Rapuh

350 6 0
                                    

Karen

Rere seperti buku yang terbuka, apa yang ia rasakan aku mengetahuinya dengan jelas. Rere dilema setelah kejadian malam reuni itu, tak satupun kata yang terucap dari bibir rere

Laki laki itu, orang yang sama yang pernah aku lihat di rumah sakit ketika rere kecelakaan. Laki laki yang mengantar rere ke rumah sakit, Laki laki yang tangan dan kemeja nya penuh noda darah.
Laki laki yang hanya terdiam dengan tatapan kosong di depan ugd.
Dia yang menghubungiku, namanya Bayu

Bayu, sahabat rere katanya. Rere tak pernah bercerita apapun tentang laki laki itu, ada sebersit rasa cemburu melihat bayu menunggu rere. Bayu dengan cekatan menawarkan darahnya ketika suster bilang rere perlu donor darah.

"Gua punya golongan darah yang sama"
katanya

Sejauh apa laki laki itu mengenal rere, yang bahkan aku baru tahu rere memiliki golongan darah langka AB. Aku harus berterima kasih atau mengusirnya?

Aku merasakan sesuatu hal yang tak pernah aku rasakan sebelumnya. Cemburu. Selama berhubungan dengan rere tak pernah ada gangguan dari orang lain. Aku selalu setia. Rere juga. Aku tau rere orang yang sangat baik. Tapi disaat seperti ini, kenapa muncul orang yang tidak di kenal ini ,datang secara tiba tiba.

Aku duduk di sebelahnya, kami melamun. Menunggu rere sadar. Sampai datang seorang wanita menarik tangannya menjauh dari arahku.
Membicarakan sesuatu yang kelihatan serius. Butuh beberapa menit untuk melihat laki laki bernama bayu itu pergi.
Wanita yang hanya bisa terpaku diam saat laki laki itu pergi kini melihat kearahku, dan berjalan

"Sampaikan terima kasihku pada dia, yang telah menyelamatkan hidupku" katanya sambil memberikan satu ikat bunga lily.

Lalu mereka pergi meninggalkan tanda tanya besar

Aku hanya mematung, pukiranku sudah aku enyahkan ketika mendengar rere sudah bisa dijenguk.

Dan malam itu, dimana aku melihat rere di peluk oleh laki laki bernama bayu itu, aku merasakan sesuatu yang sakit. Aku ingin marah tapi melihat wajah lembut rere, apa tega? Aku tak tega menyakiti rere. Aku sungguh tak tega melihat wajah rere yang kacau, tak sepatah kata pun yang ia ucapkan setelahnya. Aku tahu ia terbebani akan hal ini sampai paginya ia demam. Ada meeting penting kali itu, padahal menjaga rere adalah hal yang sangat aku inginkan.

Bayu

Melihatnya, setelah enam tahun kami tak pernah bertemu. Berlumuran darah, kenapa tuhan mempertemukan kita dengan cara seperti ini. Aku berlari secepat apapun ke arahnya, mengangkat tubuhnya. Menuju mobil terdekat, memastikan ia selamat. Aku memeluknya dalam perjalanan. Dia lemah, rere sangat lemah di balik sikapnya yang kuat. Dari dulu dia lemah. Andai saja aku tidak bertemu chacha hari ini. Ini semua tak akan terjadi. Aku menyesali hari ini.
Menyesali pertemuan ini. Seminggu yang lalu chacha, sahabatku, mengirimkan design jas hitam ke emailku.
Mataku terbelalak, bodoh jika aku tidak mengenali gambar desain buatan rere. Ini gambar yang rere buat. Terlebih desain ini rere buat untukku. Aku terus menghubungi chacha, chacha pasti menyembunyikan sesuatu dariku.

Rere terus terusan memanggil sebuah nama. Aku menggenggam erat tangannya.

Aku menghubunginya , nomor telepon terakhir yang rere hubungi.

My Karen

Diakah tunangan rere?
Aku hanya terdiam, ketika sosok tinggi itu datang, menanyakan kepada dokter bagaimana keadaan rere, dia sama paniknya denganku.
Aku khawatir setengah mati, ketika suster memberitahukan bahwa persediaan darah kurang, aku menawarkan diri , darahku satu golongan dengan rere.

Aku mencintai rere, seperti mencintai diriku sendiri.

Aku terduduk, khawatir sudah beberapa jam rere belum sadar, aku merasa kaget ketika sebuah wtangan menarikku membawaku ke sudut, meneriakiku.

"Rere punya kehidupan bay, rere punya tunangan"
Kata chacha

"Cha cukup, hari ini pikiran gue lagi kalut"
Kataku

"Rere ga apa apa , liat dia, sebentar lagi mereka menikah bay!"
Aku merasa tertampar.

Aku berlalu pergi, tak ingin mendengar apapun dari bibir chacha.

Sorenya aku kembali lagi ke rumah sakit, melihat ke ruangan rere, dia telah sadar, dia tertawa, tersenyum. Ingin ku masuk, tapi aku ragu. Aku takut mengganggu kebahagiannya dengan kedatanganku.
Aku memutuskan untuk pergi.

"Maaf mba mau ke dalem ya?"

"Iyah aku mau nengokin temen aku kenapa?"

"Gua boleh nitip ini, sama nitip pesen buat dia supaya cepet sembuh"

"Tapi aku masuknya ga sekarang, masih ada yang di tunggu,"
Katanya

"Ok gapapa. Makasih ya mba"
Kataku langsung pergi.
Mungkin benar apa yang chacha bilang. Rere sudah punya kehidupannya.
Malam itu ku putuskan untuk kembali ke Bandung.

Di malam reuni itu, aku melihat senyumnya lagi, senyum yang selalu aku rindukan. Rere yang selalu punya tempat dihatiku. Malam itu aku berjanji untuk tidak membuatnya pergi lagi. Aku tidak akan pernah melepaskannya lagi.


KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang