Sepotong Bulan

462 18 5
                                    

                   Karen

Menunggu rere seharian ini membuat hatiku tak karuan, sudah berapa cangkir kopi yang aku habiskan, aku tak menghitungnya. Handphone rere tidak bisa dihubungi, rere selalu begini jika ada masalah dia pasti menghindar. Aku tau rere kesal karena clara mengangkat telpon darinya tadi malam, ah ini kesalahpahaman. Clara juga sudah meminta maaf kepadaku. Tadi malam aku dan clientku menemui clara. Clientku ingin dicarikan tempat untuk penyaluran dana sumbangan perusahaannya, nama clara lah yang aku sebut. Akhirnya kami janji untuk bertemu pada malamnya, tak di sangka clientku adalah sahabat dekat clara waktu clara kuliah di hokaido, alhasil perbincangan kami menjadi panjang sampai tengah malam.  Rere pasti curiga. Aku tahu jelas, aku putuskan untuk segera kembali ke bandung untuk menemuinya.

Jam sembilan pagi aku tiba di rumah yuda, tapi kata yuda rere sudah pergi bersama bayu, nama itu lagi.

Yuda menjelaskan bahwa bayu adalah sahabat SMA rere, yuda juga menceritakan kisah bayu dan rere yang diketahuinya. Aku tak bisa meminta yuda untuk menjaga rere dari bayu, yuda sangat menyayangi rere, apapun akan ia lakukan untuk kebahagiaan adiknya satu satunya itu.

Kami berdua memandang dinding, foto kecil rere sampai dewasa terpampang disana. Rere yang cantik mata bulat bercahaya seperti malaikat.

Pertemuanku memang tak semanis kisah kisah novel, pertemuan pertama ku di panti asuhan clara, aku melihat rere yang tanpa makeup dan bulir bulir keringat di dahinya sedang menghibur anak panti asuhan clara. Aku mengajak nya berkenalan, kemudian kami bersahabat. Butuh sangat lama untuk meluluhkan hati rere, hati dia terbuat dari besi yang sulit untuk di tembus. Aku bukan orang yang romantis, bisa membuat wanita terbuai rayuan.

Perjalanan cinta kami seperti orang kebanyakan. Aku mengajaknya kencan malam minggu, lalu mengantarnya pulang, menelpon berjam jam sampai pagi.

Aku hanya menjaga rere, melindungi nya. Apapun yang ia inginkan pasti aku penuhi, rere bukan orang yang bergantung kepadaku, rere tak pernah meminta apapun kepadaku.

Hati yang terbuat dari besi itu mulai luluh ketika berbulan bulan ku menunjukan keseriusanku.

Dibalik hati besinya itu rere seorang yang penyayang, dia mudah tersenyum tak pernah ku lihat air mata nya jika di depanku, Mungkin dia menyembunyikannya. Dibalik hati besinya dia pasti rapuh di dalamnya.

"Yuda.. Karen.. "
Kak alya memanggil kami berdua.

"Kenapa alya?" kata yuda kepada istrinya

"Kalian harus baca ini, kalian harus tau perasaan apa yang bayu punya terhadap rere selama ini" kata alya sambil memberikanku satu kotak kardus lama
berisi lembaran lembaran kertas. Aku terhanyut pada kisah mereka. Aku mengetahui jelas perasaan bayu pada rere kali ini. Yuda memegang pundakku, memberikan kekuatan kepadaku.

"Alya? Lalu bagaimana perasaan rere?"
Tanyaku mungkin kak alya banyak tahu

"Rere bingung karen"

Aku mengerti, aku mengerti di sikap diam rere akhir akhir ini, aku mengerti.

***

Mobil itu berhenti di halaman rumah yuda, mobil yang membawa rere di dalamnya.

Kami melihat satu sama lain, rere menatapku rapuh, rere tunanganku bersama bayu.

Ada perasaan emosi yang tertahan ketika melihat bayu, entah mungkin ini wajar sebagai seorang laki laki. Aku menghampiri bayu ingin  mengajaknya berbicara secara baik baik, aku semakin kalut ketika bayu menarik rere ke belakangnya. Harusnya rere di pihakku, aku seketika emosi, rencana mengajak bayu berbicara seketika hilang dari otakku,  rere miliku, dia tunanganku, itu yang aku pikirkan. Aku sudah tidak bisa menahan tanganku untuk tidak menyerang bayu, mukanya jadi target pertamaku. Bayu yang juga tersulut emosi kemudian menyerangku balik. Rere berteriak. Bibirku sudah penuh dengan darah. Satu tonjokan mengenai pipiku dan pipinya bayu menghentikan perkelahian kami. Yuda.
Kami berdua terdiam, yuda terlihat sangat marah.
Seketika aku tersadar kesalahan yang telah aku lakukan. Aku terduduk di tangga depan, menyadari muka ku sudah lebam.

Suasana semakin mendingin, aku melihat rere yang tengah menangis di peluk alya, pasti dia syok. Aku sangat menyesal melakukan hal ini. Sambil memegang pipi, bayu tengah berbicara kepada yuda. Yuda memberikan isyarat untuk mengikuti dia ke ruang tamu. Kami beriringan mengikutinya.
Rere masih terisak. Aku tak tega mendengar isakannya. Bayu terus menerus menatap rere.

"Jangan pernah ribut lagi di rumah gue" yuda membuka suara

"Gua harap bayu sama karen ngerti, kalian udah dewasa"
Tegasnya

"Maafin gue yud, gua kebawa emosi" aku meminta maaf dengan tulus kepada karen

"Gue juga yud"
Kata bayu

"Ok, hari ini kalian gua maafin, kalo sampe ini terjadi lagi disini, gua ga akan segan segan ngusir kalian dari rumah gua, terutama karen, lo masih tunangan rere, jaga sikap lo" tegasnya lagi.
Aku hanya mengangguk.

"Yud.. Gue cinta sama adik lo" akhirnya bayu menyatakan hal ini

"Lo ga tau bay? Gue TUNANGAN rere" aku menekankan kata tunangan

"Gue tau karen tunangan rere, gue menghormati dia, tapi perasaan ini ga pernah bisa di bohongin" katanya lagi

"Lo seharusnya mundur"
Aku menawarkan langkah selanjutnya

"Gue ga akan mundur kali ini, gua udah lama kehilangan rere"
Bayu menatap tajam mataku

"Gue ga akan memihak siapapun, itu semua tergantung rere, dia yang ngejalaninnya. Dia punya hak buat kebahagiaan dia. Cara loe berdua tadi , gua yakin itu nyakitin hati rere" yuda menjelaskan

Aku menatap mata rere yang berkaca kaca. Tanpa sepatah katapun dia langsung berlalu meninggalkan ruang tamu.

"Bukan hari ini, rere perlu waktu"
Yuda melanjutkan

Aku mengangguk, bayu pamit.

***

Sepotong bulan mengintip
Sinarnya memecah langit.
Angin mulai berlalu
Menghalau awan
Sepotong bulan mulai bersinar.

Aku duduk melihat langit, sambil memegang wajahku, darah telah mengering. Rere menghampiriku membawa satu baskom kecil berisi air dingin. Tanpa bicara dia mulai membersihkan wajahku, aku masih melihat mata merahnya. Aku salah menyakitinya.
"Kamu jangan lakuin hal itu lagi yah karen" suara rere terdengar serak

"Iya sayang, maafin aku" kataku sambil meraih pundaknya, aku memeluknya. Rere menangis di pelukanku.

"Aku sayang sama kamu re" bisikku.

Rere memelukku hangat, aku sangat mengerti kesedihannya. Sungguh. Kali ini aku tak akan menyakitinya.

"Kamu sayang sama bayu?"

Rere tak menjawab.

"Aku akan ngelakuin hal apapun re, biar kamu bahagia, aku ga akan maksa kamu lagi atas pertunangan ini. Aku atau Bayu yang kamu pilih, itu hak kamu sayang, aku akan bahagia kalo kamu bahagia"
Aku meyakinkan dia.

Rere mengangguk
"Aku ga bisa jawab ini sekarang karen, aku perlu waktu"
Lirihnya

Aku mengusap rambutnya. Rere merebahkan kepalanya ke pundaku. Kami berdua memejamkan mata

Sepotong bulan terkejap
Hanya mengintip di celah awan hitam
Malampun tetap temaram











Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 20, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang