Gerimis

311 9 0
                                    

Chacha sibuk dengan gaun merah mudanya yang telah ia persiapkan berbulan bulan sebelum acara prom ini.

Aku malas ke sekolah, dari pagi hujan turun, kombinasi antara hujan dan kasur yang empuk siapa yang bisa mengelak.

Bayu sudah menelponku tiga jam yang lalu, katanya ingin menjemputku, bagaimana bisa ada chacha di sampingku.

Aku menolak tawaran bayu dengan alasan kak yuda memberikan tumpangan ke sekolah. Aku berbohong.

"Re, lo yakin ga mau ke prom?"

Aku menggeleng

"ya udah, gua pergi ya re"

Aku mengangguk.

Kak yuda memberikan tumpangan kepada chacha. Ia mau ketemu marry, gebetannya yang baru katanya. Yah semua orang tengah berbahagia hari ini. Sabtu malam.

Padahal handphone ku sudah ku ubah menjadi mode silent tapi entah kenapa aku masih mendengar suara getar nya

"Halo re, mahkota gue ketinggalaaan"

"Ih kenapa pake ketinggalan sih cha"

"Iya gua lupa re , re tolong dong bawa kesini, lo tau kan gua tanpa mahkota itu"

Iya aku tau, berjam jam dia mengoceh tentang hubungan gaun dan mahkotanya

"Iya cha, ntar gua suruh orang buat nganterin"

Aku menutup telpon, aku lupa yuda juga pergi.

Secepat kilat aku mengacak lemari, tidak menemukan satu gaun pun, aku ingat kapan terakhir kali aku menjadi perempuan. Aku merinding memikirkannya. Aku berlari ke kamar ibu.

"Ibu.. Punya gaun pesta?"
Tanyaku pada ibu yang sedang mengoleskan krim pada wajahnya

"Kamu mau juga dateng ke prom? Ibu udah siapin tuh di lemari gaunnya"
Ibu tersenyum

Aku seperti cinderella di negeri dongeng bertemu ibu peri.

Secepat kilat aku memakai gaun.
Ibu dengan sedikit memaksa merias wajahku.

Taksi sudah di pesan.
Ku raih mahkota chacha. Bersiap pergi ke sekolah. Akhirnya dengan terpaksa aku pergi juga.

Malam sudah semakin dingin, di depan pelataran sekolah taksiku berhenti.

Kukirimkan pesan
Cha dimana , gua udah di depan.

Aku berlari kecil menghidari hujan menuju tempat dimana prom berlangsung. Mataku terbelalak seketika. Bayu dan chacha tengah berpelukan.

Aku menahan air mata. Aku hampiri mereka berdua, chacha melepaskan pelukannya setelah melihatku

"Re makasih ya udah bawain" katanya sambil merebut mahkota di tanganku.

Aku tersenyum.
"Gua ke toilet dulu cha"
Aku berlari seketika di tengah kerumunan. Tak peduli chacha berbicara apa yang ku ingin hanya menjauh. Sejauh mungkin.

"Re.. Lo salah paham re.." seketika tangan bayu menarik tanganku

"Lo tau kan ? Dipaksain kaya apapun kita emang ga bisa sama sama"

"Tapi gua sama chacha ga ada hubungan re, lo tanya sama chacha"

"Gua ga bisa, dimulai atau engga lo sama chacha, gua ga akan pernah tega sama chacha, dia cinta sama lo"

"Re.. Gua sayang sama lo"

Aku tak berani melihat wajah bayu. Yang terpikir saat ini adalah lari sejauh mungkin.

"gua harus pergi bay"

Di tengah gerimis, aku menghentikan taksi, gaunku basah. Aku bukan cinderella yang bahagia di akhir pesta dansanya.

Malam itu, malam terakhir aku bertemu chacha dan Bayu. Aku bersembunyi, membiarkan mereka memulai kisahnya, tanpaku.

***

Aku melepaskan pelukan bayu.

"Re.. Jangan pergi lagi"
Kata bayu lirih

"Gue harus pergi bay"
Kataku sambil beranjak dari tempat duduk

"Re.. Perasaan gua masih sama kaya dulu re, walaupun bertahun tahun lo ga mau nemuin gua"
Mata bayu semakin berkaca kaca

"Bay.. Gue udah tunangan"
suara ku parau. Aku berbalik. Tersadar

"Gua tau re, gua tau "
Bayu memeluk dari belakang.

"Jangan pergi"
Pintanya

Aku terdiam mematung, jam terasa berhenti berdetak. Gerimis.

Bayu melepaskan pelukannya, menarik jasnya yang ada di pundaku, memayungiku.

Kami berjalan menyusuri jalan dengan diam. Perasaan ini, perasaan seperti ini pernah ku rasakan.

Handphone berbunyi. Aku mengangkatnya.
Karen. Aku menarik nafas.

"Hallo"

"Re.. Kamu dimana?? Aku dari tadi nyariin kamu"
Suara karen cemas

"Aku keparkiran sekarang"

"Iya re, kamu dimana tunggu di sana, gerimis aku bawa payung"

"Ga usah karen, aku udah deket"

Tut tut tut. Aku mematikan handphoneku.

Kami masih terdiam di koridor sekolah, memandangi gerimis.

"Cepet sembuh re, jangan banyak gerak dulu" suara bayu memecah keheningan

Tangan bayu menarik bahuku. Mengecup keningku dengan lama. Mataku terpejam.

"Gua masih bisa ketemu lo kan re?"

Aku mengangguk. Berjalan lagi menjauh dari Bayu.

***

"Kamu basah sayang, pake jaket nih dari kak alya"
Kata karen sambil menyodorkanku jaket hangat

"Kamu kenapa sayang? Diem aja dari tadi. Acaranya seru ?"

Aku mencoba tersenyum.
"Seru kok"

"Tadi aku ketemu lagi sama desta, dia masa ga tau kamu dimana, emang kamu tadi kemana si sayang?"

"Aku ada ko, desta aja yang ga liat"
Jawabku asal

Sampai di rumah, aku langsung pamit kepada karen ingin segera tidur, karen mengiyakan.

Ku kunci kamar, ku rebahkan diriku di atas tempat tidur, pikiranku melayang. Perasaanku tidak menentu. Mataku melihat kotak kardus lusuh yang tak pernah tersentuh. Aku tarik aku membuka isinya.

Didalam kardus berisi surat surat. Ku ambil secara acak surat tersebut

"Ini buat loe re, ini hasil kerja gue yang pertama kali re, gue kerja paruh waktu buat beliin lo ini, semoga lo suka ya, jangan sembunyi lagi re"

Ku buka kotak kecil berwarna putih, cincin.

Aku menangis.

Aku membaca satu persatu surat dari bayu. Betapa bayu sangat mencintaiku. Bayu yang merindukanku.

Gerimis berubah menjadi hujan deras menemaniku yang tidak tidur semalaman.

KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang