Sisi Yang Lain

5.9K 236 29
                                    

Linna nampaknya tidak mengalami perubahan apapun walau dalam satu hari sudah disentuh kakak dan ayahnya. Tidak ada perubahan emosi yang berarti, seperti kejadian yang sudah-sudah, hilang tak berbekas. Langkahnya ringan menuju kamar kembarannya, tanpa mengetuk pintu dia masuk dan melihat Theo yang terlihat santai di balkon.
Berdiri di samping kembarannya, Linna melihat ke arah bawah, terdapat ayahnya dan si sulung yang sedang mengobrol. Raut dingin Theo terlihat biasa dimatanya, kakaknya itu selalu memikirkan banyak hal yang tidak terduga.

"Bau papa melekat ditubuhmu, begitupun Noah".

Theo menatap adik bungsunya yang tampak baik-baik saja. Dia menarik gadis itu masuk ke dalam, menghindari angin yang mulai dingin.

"Kau seharusnya tidak terlalu dekat dengan dua orang itu, kau tau kan?"

"Linna kangen papa"

Hembusan nafas pelan terdengar, Theo mengangguk mengerti. Saat ini mereka tidak dapat berbuat banyak, satu kesalahan dan semua akan kacau.

"Bersabarlah, sebentar lagi kita akan keluar dari sini"

Linna mengangguk mengerti, paham akan kondisi. Dia berjalan mendekat, mengecup rahang tajam itu pelan. Theo membiarkan saat Linna semakin menjadi, tangan mungil gadis itu mulai menangkup pipinya dan tak lama satu kecupan ringan mendarat di bibir. Dia mendorong tubuh besar itu untuk duduk dikursi dan tanpa sungkan naik ke pangkuan, membawa kembarannya pada sesi panas yang tidak akan berakhir.

"Kau tidak boleh melakukan ini pada orang lain, kau tau?"

"Theo bilang Linna boleh lakukan apapun yang ku mau"

Theo menyerah, keras kepala Linna memang tiada tanding. Pada akhirnya tubuh mereka berdua saling telanjang dengan Theo yang kehilangan akal sehat. Terus membuat adiknya melenguh tidak berdaya diatas ranjang. Sesuatu semacam ini hanya sedikit dari kegilaan yang keluarga mereka sembunyikan.

=====

"Bagaimana gadis itu?"

Theo duduk berhadapan dengan seorang laki-laki dewasa serupa ibunya. Penampilan mewah disertai aura mengintimidasi tidak berlaku apapun dihadapannya, sudah berulang kali pertemuan ini terjadi.

"Dia baik"

"Dia semakin mempesona"

"Kau melihatnya sendiri kan"

"Ya, dia tumbuh begitu indah"

Tawa menggema diruangan luas itu, terdengar dingin dan mengerikan. Theo tersenyum menatap pada cermin, hanya sedikit lagi dan semuanya akan usai. Linna tidak perlu lagi menjadi sosok yang lain, akan Theo buat gadis itu menjadi apa adanya.

=====
Linna terbangun dari tidurnya, menyadari ranjang kosong, Theo pergi. Cairan kental mengalir dipaha dia abaikan, dia melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Selesai dengan dirinya dia melangkah keluar kamar, sunyi menyambut seperti biasa. Noah dan papa mungkin sibuk, jadi dia akhirnya pergi ke dapur, mengambil beberapa cemilan untuk menemani nonton.

Suara tv menjadi satu-satunya yang dapat didengar, hening yang mencekam dirumah seluas ini seorang diri. Linna terdiam, lantas menahan satu tangan yang berusaha menyekapnya. Berbalik melihat seorang laki-laki bertubuh tinggi dengan netra hijau yang kelam. Pandangan keduanya bertemu, tangan itu kemudian dia lepaskan, berbicara dengan nada tidak biasa.

"Bukankah pamanku sangat tidak sabaran sampai mengirim dirimu kemari"

"Beliau sudah terlalu sabar bagiku"

Sahutan itu terdengar, keduanya hanya saling menatap sebelum Linna kembali duduk di sofa, orang itu pun ikut duduk.

"Kau harusnya tidak memancing amarahnya"

𝐖𝐞𝐢𝐫𝐝 𝐁𝐫𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang