirnya berpamitan pergi.

"Jihoon," panggilnya sedikit lebih keras. "Saya harus pergi, dan mungkin akan pulang larut. Tolong hubungi saya jika terjadi sesuatu atau jika kamu sudah mau bicara dengan saya. Jangan lupa minum obatmu."

Yoshi beranjak menjauhi pintu. Kali ini tak habiskan banyak waktu menunggu karena sudah ada Mashiho yang menunggunya untuk mengurus sisa pekerjaan Yoshi hari ini.

   

***

    

Selama mengurung diri Jihoon tak lakukan banyak hal selain melamun seharian. Perutnya selalu nyeri di pagi hari disusul gemuruh yang membuatnya ingin muntah. Setiap pagi, setelah tubuhnya lemas hampir kehabisan tenaga, Jihoon akan duduk di depan pintu. Menunggu Yoshi datang mengetuk pintu dan menanyakan keadaannya. Lalu menyuruhnya makan dan minum obat. Namun yang Jihoon lakukan justru menangis.

Makananya jarang ia sentuh. Hanya beberapa suap dan sisanya ia tinggalkan sampai pelayan datang untuk membereskan sisa makanannya. Setelahnya ia hanya akan merengung sepanjang hari. Memikirkan bagaimana ia harus melanjutkan hari.

Jihoon beranjak dari ranjang setelah tadi izinkan pelayan antarkan sarapan untuknya. Ia menuju kamar mandi, lantas merendam diri dalam bathtub. Kepalanya disandarkan pada pinggiran bathtub. Matanya menatap kosong langit-langit kamar mandi.

"Hamil... bayi... hubungan kami bahkan belum sampai setahun..." Jihoon meracau tak jelas. Kedua tangannya sibuk usap perutnya yang datar.

Senyumnya terukir miris. Setelah mengubur mimpinya di bangku SMA sekarang ia juga harus kubur keinginan kecilnya. Turnamen yang akan ia ikuti tinggal tinggal menghitung hari namun kini ia justru terjebak di ruangan lembab ini. Tangisnya kembali mengalir menyatu dengan air rendaman.

"Ah, aku pusing." Jihoon memegangi kepalanya. Biarkan derasnya air mata mengalir lampiaskan lara. Ia benci ini. Saat di mana sisi omeganya mengambil alih seluruh pikirannya.

Setelah satu jam lamanya merendam diri, Jihoon akhirnya keluar dengan langkah lesu. Ia berhenti di depan cermin full body di samping jendela besar kamarnya. Bola matanya memerah dan sembab. Rambutnya yang masih setengah basah itu berantakan. Dalam kesunyian Jihoon mematut diri. Bathrobe yang membungkam tubuh kurusnya ia buka. Perut datarnya kembali jadi pusat perhatian. Jemari mengelus permukaannya, lalu bergerak memutar di atasnya.

Alpha Bride [ yoshihoon ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang