Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Noah mengerling.
Dia baru saja tiba di rumah Gillian, tempat diadakannya pesta akhir pekan itu. Dia bersedia memeriahkannya karena Ford bilang, Gillian menyediakan lebih dari sekadar bir. Orang tuanya sedang dinas di luar kota dan dia punya akses ke lemari minuman keras.
Sosok itu lah yang membuat matanya mengerling, kembudian membola. Apa yang dilakukannya di sini?
Gadis bertubuh sintal itu yang menyita perhatian Noah itu berlari keluar dari kamar dengan berurai air mata. Di belakangnya, dua orang siswa dari kelas lain tergelak tanpa mengejarnya. Gladys, nama gadis itu, merenggut bagian depan kemeja yang kancingnya terburai. Noah membuang rokok yang diisapnya ke lantai, lalu menginjaknya.
Dua orang siswa yang menyadari bahwa mereka sedang dihampiri oleh Noah Bateman sontak beringsut ketakutan. Lengan-lengan kekar Noah mengayun dan secepat kilat, kerah kaus salah satu dari siswa yang tertawa keras tadi sudah berada di cengkeramannya. Siswa itu menjerit ngeri kemudian meringis kesakitan karena bagian belakang kepalanya terbentur daun pintu. Kaki-kakinya melayang di udara, rautnya membiru tercekik. Rekan yang tertawa bersamanya berlari ketakutan, Noah tak mempedulikannya. Ekspresi wajahnya mengeras merah seolah hantu minuman keras sudah merasukinya.
“Apa yang kalian lakukan?!” tanyanya dengan nada mengancam.
“T—tidak ada… k—kami cuma melakukan yang biasa kamu lakukan!” jawab siswa malang itu terbata. Dia berusaha keras mencengkeram pergelangan tangan Noah supaya cekikan cowok bertubuh tinggi besar itu melonggar, tapi percuma.
“Nggak ada yang boleh melakukannya selain aku, Bajingan. Sekali lagi aku lihat kalian mengganggunya, kalian akan pulang tanpa gigi. Mengerti?!”
Ford mendekat setelah siswa yang tercekik itu dilempar ke lantai dan lari terbirit-birit. “Kadang aku bingung… kamu begitu membencinya, selalu mengganggunya, tapi kamu juga ingin memonopolinya. Kalau kamu selalu mendemonstrasikan hal yang mengasyikkan di depan semua orang, tentu mereka pengin ngelakuin hal yang sama.”
“Mereka harusnya memilih korban mereka sendiri dan nggak mengganggu milikku!”
“Milikmu, nih?” ledek Ford.
“Korbanku!” raung Noah meralat ucapannya sendiri, lalu mendorong sahabatnya menyingkir. Dia mencari-cari dan tak bisa menemukannya di mana pun. “Ngapain dia di sini? Bukannya dia nggak pernah datang ke tempat kayak begini?”
“Mungkin yang barusan itu alasannya. Bisa jadi ada yang membujuknya datang buat mengerjainya. Kamu mau ke mana?”
Noah tak menjawab. Dia masih menyusuri lautan kepala yang memadati rumah mewah milik orang tua Gillian dengan tatapan jeli, tapi tak menemukannya. Dia melangkah memasuki kerumunan dan semua orang menyingkir memberinya jalan.