Pertunangan

532 15 0
                                    

Karen.. Karen.. Karen

Halaman rumah sudah di tata cantik, mba retno terlihat sibuk mengatur ini itu, pertemuan keluarga formalitas ini membuat jantungku berdegup kencang di menit menit akhir.

Kebaya warna silver yang aku gunakan sukses merubah penampilaku. Aku bergidik geli setelah melihat bayangan diriku cermin. Hari ini aku akan di lamar oleh orang orang yang benar benar mencintaiku.

Karen Aditya

Butuh kata yang sempurna untuk mendeskripsikan karen, karen adalah impian semua wanita, di usia yang masih muda karen sudah memiliki usaha sendiri.

Karen baik hati, donatur tetap di panti asuhan clara, sahabatku. Di panti asuhan itulah kami bertemu dan melanjutkan pertemuan tersebut di sebuah coffe shop, dari situ aku tau bahwa kami memiliki kesamaan. Kami tidak memiliki keluarga yang utuh.

Karen anak tunggal di keluarganya , ayah dan ibunya sudah lama meninggal sejak karen masih TK karena kecelakaan pesawat. Karen tinggal bersama omanya, oma yang sudah renta. Oma yang menggantikan figur orang tuanya secara tulus memberikan kasih sayang kepada karen. Karen selalu lembut.

Karen.. Karen.. Karen

Lantas aku,
Lima tahun yang lalu aku di tinggal oleh ibuku tercinta, pukulan telak itu membuat goncangan pada jiwaku, ayah memang sudah lama tiada sejak aku SMP, beliau meninggal karena sakit, sejak itu ibu mati matian menghidupi kami, kak yuda dan aku.

Setiap pagi setelah menemaniku dan yuda sarapan ibu selalu mengecek ke ruangan belakang rumah yang ibu jadikan sebuah tempat usaha kecil kecilan untuk butiknya. Pegawainya hanya dua, tapi ibu sangat telaten melatih dua pegawainya itu.

Tiap sore setiap aku pulang kuliah ibu selalu dengan cangkir kopinya di halaman menungguku pulang. Menanyakan padaku aku sudah makan atau belum, menyisir rambutku. Kadang ku dengar omelannya kepada yuda yang pulang dini hari dari club malam, dan suara lembut di pagi hari merayu yuda untuk makan.

Ibu...
Hari ini anakmu akan bertunangan, lihat ibu anakmu telah dewasa aku telah menemukan pangeran berkuda putih yang sering ibu ceritakan di buku dongeng waktu aku kecil.

Tak terasa mataku basah, aku cepat cepat mengambil tisue agar make up aku tidak luntur.

Pukul tujuh, dihalaman rumah sudah terdengar suara mobil. Aku berdiri di balkon atas. Melihat orang orang turun dari mobil.

Karen dan keluarga besar. Karen dengan setelah jas abu abu tengah memapah oma widya yang di usia tua nya masih cantik memakai kebaya berwarna merah.

Karen melihat ke tempat aku sembunyi.
Dia tersenyum. Karen selalu menemukan aku dimana pun aku berada.

Selang beberapa menit, kak yuda ke kamarku, meraih tanganku mengajak ku untuk kebawah. Aku adalah orang yang paling di tunggu tunggu di acara ini.

Aku menyambut tangan yuda dengan gemetar, yuda meremas tanganku dengan keras

"Awww" aku menarik tanganku kembali

"Biasa aja kali re.. Ini cuma .. "
Belum sempat kata kata yuda selesai aku pukul pundak dia dengan keras. Yuda mengaduh. Tapi kak yuda memeluku.

"Tenang aja re, ini cuma pertunangan, bahagia ya re"

Mataku mulai basah lagi. Kak Yuda semakin menguatkanku. Tangannya yang hangat menggenggam tanganku.

Detik demi detik kurasakan aku bisa menghitungnya lewat detakan jantungku. Aku dan kak yuda menuruni tangga. Pandangan mata tertuju padaku.
Aku hanya tertunduk malu. Aku tak terbiasa seperti ini.

Setelah perkenalan keluarga, dan penetapan tanggal pernikahan kita yang di sepakati tiga bulan lagi. acara dilanjutkan dengan sesi yang paling terpenting yaitu tukar cincin.

Aku dan Karen di minta untuk berhadap hadapan. Aku melihat Karen lebih dekat dengan senyumnya. Dengan jarak sedekat ini aku bisa mencium wangi parfumnya.
Oma membuka kotak cincin yang sedari tadi di pegangnya. Memberikan kepada karen. Karen tersenyum aku mengulurkan tangan.

Karen memakaikan cincin di jari manis ku. Aku melihat ekspresi Karen yang tiba tiba berubah. Aku baru sadar karen masih berusaha memakaikan cincin di jariku. Cincin itu ukurannya terlihat sangat kecil.

"Karen.. Cincinnya"
Jari manisku tiba tiba mendadak sakit, karen semakin berusaha untuk memakaikan cincin itu. Aku menghalau tangannya membuatnya berhenti. Tamu tamu semakin penasaran apa yang terjadi.

Karen mengelus ngelus jari manisku. Dia sadar telah menyakitiku. Aku menyodorkan jari kelingkingku, karen dengan ekspresi menyesal memasukan cincin tersebut di jari kelingkingku. Aku mencoba untuk tersenyum. Oma menghela nafas. Aku tertawa memeluk oma.

Karen tersenyum. Mengecup keningku dengan lembut.

"Maafin aku re.. " bisiknya

Aku memeluk Karen.

Pukul 11 rombongan keluarga karen meninggalkan rumahku. Setelah menidurkan Wiga Wigi yang keras kepala ingin tidur di kamarku, aku berdiri di depan cermin menghapus makeup.

Ku pandangi cincin yang Karen sematkan di jari kelingking.

Pikiranku melayang entah kemana.
Ku rebahkan badanku di samping wiga wigi yang tertidur pulas.
Aku pun mencoba memejamkan mata.

KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang