Kembar Laknat

13.7K 502 69
                                    

Suara pintu toilet yang terbuka tidak mengalihkan fokus Linna saat mencuci tangan. Namun, saat seseorang mendekap tubuhnya dari belakang, Linna kemudian menoleh ke arah kaca, hanya untuk melihat wajah tengil kembarannya.

"Linna, kangen"

"Linna gak"

Theo kemudian tertawa pelan, dia letakkan dagunya di pucuk kepala si bungsu, mengabaikan dirinya yang asal masuk ke dalam toilet perempuan. Saat Linna selesai dengan kegiatannya, Theo dengan cepat meletakkan tangannya di pinggang adiknya dan mengangkat tubuh Linna ke atas wastafel.

"Theo ma-"

Linna belum sempat menyelesaikan kalimatnya saat Theo dengan cepat menyambar bibirnya. Theo menelusupkan lidahnya ke dalam rongga mulut si bungsu, memainkan lidah adiknya hingga air liur mulai mengalir keluar sudut bibir mereka.

"Nghh.."

Tangan kiri Theo menekan tengkuk adiknya, memperdalam ciuman mereka. Sementara tangan kanannya sudah bertengger manis di pinggang Linna. Ciumannya semakin kasar saat mendengar lenguhan pelan si bungsu, tangan yang semula hanya bertengger di pinggang, mulai menelusup masuk ke dalam seragam sekolah Linna, mengusap pelan punggung sempit adiknya.

Lidah Theo mengeksplor rasa manis dimulut kembarannya, terus memperdalam ciuman mereka hingga Linna menepuk dadanya pelan, baru dia lepaskan pagutannya pada bibir Linna.

Theo memperhatikan bagaimana bibir itu menjadi merah membengkak di iringi dengan nafas menderu adiknya, meraup oksigen sebanyak yang dia bisa. Theo memang tidak pernah cukup tentang menjamah tubuh si bungsu, karena itu dia kemudian mulai mengecup leher Linna perlahan hingga naik ke rahangnya. Tangannya bergerak menaikkan sebelah kaki adiknya ke atas wastafel, mengusap paha kemudian terus naik hingga mencapai inti milik kembarannya.

"Eunghh.. janganhh"

Seakan tuli, Theo malah menelusupkan jarinya ke dalam celana dalam si bungsu tanpa melepasnya, jari nakalnya tidak tinggal diam, memainkan inti milik adiknya sendiri hingga gadis itu melenguh pelan.

"Ahh ahh janganhh disinihh Theohh"

Theo menikmati bagaimana ekspresi menggoda adiknya terpampang jelas, dia melirik ke arah belakang, memastikan handphonenya tetap merekam momen mereka.

Kedua tangan Linna yang sejak tadi berusaha menahan pergerakan tangan kembarannya kemudian beralih ke bahu Theo, meremasnya kencang. Linna berusaha menahan suaranya, agar Theo tidak semakin dibutakan nafsu karena dia tau suaranya hanya akan semakin mengarahkan mereka pada kegiatan yang lebih panas dari ini.

"Theohh"

Pandangan memohon adiknya justru semakin membuat Theo dikuasai nafsu, dia kembali meraup bibir bengkak itu, mencecap rasa manis adiknya sendiri. Saat dirasanya tubuh adiknya mulai bergetar pelan, dia melepas ciuman mereka, memusatkan seluruh perhatian pada adiknya yang mulai fokus pada nafsu yang menguasai.

"Ahh ahh nghh ahh theohh"

Theo melihat bagaimana tubuh adiknya mulai melengkung, kakinya terbuka semakin lebar, kepala si bungsu mendongak dengan mulut yang terbuka. Saat pelepasan itu datang, tubuh adiknya tersentak beberapa kali, bahkan setelah pelepasannya usai, kaki Linna gemetar pelan.

"Nanti kita lanjut di rumah ya".

Linna tidak membalas, dia melihat Theo yang mengambil handphonenya, kemudian kembarannya itu menunjukkan layar handphone yang menampilkan video panas mereka beberapa saat lalu.

" Buat stok"

Linna memukul pelan bahu Theo, merasa kesal pada kembarannya yang tidak tau tempat. Theo hanya tertawa, kemudian memandang ke arah si bungsu yang memalingkan wajah, enggan menatap padanya. Pandangannya turun ke arah seragam Linna yang terlihat berantakkan, dia kemudian tersenyum jahil.

"Lagi yuk?"

"Gak!"

"Linna gak seru!"

"Theo yang gak waras!"

"Mulutnya mulutnya mulutnya"

Dengan gemas Theo kembali mengecup bibir mungil si bungsu, tangan Linna yang terus menghalangi dia cengkram dengan satu tangan, lalu dengan iseng dia mengecup keseluruhan wajah adiknya membuat Linna menggelengkan kepala menghindari Theo.

tok tok

"Linna, lo didalam?"

Theo kemudian menghentikan kegiatannya, dia menoleh ke arah pintu, kemudian menoleh pada adiknya kembali.

"Hansel tuh, gimana kalau Theo tunjukkin keadaan Linna sekarang, kali aja mau threesome"

Plak

"Theo gak waras!"

=====

"Darimana aja lo?"

Linna mengabaikan pertanyaan Hansel, dia terus berjalan keluar dari gedung sekolah. Hansel yang sudah terbiasa dengan kelakuan Linna hanya menghela nafas kemudian melangkah menyusul kaki pendek Linna.

"Baju lo kusut, habis ngapain? "

Melihat Linna yang hanya melirik, Hansel lantas kembali memikirkan keadaan toilet perempuan yang terkunci tadi. Samar, namun dia dapat mendengar suara desahan yang mirip dengan Linna.

"Lo tadi ke toilet?"

"Iya"

"Ngapain?"

"Pipis"

"Masa?"

Linna hanya mengangguk menjawab pertanyaan Hansel, membuat Hansel akhirnya menyerah untuk bertanya kembali. Dia kemudian berdiri disamping Linna, menunggu gadis itu dijemput pulang. Tanpa sengaja, Hansel melihat ada tanda kemerahan di belakang leher Linna, dia mengingat rasanya akhir-akhir ini tidak ada meninggalkan tanda dileher bungsu Wijaya itu.

Hansel lantas menyentuhnya, walau tertutup rambut dan kerah baju, kemerahan itu cukup nampak dari samping karena kulit putih pucat gadis itu. Linna agak tersentak saat lehernya disentuh, dia kemudian menutup belakang lehernya.

"Itu dari siapa?"

"Hansel"

"Rasanya gue gak ada ninggalin jejak, seenggaknya akhir-akhir ini"

Melihat Linna hanya diam Hansel kembali bertanya, namun berbarengan dengan mobilnya yang datang, akhirnya Linna melambaikan tangan pada Hansel, kemudian masuk ke dalam mobil.

Meninggalkan Hansel yang tatapannya menggelap, masih merasa yakin kalau dia tak meninggalkan tanda pada gadis itu.

"Lo main sama yang lain rupanya ya?"

=====

Lagi semangat nih, jadi up lagi

𝐖𝐞𝐢𝐫𝐝 𝐁𝐫𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang