•> 0.11 [Lilly?]

36 4 0
                                    

Hari sudah malam, malam yang sangat dingin kali ini. Terdengar suara rintik-rintik di luar sana, namun sepertinya tidak akan menjadi hujan yang deras.

Chimon yang masih diam termenung memikirkan apa yang terjadi sebenarnya pada sang adik, berdiri menghadap pintu balkon kamarnya yang terbuat dari kaca transparan. Bukan hanya satu dua kali dia melihat Mesa bertengkar dengan pria tua yang terlihat misterius tersebut.

Bahkan First yang awalnya tidak ia izinkan untuk berada di dekat sang adik pun diminta untuk menjaga Mesa. Dia tidak bisa berlama-lama mengawasi sang adik karena jam pelajaran mereka yang bertabrakan, ditambah lagi dengan jam electivenya yang sekarang di mulai lebih awal karena akan diadakan lomba antar sekolah.

Dari seluruh teman-temannya hanya First dan Aj JJ saja yang memiliki waktu kelas elective yang sama dengan sang adik. Tapi Aj dan JJ harus berlatih basket dan sebenarnya juga First harus berlatih karena ada lomba antar kelas nantinya. Tapi ia memohon agar bisa menjaga adiknya.

Sedikit menimang-nimang akhirnya First mengiyakan dan mulai menjaga bahkan mengawasi Mesa. Itu mengapa mereka berdua terlihat sangat dekat akhir-akhir ini. First pun melapor padanya saat ia melihat Mesa mendorong seorang pria tua yang menariknya untuk ikut bersamanya.

Untung saja First ada di sana dan dengan sigapnya melindungi Mesa dengan tepat waktu. Orang itu mengancam jika akan membuat Mesa jatuh kembali pada silsilah keluarga aslinya, namun Mesa menggeleng tidak terima.

Chimon tak menceritakan tentang kejadian itu tadi pada keluarganya. Entahlah, dia merasa gundah untuk mengatakannya.

Tok tok tok!

Chimon yang masih berdiri menghadap pintu balkonnya pun menoleh pada pintu kamarnya.

"Masuk aja, gak di kunci kok!" Sahutnya. Pintu pun terbuka menampilkan kakak pertamanya yang tengah membawa sebuah kotak misterius.

"Kenapa phi?" Tanya Chimon tanpa ingin berbasa-basi.

"Bantuin phi dong. Ada penelitian dan hari senin harus di kumpulin." Pintanya lalu duduk bersila di lantai marmer yang dingin.

Chimon yang penasaran pun ikut duduk berhadapan dengan sang kakak yang meletakan kardus di tengah mereka. Dibukanya kardus tersebut dan mulai mengeluarkan alat-alat kesehatan.

Chimon memiringkan kepalanya dengan bingung. "Kenapa alat medis di taruh di kardus phi?" Bingungnya. "Bukannya jadi gak steril ya?" Sambungnya.

Mix tersenyum lalu mengangguk. "Emang jadi gak steril sih tapi ini alatnya punya P'White. Dia kirimin ke phi pakai kardus gini karna tempatnya hilang. Tapi tenang aja ini phi bakal sterilin lagi pake alkohol." Jelasnya membuat sang adik hanya mangut-mangut.

"Terus? Apa yang harus gue bantu?" Tanya Chimon lagi.

Mix tersenyum manis membuat Chimon bergidik ngeri dengan perasaannya yang sudah tidak mengenakan.

"Phi ada penelitian terhadap darah hewan. Tapi phi belum tau cara mengambil darah. Di kelas pertama phi gagal." Ucapnya.

"J-jadi?" Perasaan Chimon mulai tak enak.

"Jadi lo harus bantuin phi untuk bisa ngambil darah, biar pas praktek nanti phi bisa lulus."

"T-tapi g-gue kan gak tau caranya phi. Sana belajar aja sama P'White!" Ketakutan. Itulah yang Chimon rasakan.

"Ayolah, kau hanya harus duduk dengan tenang sedangkan phi bakal coba latihan di lengan... Ini!" Mix memegang lengan kiri Chimon yang sontak ditariknya agar terlepas dari pegangan sang kakak.

"Phi gila ya? Nong phi ini manusia bukan hewan!" Balasnya lantang yang sebenarnya juga takut diambil darahnya oleh Mix.

Mix memasang wajah memelasnya dan matanya sudah berkaca-kaca ingin menangis.

▪️ BLOOM <3▫️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang