Chapter 4

4 1 0
                                    

.
.
.
Selamat Membaca
.
.
.

🌻🌻🌻

Setelah waktu itu ditengah malam yang sepi aku terbangun untuk melaksanakan shalat malam dengan niat mendoakanya.  Selesai shalat aku mengangkat kedua tangan ku meminta dan memohon kepada Sang Pencipta.

“Yaa Rabb, hamba mengaguminya sosoknya, mengangumi semua hal yang melekat padanya, sifatnya, akhlaknya, tutur katanya, semua hal yang melekat padanya aku menganguminya yaa Rabb....,”

“Bolehkah hamba egois memintanya padamu yaa Rabb, hamba mencintainya yaa Rabb, rasanya hamba sudah jatuh cinta lagi dengan salah satu makhluk ciptaan-Mu yaa Rabb...,”

“Izinkan hamba bersama dengannya yaa Rabb, izinkan hamba menjadi tulang rusuknya yaa Rabb..”

“Izinkan kami bersamaan yaa Rabb”

Tak tahu diri bukan? Yah, aku pun merasa sangat tak tahu diri waktu itu.

Bagaimana bisa aku menggadaikan niat hijrah ku yang awalnya karena-Nya kemudian berubah hanya untuk menggapai ciptaan-Nya.

Aku tak pernah menganggap bahwa mendoakan dan meminta seseorang secara diam-diam itu salah, namun niat ku waktu itu sudah berubah arah hanya karena seseorang yang tak halal untuk ku.

Aku terus menerus berdoa meminta dijodohkan dengannya hingga Allah tunjukkan pada ku bahwa yang ku minta selama ini adalah sesuatu yang baik untuk ku.

Suatu waktu Naufal kembali menelpon ku namun obrolan kami berdua tak seperti biasanya, Naufal dengan senang menceritakan pada ku bahwa sekarang ia sedang menjalin komunikasi dengan seorang wanita yang beberapa tahun mereka hilang komunikasi.

Sakit bukan?!

Tentu saja sakit.

Aku mendengarkan semua cerita Naufal tentang wanita itu.

Aku ingin menangis tapi tak mampu karena Naufal masih sibuk menceritakan kisahnya bersama dengan wanita itu.

Sesekali ku jawab pertanyaan yang Naufal lemparoan kepada ku namun setelah cukup lama mendengarkannya aku mengetahui bahwa Naufal memiliki perasaan yang lebih pada wanita itu.

“Maaf Nau, aku ingat kalau ternyata aku ada tugas yang harus diselesaikan sekarang juga karena harus dikumpul besok di kelas pagi, aku tutup dulu yah telponnya assalamualaikum” ucap ku berbohong lalu menutup telpon tanpa menunggu jawaban dari Naufal.

Aku sudah tak sanggup untuk membendung air mata ku yang sudah sejak tadi lolos membasahi pipi ku.
Aku kecewa untuk kesekian kalinya, bukan kecewa kepada Naufal namun aku kembali kecewa pada diri ku sendiri yang terlalu berlebihan berharap pada seorang makhluk yang bernama manusia.

“Yaa Rabb, apakah salah jika aku mendambakannya?”

“Apakah aku tak bisa bersanding dengan karena dosa yang pernah ku perbuat dahulu?”

“Apakah aku tak pantas?”

“Aku mengaguminya yaa Rabb”

Sungguh kurang ajar bukan?!

Aku malu jika mengingat kejadian itu kembali, aku bahkan sanggup mengatakan kepada Sang Pencipta bahwa aku mendambakannya dan mau bersanding dengannya.

Mengapa aku sampai seperti itu pada ciptaan yang hanya aku nilai dari kecamatan ku sendiri, aku bahkan belum tahu seluk-beluknya namun dengan berani memintanya tanpa pikir panjang.

Aku berharap untuk dijodohkan dengannya dan mulai berharap selain kepada-Nya dan harapan itu tumbuh semakin besar melebihi pengharapan ku pada Sang Pencipta, Pemilik Alam Semesta.

🌻🌻🌻

Pernah ngga denger quote yang seperti ini? 👇🏻

Jangan pernah berharap kepada manusia karena pada saat kau berharap kepada manusia maka pada saat itu pula kau sedang mempersiapkan diri untuk kecewa”

Yahhh, kurang lebih isi quote-nya seperti diatas dan menurut author sendiri quote diatas cukup menjadi reminder untuk MUHASABAH lagi tentunya.

Berharap pastinya hanya kepada Allah semata, Sang Pemilik Alam Semesta.

Bagaimana menurut para readers nih?
.
.
.

Jazakumullahu khayran...

Metamorfosa Nayyara [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang