06. Who?

433 17 0
                                    

Jangan lupa
Vote, komen
Dan Follow

~Siapa?~

***

Cewek dengan baju kebaya itu terus berlari di lorong rumah sakit, tak peduli lagi dengan keadaan sekitaran yang melihat kearahnya dengan pandangan aneh. Makeup berantakan dengan lingkaran mata yang menghitam disebabkan oleh mascara yang luntur akibat air mata yang menetes dengan deras, kaki yang polos tanpa Heels itu berlari sekuat tenaga untuk menuju ke ruang mayat.

Diva, cewek yang sedari tadi merapalkan doa-doa agar pikiran negatif yang berada di kepalanya itu segera hilang. Tapi nyatanya langsung musnah kala matanya sendiri melihat kedua orangtuanya terbujur kaku di brankar rumah sakit dengan tubuh yang di tutup sampai dagu.

"Mama Papa," Lirih cewek itu terasa pilu. Telinganya berdengung tak menangkap suara di sekitar, badannya bergetar hebat serta air mata yang keluar deras.

"Hiks. Mama," Isak cewek itu dengan perlahan melangkah mendekati orangtuanya.

Sesampainya di depan jenazah orangtuanya, Diva mengamati wajah itu secara bergantian. Di wajah sang Mama terdapat luka-luka ringan yang cukup banyak sedangkan di wajah sang Papa hanya ada satu luka besar di dahinya.

Tangan cewe itu perlahan menyentuh wajah Sang Mama, di belai pelan dengan sayang wajah itu. Dingin dan kaku hal yang pertama kali Diva rasakan, ia ingin sekali menyelimuti wanita itu dengan selimut tebal agar tak kedinginan lagi.

"Mama aku belum siap, a-aku belum siap hiks," Isaknya pelan, hanya ia seorang diri di ruangan itu.

Diva memandangi sang Papa, ia teringat terakhir kali tawa pria itu saat menjahilinya, ia teringat saat terakhir pria itu memberikan uang jajan untuk dirinya dan terakhir kalinya ia memeluk pria itu dengan erat. Ia masih merasakannya hingga detik ini.

Tubuh cewek itu meluruh, ia memeluk dirinya sendiri menahan sesak di dadanya seperti tertimbun baru besar serta tenggorokan yang tercekat hingga ia sulit untuk mengeluarkan sepatah katapun.

"Aku gabisa hidup di dunia ini seorang diri hiks aku belum siap," Lirih nya pelan. "A-aku mohon Tuhan, kembalikan Mama dan Papaku. A-aku janji jika Tuhan mengabulkan doaku, aku hiks tidak akan meninggalkan solat, aku tidak akan melanggar perintahmu. T-tapi tolong kembalikan Mama dan Papaku."

Diva meracau meminta permohonan kepada Tuhan, seakan lupa jika Tuhan mengambil nyawa seseorang tak akan bisa kembali lagi walau hambanya menangis memohon-mohon padanya, itu takkan terjadi. Karena pada dasarnya Rezeki, jodoh dan kematian adalah rahasia sang Illahi.

"Gimana hadiah dari saya, Adiva?"

Deg

Diva mengepalkan tangannya, ia mengenal suara wanita itu, matanya menyorot tajam ke arah heels yang berada di depannya. Dadanya naik turun menahan emosi yang memuncak.

Mengapa? Mengapa wanita itu terus mengusiknya, padahal ia sudah menuruti apa kata wanita itu, ia sudah di cap buruk oleh orang-orang karna perintah wanita itu, lalu sekarang wanita itu juga yang mengambil orang yang di sayangnya.

Dengan perlahan kepala cewek itu mendongak menatap tajam wanita yang sekarang tengah menatapnya puas. "Jadi ini ulah Tante?"

Buna Athena tertawa pelan. "Menurut kamu?"

Dengan susah payah, Diva bangkit dan mendekat ke arah wanita itu. Tatapan marah yang Diva punya membuat Buna Athena puas, ini yang sedari dulu ia mau membuat cewek di depannya ini marah kepadanya.

ADIVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang